Epilogue

10.4K 444 229
                                    

Pagi hari adalah sesuatu yang selalu Angel nantikan sejak dua tahun terakhir. Karena setiap pagi, dia bisa melihat wajah polos nan tampan Axel ketika tertidur lelap. Dengan dengkuran kecil yang terdengar lucu. Biasanya Angel selalu melarikan jemarinya untuk menghusap rambut lembut Axel, tanpa membuatnya terusik barang sedetik saja.

Tapi hari ini dia kecolongan. Saat mengerjapkan mata, yang dia temukan pertama kali adalah Axel yang sedang beringsut sambil menatapnya lekat. Masih dengan selimut yang menutupi tubuh polos keduanya—setelah permianan hebat yang terjadi semalam. Axel tersenyum, sangat manis.

"Good morning." Sapa Axel dengan suaranya yang masih serak. Dia mengecup pipi Angel lalu rahangnya. Hal itu membuat Angel segera menarik dagu Axel, mencegah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan sepagi ini. "Aku hanya ingin mencium istriku. Tidak boleh?"

"Aku tidak yakin kau hanya ingin menciumku." Kata Angel, menghusap wajah Axel yang sedikit mengerut. "Jam berapa sekarang?"

"Delapan pagi."

"Delapan pagi?!"

Angel menegapkan tubuhnya, melihat jam dinding yang lima menit lagi menunjukan pukul delapan pagi. Kedua tangannya meremas rambutnya sendiri, frustasi. Tidak seharusnya dia meladeni ajakan bercinta Axel semalam, sampai dia kehabisan tenaga hingga bangun kesiangan padahal dia memiliki scedule yang sangat penting hari ini.

"Kenapa kau tidak membangunkanku? Kau bahkan tahu hari ini aku harus mengikuti ujian dengan salah satu organisasi Advokat."

"Kau tidur terlalu lelap. Aku tidak tega membangunkanmu, Angel." Balas Axel, meletakan kepalanya di atas pundak Angel. Memeluk tubuhnya yang sedikit menegang dari arah belakang. "Kau benar-benar ingin melanjutkan keinginanmu untuk menjadi seorang pengacara?"

Angel mengangguk sembari menghusap tangan Axel di perutnya yang kini sudah kembali rata. "Itu keinginan terbesar Mama, aku hanya ingin memehuni pesan terakhirnya."

"Tapi Mama Adelia pasti sudah sangat bahagia melihat kau berhasil membangun keluarga kecil yang bahagia." Axel menatap Angel begitu tenang. "Kau seorang Alterio sekarang dan Papa Abraham masih menjadi Menteri Pertahanan walau ini tahun terakhirnya. Aku pikir kau tidak perlu susah payah mengikuti ujian ketika kau bisa membuat dirimu menjadi seorang pengacara hebat secara instans."

"Aku tidak ingin menjual nama belakang keluarga kita."

"Kau perempuan cerdas, kemampuanmu bahkan tidak diragukan lagi."

"Aku tahu tapi aku juga ingin tahu rasanya berjuang. Mengingat selama ini apapun yang aku inginkan, aku bisa mendapatkannya dengan mudah. Jadi aku mohon jangan gunakan koneksimu untuk membantuku, aku ingin lulus dengan murni."

Axel menghela napas, menyerah untuk membujuk sifat keras kepala Angel. "Hanya kau satu-satunya manusia yang diberi mudah malah mencari susah. But it's okey, jika itu kemauan istriku, aku akan selalu mendungkungnya."

"Thanks, Daddy." Angel menarik kedua sudut bibirnya. Sebelum memiringkan kepala saat Axel memajukan wajahnya hendak mencium Angel. Tangan Angel langsung mengalung di leher Axel bersamaan dengan decapan-decapan yang mulai berirama di dalam kamar.

Tubuh Angel kembali terlengtang di atas tempat tidur. Axel mengunci pergerakan Angel di bawahnya menggunakan kedua lengan. Bibir Axel turun menuju leher Angel, mengendusnya sebelum menciumnya dengan keras. Membuat Angel meremas kuat otot punggung Axel.

Tak sampai disana, Axel pun menurunkan selimut yang menutupi tubuh Angel hingga mencapai perut. Dia menyeringai, menyentuh dada Angel lalu meremasnya kuat. Menundukan kepala hendak mengulumnya, akan tetapi suara tangisan keras terdengar dari arah box bayi. Membuat Angel langsung mendorong dada Axel menjauh.

Don't Call Me AngelKde žijí příběhy. Začni objevovat