Chapter 40 - Father

20.3K 1.7K 143
                                    

Chapter ini pendek, tapi memang sudah seharusnya seperti itu :) chapter 41 nanti baru deh panjang.

Happy reading~

•●※●•


"Kau sudah menemukannya, Ben?" Lucius menunduk di belakang Benjamin yang tengah melakukan sesuatu di layar komputer di hadapan mereka.

"Ya, Sir!" Ben menjawab yakin. "Mereka ada di Bandara sekarang."

"Bandara? Untuk apa dia pergi ke Bandara sekarang?"

"Hanya ada dua tiket, Sir. Alarick hanya mengirim istri dan putranya pergi."

Lucius lantas tahu yang hendak Alarick lakukan. Pria itu sengaja menjauhkan istri dan anaknya, berharap dengan itu keselamatan mereka menjadi lebih meyakinkan. Lucius tidak tahu apakah Alarick melakukannya karena dia masih meremehkan Lucius atau justru sebaliknya?

"Hm..." Lucius menggumam.

"Apa yang hendak Anda lakukan sekarang, Sir?" tanya Ben penasaran.

Mata Lucius tertuju pada foto Adrian Lucero dan Marie Lucero yang tengah bergandengan tangan memasuki bandara, lalu tatapan Lucius hanya tertuju pada Adrian Lucero seorang. Entah kenapa kehadiran bocah laki-laki itu menganggu Lucius. Lucius teringat pada wajah sedih Alicia ketika bercerita bahwa ibunya hanya mengaku memiliki seorang anak saja.

Dengan itu, Lucius pun memerintahkan Benjamin, "Get me the boy, alive!"

***

Alarick Lucero, dengan marah menendang daun pintu itu terbuka sampai menimbulkan suara debuman yang sangat keras. Alicia yang tengah meringkuk tidur di sofa langsung tersentak bangun. Dalam keadaan pening, Alicia menatap pria di hadapannya.

"A-apa...!"

Alarick menatap Alicia dengan tajam, kemudian berucap dengan nada meremehkan, "Aku tidak tahu apakah kau memang tipe gadis yang sangat tenang. Atau justru ... bodoh?"

Alicia berkedip beberapa kali untuk menghilangkan rasa berputar di kepalanya. "A-ayah?" lirihnya tidak percaya. Apakah aku masih bermimpi?

Alicia sejenak lupa pada semua yang pernah terjadi, Alicia lupa pada apa yang telah dilakukan oleh sosok di hadapannya, Alicia tidak ingat siapa pria itu selain... selain dia adalah ayah yang selama ini dirindukannya.

Perasaan itu nyaris menelan Alicia.

"Sudah lama tidak bertemu, Ayah," kata Alicia kemudian, suaranya terdengar sendu, senyum sedih merekah di bibirnya.

Namun ekspresi di wajah Alarick tetap sama. Kemarahan terpancar jelas dari matanya. Kemarahan yang Alicia tidak pernah mengerti dan justru memancing amarahnya sendiri.

Alarick menutup pintu, kemudian berjalan mendekati Alicia.

Alicia berdiri dengan penuh antisipasi. Saat dia berpikir bahwa sang ayah akan memeluknya, tiba-tiba saja tangan Alarick terangkat di udara dan menampar wajah Alicia. Alicia dibuat sangat terkejut, tubuhnya oleng dan dia pun jatuh ke sofa memegangi pipinya yang terasa panas. Alicia mendongak pada Alarick yang menunduk di atasnya.

"Kau perempuan sialan!" Alarick menarik tubuh Alicia berdiri dan mencengkram kedua bahunya dengan kasar, tatapannya menusuk Alicia dengan tajam. "Karenamu...! Karenamu istri dan anakku sekarang berada dalam bahaya! Apa kau tahu apa yang telah kau lakukan, hah?!"

Sekali lagi Alarick menampar wajah Alicia.

Alicia, yang masih diliputi oleh keterkejutan karena tamparan dan ucapan ayahnya, tidak mampu berkata-kata, air mata mengalir di dari kedua sudut pipinya tanpa bisa dia kontrol. Tatapan menjijikkan ditujukan padanya dari ayahnya sendiri, Alicia tidak bisa mengelak rasa sakit yang menekan ulu hatinya saat itu juga.

"Kenapa ... hal itu menjadi salahku?" tanya Alicia, suaranya sedikit bergetar.

Sedangkan Alarick sedikitpun tidak menunjukkan simpatinya. "Kau berkhianat pada keluargamu sendiri," sahut Alarick.

Alicia tidak membantah. "Itu karena Ayah membunuh keluarganya lebih dulu," bisiknya.

Alarick membalasnya dengan suara tawa yang meremehkan. Dia kemudian mengusap kepala Alicia pelan. "Putriku yang malang," katanya mencemooh, dan sedetik setelah itu usapan tangannya di kepala Alicia berubah kasar. Alarick menjambak rambut Alicia membuat kepalanya tersentak dan Alicia pun terpaksa mendongak menatap mata ayahnya yang balas menatapnya dengan pancaran kebencian.

"Aku seharusnya membunuhmu sepuluh tahun yang lalu kalau aku tahu kau akan tumbuh seperti ini. Bagaimana rasanya menjadi jalang dari pria itu, hm?!"

Alicia membayangkan begitu banyak adegan akan pertemuan pertama mereka setelah sepuluh tahun berpisah, namun tidak pernah sekalipun Alicia membayangkan adegan ini di kepalanya.

"Kau seharusnya benar-benar membunuhku sepuluh tahun yang lalu, Ayah."

"Jangan panggil aku dengan sebutan itu! Aku bukan ayahmu!"

"...!"

"Kenapa? Kau terkejut?"

"A-apa maksudmu?" tanya Alicia terbata.

Alarick tersenyum miring sebelum melepaskan rambut Alicia dari cengkramannya. "Aku tidak suka mengulang perkataanku, tapi biar kuulangi yang satu ini untukmu. Aku ... bukan ... ayahmu." Alarick berdiri menjulang di hadapan Alicia, membuat Alicia semakin terintimidasi tidak hanya oleh ucapannya, namun juga sosoknya yang tinggi. "Kami mengambilmu dari panti asuhan saat kau berusia dua tahun. Sepuluh tahun yang lalu, aku memang tidak berniat meninggalkanmu sepenuhnya karena istriku begitu menyayangimu, tapi aku tidak membutuhkan seorang putri yang tidak akan mendapatkan apa-apa dariku, terlebih dia bukan anak kandungku. Saat kau menghilang, aku merasa lega karena tidak perlu menyingkirkanmu dengan tanganku sendiri. Namun, jika aku tahu bahwa di masa depan kau akan menimbulkan masalah untukku, aku sudah pasti akan melakukannya sendiri ketimbang memanfaatkan pamanmu yang tidak berguna itu!"

"Tidak...!"

Alarick mencengkram dagu Alicia dan memaksa Alicia menatap matanya, di sana Alarick bisa melihat ketakutan dan keputusasaan terpancar. Mata Alicia bergetar dan memanas oleh air mata yang sudah siap mengalir ke luar.

"Kalau sampai istri dan putraku terluka, walau sedikit pun, maka kau akan menanggung akibatnya!"

Alicia tidak bisa berkata apapun oleh hujaman kata-kata yang menyiramnya seperti air es di musim dingin yang beku itu. Tatapannya menjadi kosong saat Alarick melepasnya dan berjalan pergi, meninggalkan Alicia seorang diri, tenggelam dalam kebenaran yang baru saja menghantamnya keras.

•●tbc●•


ASIA, 5 Agustus 2020.

LIVING WITH THE DEVILWhere stories live. Discover now