Ablaze 17 - Beautiful View

5.6K 600 15
                                    

Keheningan kemudian menyelimuti mereka. Alicia sibuk memakan sarapannya. Dia tidak berselera, tapi semenjak tahu dirinya hamil, makanan menjadi sesuatu yang amat sangat penting melebihi sebelumnya.

Sementara itu, Alicia juga sangat menyadari bagaimana tatapan Lucius dari tadi tidak teralihkan darinya.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya pria itu.

'Buruk.' Alicia ingin menjawab.

Dia mengangkat pandangannya dan menatap manik mata merah itu. "Kau peduli?" sahutnya dingin.

Lucius tersenyum miring. "Bagus, kau sudah tidak merengek lagi."

Merengek? Jadi selama ini pria itu menganggapnya begitu? Alicia menatapnya tidak percaya, tapi sayangnya Lucius sudah mengalihkan pandang. Pria itu mengambil sesuatu di saku celananya—sebuah permen, dan memberikannya pada Alicia.

"Itu vitamin, pria tua pemilik motel ini menitipkannya untukmu," kata Lucius dengan wajah masam.

Alicia mengambil permen rasa jeruk itu dan menatap Lucius skeptis.

"Kau terbiasa meracuniku sebelumnya," kata Alicia, sukses membuat Lucius mengernyitkan dahi.

"Apa katamu?"

"Racun. Kau sering memanjakanku dengan berbagai jenis makanan, mengatakan bahwa aku bisa memakannya sepuas yang kumau, tanpa tahu bahwa kau telah menaruh racun di dalamnya."

Masih dengan ekspresi heran, Lucius menyahut, "Kau pikir permen ini adalah racun?"

"Lalu kau akan memintaku memohon untuk penawarnya."

"Menuduhku seperti itu ... apa kau sedang kesal, Miss Alicia?" cerca Lucius, seolah tidak terima pada gagasan bahwa dulu dia pernah berlaku kejam pada wanita ini. Raut wajah Lucius berubah kesal, dan tatapannya menjadi tajam.

Alicia membalas tatapan pria itu dengan berani, berkata lagi, "Kau sangat menyukai permainan bukan? Ya, aku pernah menjadi mainanmu. Dan aku sering kali menolak untuk kalah, sejauh hampir mati karena racun-racun itu, tapi pada akhirnya kau akan memberikanku penawarnya dan mengomel saat aku bangun, mengataiku bodoh dan segala hal." Alicia tersenyum tipis. "Kau seharusnya tahu lebih awal. Bahwa dalam setiap permainanmu, aku selalu menjadi pemenangnya."

"Dan kau pikir kali ini aku akan menjilat ludahku sendiri atas apa yang telah kukatakan semalam?" Lucius membalas senyuman Alicia dengan senyum geli meremehkan. "Itu tidak akan terjadi, Miss Alicia."

***

Alicia tidak tahu kenapa tadi dia mengatakan semua itu pada Lucius. Tapi dia juga tidak menyesalinya. Lucius telah melupakan semua memori tentang mereka berdua, jadi Alicia akan mengingatkannya, tidak peduli bagaimana respon yang akan Lucius berikan.

Mereka tengah di perjalanan menuju desa yang Lucius maksud, melewati sebuah kota dan kota lainnya. Alicia teringat pada Bibi Jane, Paman Filbert, dan Wendy. Sampai saat ini Alicia tidak tahu kabar mereka bagaimana, apakah Lucius yang dulu sudah benar-benar menyingkirkan mereka?

Sepanjang perjalanan, Alicia tidak mengatakan apa pun. Lucius juga demikian. Mereka berkendara dalam keheningan. Sampai matahari telah melewati atas kepala mereka, sore tiba dan Alicia butuh ke kamar mandi.

"Aku ingin buang air kecil," katanya, dengan wajah memerah menahan malu. Dia sudah menyiapkan kata-kata selama lebih dari satu jam lalu, sebelum benar-benar berani mengucapkannya.

Lucius hanya melirik sekilas, lalu menepikan mobil ke samping.

"Ayo!" ucap pria itu seraya membuka pintu.

Alicia bergeming dengan bingung. Angin berembus menerpa wajahnya dari pintu yang Lucius buka. "Ayo ... ke mana?" gumamnya tidak mengerti. Karena mereka tengah berada entah di mana, di jalanan yang sangat sepi dengan pepohonan tinggi di kiri dan kanan.

LIVING WITH THE DEVILWhere stories live. Discover now