Ablaze 10 - First Moment

6.2K 544 13
                                    

Ablaze 10 -

London dan Alicia sontak terkejut mendengar apa yang Lucius katakan. Sementara Lucius sendiri hanya terdiam memandangi mereka berdua dengan tatapan penuh penghinaan. London mencoba untuk mencairkan suasana dengan mengatakan bahwa dia dan Lucius ada urusan, sementara Alicia menyembunyikan rasa sakitnya dengan senyuman. Dia mendekati Lucius, sebelum London sempat mencegahnya.

"Aku dan London tidak ada hubungan apa pun," kata Alicia, menatap Lucius tepat di mata. Matanya yang merah dan tidak biasa benar-benar membuat Alicia rindu. Sekalipun bekas luka di wajahnya itu tampak permanen, tapi tidak berhasil mengurangi keindahan sosoknya. Dia tetap tampan bagi Alicia, keindahan yang tidak akan pernah bosan dia tatap.

Hanya saja, saat ini Lucius sedang tidak baik-baik saja. Dan itu adalah tugas Alicia untuk membantunya sembuh.

"Aku janji!" ucap Alicia dengan yakin.

Lucius yang tidak tahu maksud dari ucapannya itu mengernyit.

"Aku tidak mengerti kenapa kau membawa serta perempuan ini kemari, London. Dia sama sekali tidak berguna." Pandangan Lucius tertuju ke arah perut Alicia. Kemudian dia melanjutkan ucapannya, "Sebaiknya kau pergi! Melihat wajahmu benar-benar membuatku sakit kepala."

Setelah mengatakan itu, Lucius berbalik dan beranjak pergi begitu saja. London mengejarnya.

"Sudah kukatakan untuk jaga sikapmu dengannya, Luc. Percaya atau tidak, dia orang terpenting di sini." Suara London terdengar semakin jauh, begitu pun juga langkah kakinya.

Sementara Alicia masih bergeming di tempatnya dengan pandangan kosong.

"Dia ... merasa pusing saat melihatku?" gumamnya. Wajahnya mendadak menjadi berseri, mata hijaunya yang indah berbinar. Dia berbalik menghadap balkon dan mengatupkan tangan di dadanya sembari menatap ke atas.

"Ya Tuhan, terima kasih! Karena itu artinya aku masih berarti sesuatu baginya. Kehadiranku masih bisa dirasakannya. Dia hanya tidak ingat, dia belum bisa ingat siapa aku, tapi aku yakin ... bahwa suatu hari nanti dia pasti akan mendapatkan kembali ingatannya. Jadi sekarang, apa pun yang dia katakan, tidak berarti apa-apa karena ini bukanlah dirinya yang sebenarnya." Tekad Alicia tampak begitu teguh dan tidak tergoyahkan. "Ya, benar!" Dia meyakinkan dirinya sekali lagi.

Beberapa rencana kemudian mulai tersusun di benaknya, tentang apa saja yang harus dia lakukan untuk membuat Lucius ingat padanya.

Dan mendadak, semua ini membuat Alicia mengantuk. Satu hal yang paling dia sadari dari efek kehamilannya adalah perasaan mengantuk yang bisa menyerangnya kapan saja dan sangat tidak tertahankan.

Semilir angin meniup rambut Alicia, tangannya yang memegang birai balkon memucat karena dingin. Dia pun masuk ke kamar dan menarik selimut ke atas tubuhnya. Tidak lama kemudian, Alicia jatuh tertidur begitu saja.

***

Alarick menggebrak meja, menatap tajam anak buahnya dengan amarah yang telah membumbung tinggi di kepala.

"Katakan sekali lagi!" tuntutnya.

"Lucius Denovan dicurigai masih hidup," jawab anak buahnya.

Alarick menutup mata, lalu membukanya lagi dan tersenyum. Senyum yang berubah menjadi tawa menggelegar.

"Tidak," katanya, menggeleng. Membantah ucapan anak buahnya itu. "Bajingan itu mustahil masih hidup. Dia sudah mati. Aku yang membunuhnya!" lanjut Alarick dengan arogan sekaligus keras kepala. Dia tidak pernah sedikit pun meragukan kematian Lucius Denovan. Garis keturunan pria itu sudah habis di tangan Lucero, kebanggaan yang tidak akan pernah dimengerti orang lain selain oleu garis keturunan langsung sepertinya. Lucero dan Denovan telah berseteru sejak lama, mungkin berabad-abad lalu. Alarick hampir kalah karena harta yang dirampas, tapi dia membalas dendam dengan lebih fatal, yaitu membunuh langsung inti dari keluarga tersebut.

LIVING WITH THE DEVILWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu