Chapter 41 - Ignite The Fire (a)

17.8K 1.5K 110
                                    

Asia pikir nggak ada yang perlu diucapin lagi hehehehe... dah 2 bulan lebih gak update soalnya 😭

But here's the chapter...

•••

Tidak ada satupun rencananya yang berjalan lancar.

Alarick memukul meja kerja dan menatap deretan anak buahnya tajam. "Bagaimana kalian bisa kehilangan mereka!" seru pria itu, melangkah mendekati lima anak buahnya yang berdiri sejajar dan menampar wajah mereka. Alarick, yang diliputi amarah berapi-api, mengepalkan tangan dan menatap bawahannya dengan tajam.

"Aku memberikan kalian tugas yang sangat sederhana. Bawa istri dan putraku pergi dari negara ini. Tapi bagaiman bisa kalian kehilangan mereka begitu saja?! HAH?!"

"S-sir... d-dia..."

"Apa?!"

"Denovan-"

Belum sempat pria itu berucap, Alarick telah lebih dulu menampar wajahnya sekali lagi. Jari telunjuknya teracung ke depan wajah sang pria yang telah memerah akibat tamparan.

"Jangan. Sebut. Nama. Itu!" bisik Alarick tajam.

Sang anak buah langsung mengangguk cepat dengan wajah penuh ketakutan.

"Pergi! Aku ingin kalian menemukan mereka malam ini juga dan membawa mereka kembali padaku dalam keadaan sehat dan tidak kekurangan apapun. Atau kalian... akan mendapatkan balasannya sendiri dariku."

Kelima pria itu mengangguk patuh lalu memberi hormat sebelum berbalik pergi.

Alarick kini seorang diri di dalam ruang kerjanya yang sepi, menatap penuh kebencian pada secarik kertas yang menampilkan foto anak angkatnya, Alicia.

***

Rasa perih di perut membangunkan Alicia dari tidurnya. Dia menggeliat di atas lantai yang dingin memeluk dirinya sendiri seperti bayi. Tenaganya telah terkuras habis, rasa lapar dan haus membuatnya semakin tidak bisa bergerak. Alicia dikurung di dalam sebuah ruangan yang menyerupai penjara; sempit dan dingin. Pintu besi itu tidak akan terbuka jika bukan oleh Alarick, pria yang selama ini Alicia pikir adalah ayahnya, orang yang akan mampu melindunginya dari hal-hal buruk di dunia ini. Alicia tidak mengira bahwa hal buruk itu justru adalah Alarick sendiri.

Lucius benar, aku begitu naïve, batin Alicia sedih. Dia teringat momen-momen di mana Lucius menyakitinya; memberinya racun, membuatnya kelaparan, menyiksanya dengan obat, membuatnya ketakutan pada Angel. Namun, tidak pernah Alicia merasa sesakit dan semenyedihkan ini.

"Tapi Tuan Lucius jauh lebih kejam, Nona Alicia!"

Oh, dia memang jauh lebih kejam, batin Alicia, teringat pada perkataan yang diucapkan Fio.

Namun Alicia juga teringat pada saat-saat di mana Lucius menyelamatkannya dari maut beberapa kali, memberinya rasa keamanan dan kenyamanan yang tidak akan pernah didapatkannya dari siapapun, bahkan dari kedua orang tuanya sendiri. Dan perasaan bahagia ketika mereka bersama, apakah Alicia mampu mengabaikannya begitu saja?

Sekarang, Alicia tidak perlu berpikir dua kali kemana dia harus pergi. Karena jawabannya tentu saja lelaki itu.

Namun, itupun jika Lucius masih mau menerimanya.

"Aku membutuhkanmu selamanya," suara Lucius terngiang di kepala Alicia.

Alicia tersenyum lemah. Memikirkan Lucius mampu membuatnya merasa sedikit lebih baik dan melupakan rasa laparnya. Tapi itu tidak cukup membantu rasa dingin yang kini terasa seolah menusuk-nusuk tulangnya.

LIVING WITH THE DEVILWhere stories live. Discover now