Chapter 43 - The Fear of Losing

18.9K 1.8K 109
                                    

Tuh kan! Asia juga bilang apa jangan ditungguin 😆 telat kan updatenya hehehe...

Jangan lup vote dan komen biar Asia semangat lanjut next chap 😚

Happy reading~~~💕

•●※●•

Suara klakson mobil terdengar nyaring saling bersahutan di tengah jalan raya yang ramai dilalui kendaraan. Hanya satu mobil yang bergerak cepat dan tidak beraturan di antara mobil yang lain.

"Ben, kalau kau berhasil sampai dalam waktu lima menit, aku akan menaikkan gajimu sepuluh kali lipat," Lucius berkata dengan datar di kursi penumpang pada mobil yang dikendarai oleh Tangan Kanan-nya, Benjamin.

Benjamin mendengus. "Kau tidak perlu mengatakan itu, kita akan sampai dalam waktu tiga menit."

Normalnya, mereka akan sampai dalam setengah jam, lima belas menit jika mengebut. Sedangkan lima menit terdengar mustahil, terlebih tiga menit.

Namun tidak bagi Benjamin. Selama bekerja dengan keluarga Denovan, dia sudah dilatih untuk hal-hal seperti ini. Dia benar-benar akan sampai di rumah dalam waktu tiga menit.

Sesekali Ben melirik tuannya yang duduk di kursi belakang, memeluk seorang perempuan di dadanya, bersimbah darah. Ben yang melihat itu tiba-tiba saja menjadi gugup, kemudian menginjak pedal gas sehingga mobil melaju semakin kencang. Dia membatin kagum akan ketenangan yang ditampilkan tuannya.

Lucius memang tampak begitu tenang, bersandar di sandaran kursi dengan mata tertutup. Seolah Alicia tidak sedang sekarat di dalam pelukannya.

Namun, tentu saja tidak akan ada yang tahu apa yang pria itu pikirkan. Di dalam dia kalut, api membara seolah siap meledakkan kepalanya. Dia sengaja menutup mata karena takut jika membukanya dan melihat Alicia, dia akan kehilangan kendali. Lucius tidak butuh melakukan itu. Semakin fokus dirinya semakin cepat Alicia akan terselamatkan.

"Sialan! Cepat, Ben!"

Ben menjawab dengan suara deru mobil yang semakin melaju kencang.

"Luc..."

Mata Lucius langsung terbuka, dia segera menunduk menatap wajah Alicia yang mengernyit menampilkan raut kesakitan.

Lucius membelai sisi wajah Alicia, darah di telapak tangannya ikut menodai wajah Alicia yang pucat pasi. "Apakah sesakit itu?" Lucius bertanya, suaranya terdengar berbisik sehingga hanya Alicia yang mampu mendengarnya.

Alicia tersenyum, merasa bahwa pertanyaan Lucius itu begitu konyol. "Hm. Sakit."

Lucius tanpa sadar mengeratkan pelukannya dan menatap ke sekitar, mereka akan segera sampai.

"Ja-jangan khawa-tir," lirih Alicia, membuat Lucius kembali menunduk menatapnya.

Dengan raut datarnya itu Lucius berkata, "Aku tahu. Kau tidak akan mati malam ini. Kau tidak boleh mati."

"K-kau... bukan tuhan," sahut Alicia.

Lucius tidak ingin memikirkan kemungkinan terburuknya. "Apa yang kau inginkan saat kita pulang nanti?" tanya Lucius, mengalihkan topik dan menyembunyikan kegelisahannya.

"Ti-tidur... a-aku... ingin tidur."

Jawaban Alicia itu membuat senyum terbit di bibir Lucius. Dia teringat hari-hari ketika mengunjungi Alicia, baik siang maupun malam, dan menemukan gadis itu tengah tertidur pulas sehingga Lucius berpikir bahwa Alicia memang benar-benar menyukai aktifitas itu.

"Ya, kau bisa melakukannya nanti setelah kita sampai di rumah. Aku akan menidurimu sepuas yang kau mau."

Karena ucapan Lucius yang ambigu tersebut, Ben tidak kuasa untuk tidak melirik mereka dari kaca spion depan. Sedangkan Alicia mencoba untuk membantah namun rasa sakit di tubuhnya lebih mendominasi. Kata-kata Lucius itu akan membuatnya memerah tersipu malu jika dia dalam keadaan normal, namun kini darah di wajahnya seolah telah terkuras habis. Alicia pun menutup mata kembali sambil berdoa semoga semua ini cepat berakhir.

LIVING WITH THE DEVILWhere stories live. Discover now