Chapter 45 - Relieve

19.2K 1.7K 76
                                    

Hohooo hampir aja ketiduran 😆

Karena chapter ini belum diedit dan Asia dah ngantuk banget buat ngedit, jadi please kalau ada kesalahan semacam typo dll, kasih tau aja yaaa. I'll very mush appreciate that 🙏💕

Happy reading~~~❤

•●※●•


Landon tidak bisa merasa tenang sampai dia memasuki kamar Lucius dan melihat sosok yang dikhawatirkannya terbaring di atas ranjang. Landon duduk di dekatnya, memperhatikan wajah pucat gadis itu.

"Ini adalah salah satu yang aku maksud saat aku bilang berada di sisinya adalah pilihan yang salah, Alicia," ucap Landon lirih. Namun Alicia tidak bergeming, masih di bawah pengaruh obat bius. "Tapi melihat sepupuku begitu mengkhawatirkanmu kurasa hal ini sepadan untuknya," lanjut Landon, kemudian membelai pelan rambut gadis itu.

Tidak beberapa lama kemudian Dokter Hank datang membawa obat dari rumah sakit. Hank bertanya kepada Landon di mana Lucius. Landon hanya menjawab, "Dia pergi untuk mengurus sesuatu."

Hank belum tahu pasti bagaimana kejadiannya kenapa Alicia sampai seperti ini dan bertanya langsung pada Lucius adalah hal yang sia-sia.

"Ayah, apa Alicia akan baik-baik saja?" tanya Landon.

Hank menatap anaknya sejenak. Aneh juga melihat anak lelakinya itu tampak sangat peduli pada Alicia.

Sepertinya, Hank perlu menyampaikan sesuatu pada Landon agar perasaan apapun yang laki-laki itu miliki pada sosok gadis ini tidak sampai membuatnya terjerat dengan masalah, Lucius.

***

Sesampainya di rumah, Lucius langsung mengunjungi bagian belakang mansion di mana sebuah bangunan persegi dibangun di samping asrama para pengawal dan pelayan, sebuah bangunan pelatihan yang di dalamnya terdapat beberapa alat untuk melatih petarungan dan menembak juga melatih kekuatan diri. Ketika memasuki bangunan itu, hawa dingin di sana langsung menyergap kulit Lucius seperti selimut berlapis es beku. Namun Lucius justru membuka mantel, berikut dengan kaus yang ia kenakan, sampai dia hanya bertelanjang dada.

Tidak akan kembali sebelum amarahnya mereda, pikir Lucius sebelum dia memukul sebuah samsak—yang menggantung di langit-langit—dengan sekuat tenaga.

"Keparat!" umpatnya.

Tubuhnya mulai mengeluarkan keringat, yang meluncur turun melalui kulitnya yang mengilap basah. Buku-buku tangannya memerah namun Lucius tidak peduli. Dia berharap yang saat ini berada di hadapannya adalah Alarick Lucero, membunuh lelaki itu tidak akan menjadi masalah besar bagi Lucius, dia dapat melakukannya dengan sangat mudah sekalipun Alarick jauh lebih tua dan berpengalaman darinya.

Pintu ruang latihan kembali terbuka, Ben masuk dan menatap punggung berotot yang terus bergerak bersamaan dengan gerakan tangan dan kaki yang mematikan.

Saat Ben berdiri tidak jauh di belakang Lucius membawa sebuah kotak berisikan perban putih, Lucius berhenti.

"Mau apa kau?" desisnya.

"Dokter Hank mencari Anda," jawab Ben.

"Letakkan itu dan bertarung denganku, Ben," ujar Lucius, mengabaikan jawaban Benjamin.

Ben menghela napas. Dia bukanlah tandingan Lucius Denovan, tidak sama sekali. Tapi Ben tidak pernah menolak atau pun keberatan menjadi samsak hidup tuannya, dia justru senang mendapatkan pukulan sesekali di wajah yang akan berakhir babak belur pada keesokan harinya. Dengan itu, Ben merasa semakin berguna dengan berada di sisi sang tuan.

LIVING WITH THE DEVILWhere stories live. Discover now