Ablaze 15 - Your Touch

6.7K 540 51
                                    

Demi apa Asia lupa!!! 😭🙏
Kemarin habis keluar, pulang ke rumah langsung tepar kecapean dan baru pagi ini inget punya utang sama kalian.

Maaf banget! 🙏

Happy reading yaaa~ 🥺🙌

***

Lucius tidak yakin ada perasaan semacam itu dalam dirinya. Bukan hanya tidak mungkin, tapi juga tidak boleh. Dia teringat pada wanita-wanita yang pernah singgah dalam kehidupannya. Tidak pernah sekali pun Lucius memiliki perasaan pada mereka, atau hubungan sejauh pasangan yang saling menguntungkan; mereka mendapatkan uang serta kenikmatan, dan Lucius tidak pernah menuntut lebih selain meminta mereka untuk setia. Tapi tidak satu pun dari mereka memenuhi tuntutan yang sederhana itu. Pengkhianatan, sekecil apa pun, tetaplah sebuah pengkhianatan.

Dan Lucius tidak pernah lembut dalam memberi hukuman.

Dia juga seharusnya melakukan itu pada Alicia di detik dia menerima fakta bahwa hubungan mereka pernah dekat, tapi Alicia mengkhianatinya sampai wanita itu hamil.

Asumsi yang tidak berdasar itu begitu dipercaya Lucius sebelum ini. Tapi perasaannya berkata lain. Dan ucapan Alicia semakin mempersulitnya untuk menghindar.

"Anak ini adalah bukti cinta kita berdua."

"...."

"Kau bisa mencintai. Kau mencintaiku, Lucius."

Saat mendengarnya, Lucius tertegun. Kehabisan kata-kata. Keyakinan yang tampak di mata berwarna hijau itu membuat dirinya ragu; benarkah itu yang terjadi? Benarkah dia pernah mencintai wanita ini dan anak yang ada di dalam kandungannya adalah anak mereka?

Seorang Lucius Denovan, mencintai.

Pikirannya tidak menerima gagasan itu, tapi hatinya jelas berkata lain.

Namun benar atau tidaknya ucapan Alicia, pada akhirnya Lucius tidak akan tahu. Dia tidak ingat. Dia tidak tahu apa pun tentang wanita ini. Bahkan sekelebat bayangannya saja tidak pernah mampir dalam memori Lucius yang sekarang.

Sekeras apa pun Lucius mencoba untuk mengingatnya, dia tidak bisa. Dan yang terjadi justru rasa sakit yang begitu dahsyat, seolah seseorang mengetuk-ngetuk batok kepalanya dan menarik keluar isinya. Dia mengerang kesakitan.

Alicia yang melihat ekspresi di wajah pria itu dan suara rintihannya yang begitu dalam, terkesiap panik. "Kenapa? Kau baik-baik saja? Kepalamu—"

Lucius mendongak, matanya yang sepekat darah terhunus tajam pada Alicia.

Karena wanita ini, sakit di kepalanya memburuk. Karena wanita ini, dia meragukan dirinya sendiri dan semua rencana yang telah dia susun dengan sangat rapi. Dan karena wanita ini, dia merasa begitu kacau.

Lucius mencengkeram tangan Alicia dan mendorongnya sehingga Alicia terlentang di ranjang dan Lucius di atasnya.

Mata hijau yang indah itu meredup, kekhawatiran dan rasa sakit tampak di sana.

"Apa kepalamu terasa sakit saat mencoba untuk mengingatku?" Alicia bertanya. Sembari menunggu jawabannya, dia menggigit bibirnya dengan kuat.

"...."

Lucius memilih untuk tidak menjawab, sedikit terkejut karena wanita ini bisa dengan begitu mudah menebaknya.

"Tidak apa-apa. Kau tidak harus mengingatku sekarang," kata Alicia dengan lembut. "Karena aku tidak kuasa melihatmu menahan sakit seperti ini, mungkin memang sebaiknya kau tidak ingat."

Alicia menangkup wajah Lucius, tersenyum sementara air matanya berlinang jatuh. "Begini pun aku sudah sangat bersyukur. Melihatmu masih bernapas dan menatapku dengan mata indah ini." Ibu jarinya mengusap dengan lembut luka di bawah mata Lucius, mengelus kulitnya yang mengeriput dan memerah di dahi. Lalu memijat dengan lembut pelipisnya.

LIVING WITH THE DEVILWhere stories live. Discover now