Chapter 48 : Us and Rain

Start from the beginning
                                    

"Samuel..—"

"Maju, Sam! Aku masih menunggumu." Axel memotong ucapan Angel. Entah, dia senang karena Angel datang bak malaikat yang ingin menyelamatkannya atau justru dia terluka mengetahui sejauh apa kedekatan Angel dan Samuel selama hubungan mereka tidak baik, termasuk uring-uringan di kelab. Apa Samuel orang yang sudah berhasil menghibur gadisnya?

"Jangan didengarkan. Kita pergi dari sini, Sam." Angel menarik lengan Samuel ketika pria itu hendak melayangkan pukulan lagi kepada Axel. Namun ketika dia hendak berbalik, Axel menahan lengannya disisi lain.

Angel memicingkan mata, tidak menyangka Axel akan seleluasa itu menyentuhnya setelah apa yang terjadi. "Kalau kau ingin cari teman ribut jangan dengan Samuel. Aku sedang membutuhkannya."

"Membutuhkan apa, Angel? Aku yang kau butuhkan, bukan dia!" Bantah Axel cepat. Angel bisa melihat guratan kekecewaan di wajah Axel, matanya memerah dan Angel meragukan jika benar hanya air hujan yang membasahi pipinya. "Pulanglah bersamaku, kembali ke rumahmu, kepadaku."

"Ck. Drama!" Samuel bedecak, berusaha menarik Angel tapi Axel menahannya semakin kuat.

"Aku mohon, Angel."

Angel melepaskan cekalan tangannya dari kedua pria itu. Axel menatapnya pasrah, ketika Angel mendekat kepada Samuel, kembali membisikan sesuatu di telinganya yang terkesan intim. Axel masih tidak bisa menerima semuanya begitu saja, dia cemburu tapi dengan meninju Samuel tentu akan membuat Angel semakin membencinya.

"Oke, kau menang lagi. Tapi aku tetap akan menuntut uang ganti rugi atas kerusakam mobilku. Urusan kita tidak akan pernah selesai, Addison!" Samuel menendang perut Axel, mengacungkan jari tengah sebagai lambang permusuhan abadi mereka sebelum masuk ke dalam mobil dan pergi.

Axel memegangi perutnya yang terasa sakit, sebuah senyum terlukis di bibirnya. Rasa sakit tidak ada apa-apanya dibandingkan perasaannya yang kembali hangat setelah mengetahui jika Angel lebih memilih untuk bersamanya dibandingkan Samuel.

"Cepat bangun, disini dingin!" Ujarnya, ketus. Axel mengulurkan tangan kanannya meminta Angel untuk membantunya berdiri. "Jangan besar kepala! Aku mengalah karena aku tidak ingin Samuel terlibat masalah jika kau sampai tewas di tempat."

"Sejak kapan kau peduli padanya?"

Angel berdecak keras, semakin kuat memeluk tubuhnya yang mulai mengigil. "Cepat bangun sebelum aku berubah pikiran!"

"Kau hanya peduli padaku, Angel. Aku tau itu."

Axel mengendari motornya dengan cepat namun tetap ingin membuat Angel nyaman duduk di belakangnya. Cuaca bukannya semakin baik malah semakin buruk. Dan lagi-lagi Axel menyesal membuat ulah hingga Angel harus melewati malam yang buruk ini bersamanya. Jika Axel tidak mementingkan egonya, mungkin Angel tidak harus basah kuyup dan kedinginan seperti saat ini ketika Samuel mampu melindunginya dengan baik untuk sementara waktu.

Ketika mereka sampai di kediaman keluarga Falkner, Axel bisa menghela napas lega karena Angel masih bisa bertahan walau bibirnya pucat dan suara gemelatuk giginya terdengar cukup keras. Axel merangkulnya dengan refleks, tak lama kemudian pintu utama rumah mewah itu terbuka. Memperlihatkan seorang Abraham Falkner yang masih berada dalam balutan kemeja formal. Pria itu berkacak pinggang dengan sorot mata tajam.

"Datang dari mana kalian? Mengapa basah kuyup begini? Kenapa kalian naik motor? Aku bahkan memberikan fasiliatas mobil mewah untuk Putriku." Tanya Abraham bertubi-tubi, menarik Angel dari Axel dengan gerakan gesit. "Astaga, tubuhmu dingin sekali, Angel. Margareth, kemarilah!"

Tak lama, pelayan bernama Margareth itu datang dengan membawa sebuah handuk. Pelayan lainnya datang membawakan minuman hangat. Angel menerima keduanya dengan cepat, itu cukup membantu menghangatkan tubuhnya.

Don't Call Me AngelWhere stories live. Discover now