Chapter 61 : Envelope

5.7K 408 358
                                    

"Jadi kau yang bermain di balik semua ini, Angel?" Tanya Bryan pada Angel yang tengah asik duduk di atas sofa sambil memakan cemilan. Menyaksikan televisi yang tak henti-henti memberitakan peselingkuhan Tisha Falkner dan Anthonio Winston, seperti layaknya menonton film bagi keduanya.

"Ya, sekali tepuk dua lalat. Rumah tangga Papa dan medusa itu akan hancur. Aku dan Darrel Winston tentu akan batal bertunangan. Aku pintar kan? Adik siapa dulu? Bryan Falkner!"

Bryan terkekeh sambil mendekati Angel, dia mengecup puncak kepala Angel sambil mengacak-acak rambutnya karena gemas. Tidak terima, Angel pun mendengus sebelum mengarahkan tangannya menuju rambut Bryan yang nyatanya sejak kecil tidak boleh dia sentuh. Entahlah, Bryan memang sedikit lebay kalau soal rambut, katanya titik ketampanan dirinya ada pada gaya rambutnya.

"Stop, Bryan! Ponselmu berdering." Teriak Angel, mendorong tubuh sang kakak menjauh. Mereka bersamaan melirik ponsel Bryan yang berada di atas meja. "Papa menelponmu."

Bryan menarik ujung hidung Angel sebelum mengambil ponselnya dan mencari tempat yang lebih sunyi untuk berbicara. Meninggalkan Angel sendirian disana dengan serangkaian pertanyaan di kepalanya. Apa mungkin Papa ingin curhat pada Bryan atau justru ada sesuatu penting lainnya?

Ya, setelah kejadian dimana pagi tadi Abraham marah besar di rumah karena tidak menumukan keberadaan Tisha di ruang mana pun, Angel langsung mengamankan diri ke mansion Bryan yang berada di puncak. Walau cukup jauh, namun tempat tinggal Bryan terbilang sangat aman karena kediaman keluarga Falkner sedang ramai wartawan yang menanti klarifikasi.

Dan kini giliran ponsel di dalam tas Angel yang berbunyi. Angel mengerutkan kening. Nomer tidak dikenal.

"Hallo, dari mana anda men—"

"Angelica Falkner?"

Kalimat orang tersebut sukses membuat Angel membungkam mulutnya dengan telapak tangan. Dia masih hafal betul siapa pemilik suara berat nan tegas itu. Tristan Alterio. Untung Angel belum berbicara kurang ajar pada calon mertuanya.

"Hallo, aku tidak salah sambung kan?"

"Y-ya, Om. Ini aku Angel. Maaf, aku tidak tahu jika ini nomermu." Tanpa sadar Angel menggigit bibirnya cemas, "Ada apa?"

"Bisa kita bertemu? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Kebetulan hari ini adalah hari terakhirku di Washington."

Ah, bertemu ya? Sial. Kenapa Angel gugup begini padahal ajakan Tristan terdengar sangat bersahabat?

"B-bisa, Om. Kapan dan dimana?"

"Bagaimana dengan makan siang? Aku akan kirimkan alamat restorannya." Tawarnya. Angel bahkan belum merespon, namun Tristan kembali melanjutkan ucapannya. "Dan tolong jangan beritahu Axel mengenai pertemuan ini."

"O-oke, Om. Semuanya aman. Sampai bertemu."

Setelah sambungan dimatikan, Angel pun langsung memeluk ponselnya di dada. Perasaannya mulai tidak tenang. Apa yang ingin dibicarakan? Apa ini ada hubungannya dengan pertemuan Tristan dan Abraham semalam? Sial. Dia penasaran.

Lantas, Angel pun bangkit berniat mengambil tasnya. Namun sebelum dia benar-benar melangkah meninggalkan mansion Bryan, satu pesan baru teradapat pada notifikasi ponselnya.

Axel Addison❤️
Sayang, malam ini aku memiliki pertandingan dan sekarang aku akan pergi latihan ke gedung. Setelah selesai aku akan menemuimu. Love u.

Panjang umur sekali, pikir Angel. Keberuntungan untuknya, karena Axel juga memiliki kesibukan dimana artinya pertemuannya dengan Tristan akan berlangsung aman tanpa amukan dari pacarnya itu.

Don't Call Me AngelWhere stories live. Discover now