Chapter 28 - Breaking Cold (a)

20.9K 1.7K 52
                                    

Alicia terisak-isak di dalam mobil dengan Lucius yang duduk di sampingnya. Mobil itu melaju dengan cepat di jalan raya yang lenggang, Lucius mengemudi dalam diam, begitu tenang dan leluasa, seolah Alicia tidak ada di sana.

Alicia benci rasa diabaikan itu, terlebih di dalam kondisi di mana dia begitu butuh dukungan seperti ini

Selama bertahun-tahun lamanya, Alicia mengharapkan pertemuan dengan kedua orangtuanya, tapi tidak pernah sekalipun Alicia membayangkan akan seperti ini. Alicia membayangkan air mata kebahagiaan, pelukan hangat, dan kata-kata penuh cinta yang membantah semua pemikiran negatif dari pikiran Alicia selama ini, bahwa mereka meninggalkannya karena tidak menyayangi Alicia lagi. Itu adalah ketakutan terbesar Alicia. Dan dia tidak menyangka bahwa hal yang ditakutkannya itu akan benar-benar terjadi.

Lamborghini hitam itu menderu pelan, lalu berhenti di depan teras mansion. Lucius keluar lebih dulu, lalu melempar kunci mobil pada bodyguardnya. Setelah beberapa saat menenangkan diri, barulah Alicia keluar menyusul Lucius.

Mereka akan berpisah di tangga ketika tiba-tiba saja Alicia menarik mantel Lucius pelan, menghentikan langkahnya.

"Apakah kau sengaja melakukan ini?" bisik Alicia parau.

Lucius kemudian berbalik menghadapnya. "Ya," jawab Lucius.

Alicia terisak lagi. "Darimana kau tahu bahwa mereka ada di sana?"

"Hm, itu perkara yang gampang."

"Apa selama ini kau tahu di mana mereka, tapi kau tidak sedikitpun berniat untuk memberitahuku?" Alicia menatap Lucius nanar, yang dibalas Lucius dengan tatapan dingin. Alicia langsung merasa bodoh karena telah bertanya. Tentu saja Lucius tidak akan memberitahunya, karena inilah yang diinginkan lelaki itu, persis seperti yang diucapkannya kemarin malam.

"Aku membencimu," ucap Alicia parau.

Mereka beradu pandang untuk beberapa saat, seolah tengah berkompetisi siapa yang lebih dulu menyerah. Sampai air mata nyaris menetes lagi dan Alicia pun berkedip lalu mengalihkan pandang dan berbalik pergi, meninggalkan Lucius di belakang yang menatap ke arahnya dengan tajam.

***

Malamnya, Alicia merasa dingin yang begitu menusuk dadanya. Dia melewatkan makan malam begitu saja, tidak peduli berapa kali sudah Maloma membujuknya untuk turun Alicia tetap menolak. Dia hanya berbaring digelung selimut tebal semenjak kembali dari taman siang tadi. Alicia merasa begitu sepi, suara serangga malam di luar sana seolah beramai-ramai mengejek kesepiannya. Air mata telah mengering, Alicia bahkan merasa sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk menangis.

Dan sekuat apapun Alicia menahan, perutnya telah berbunyi sedari tadi meminta untuk diisi. Alicia memejamkan mata, tapi rasanya mustahil untuk meraih kantuk dalam keadaan perut yang begitu berisik.

Alicia pun akhirnya turun dari ranjang dan berjalan dengan pelan menuju dapur. Dia berhenti sejenak di bawah tangga, menatap sekitarnya yang temaram karena lampu utama telah dimatikan, menyisakan lampu-lampu kecil redup yang tampaknya hanya sebagai pemanis saja. Landon telah pergi. Dan baru sekarang dia menyadari bahwa selama ini yang Alicia butuhkan hanyalah seorang teman. Di desa dulu, Wendy selalu cerewet dan mengatakan banyak hal pada Alicia, persis seperti Landon, bahkan sekalipun Alicia tidak menyahut dan hanya sebagai pendengar saja, mereka berdua tidak henti-hentinya berbicara. Dan Alicia lebih baik tinggal serumah dengan seseorang seperti itu, ketimbang iblis bisu yang hanya tau bersikap kejam seperti Lucius.

Alicia masih merasakan amarah di dadanya saat mengingat lagi insiden hari ini. Dia pun melangkahkan kakinya lagi dengan tegas ke dapur untuk mencari makanan. Endrio si koki handal mereka pasti sedang beristirahat sekarang, termasuk para pelayan, dan Alicia tidak sampai hati jika harus mengganggu waktu istirahat mereka untuk membuatkannya makanan.

LIVING WITH THE DEVILWhere stories live. Discover now