Chapter 38 - The Request

20.5K 1.5K 79
                                    

Karena suatu alasan, Asia sengaja mengundur waktu untuk upload chapter ini. Terus pas mau up, wattpad error mulu huhu...

Jangan lupa VOTE dan COMMENT yang banyak untuk update lebih cepat 👀

Happy reading~

•●●•

"Don't blame him." Gabrielle yang muncul di belakang Alicia berkata.

"Kenapa?" tanya Alicia.

Gabrielle melangkah mendekatinya, mengangkat tangannya dan menangkup wajah Alicia, ibu jarinya mengusap air mata yang jatuh ke pipi gadis itu.

Alicia langsung menjauh dan mengusap wajahnya sendiri, dia tidak sadar telah menangis.

"Gadis yang kau lihat tadi, adalah seorang pengkhianat. Ketika Lucius mengurungnya di sana, dia telah menolak untuk makan hingga mati kelaparan, jadi itu salahnya sendiri," ucap Gabrielle.

Alicia mengernyit. "Jadi maksudmu dia pantas mendapatkannya?"

Ekspresi Gabrielle tidak berubah. Alicia sudah bisa menebak jawabannya.

"Apa kau pernah dikhianati sebelumnya, Alicia? Aku yakin belum, jadi kau mungkin tidak tahu bagaimana rasanya," suara Gabrielle terdengar meremehkan. "Lucius pernah mempercayai gadis itu. Di antara semua perempuan yang dia bawa pulang, hanya gadis itu seorang yang bertahan cukup lama. Kau tahu? Lucius sebenarnya tidak pernah mencoba menahan mereka. Dia tidak pernah memaksa orang-orang untuk tinggal di sisinya. Ini adalah pemikiran yang normal, mungkin, karena bagaimana pun pada akhirnya kau akan selalu berakhir sendirian kan? Hanya saja hal ini berbeda dengan Lucius, dia mungkin tidak akan mengakuinya, tapi dia membutuhkan seseorang. Seseorang yang bisa dia percaya untuk tidak akan pernah meninggalkannya selamanya. Dan Lucius pernah hampir mempercayai gadis itu. Tapi pada akhirnya, Lucius tahu yang sebenarnya. Gadis itu adalah mata-mata yang dikirim Lucero, ayahmu. Dan dia hampir membunuh Lucius. Yang artinya, ayahmu, sekali lagi, berencana untuk membunuh seorang anggota Denovan."

Alicia merasakan napasnya memberat, dadanya sesak oleh rasa bersalah. Dia menunduk menatap lantai, menghindari mata Gabrielle.

"Ke-kenapa kau memberitahuku hal ini?" tanya Alicia, sekalipun dia sudah tahu jawabannya. Alicia tahu Gabrielle sengaja mengatakan semua itu untuk membuatnya merasa seperti ini. Dan Alicia berpikir bahwa dia pantas mendapatkannya.

"Yang ingin aku katakan adalah, bahwa kau tidak pantas menyalahkan Lucius melihat di mana posisimu sekarang. Kau anak dari seorang pembunuh, Alicia. Bersyukurlah karena Lucius membawamu pergi dari manusia-manusia terkutuk itu lebih awal. Siapa tahu, kalau kau tinggal bersama mereka sampai sekarang, kau mungkin juga akan menjadi seperti mereka."

"He-hentikan! Aku tahu apa yang orangtuaku lakukan. Dan aku juga tahu alasan kenapa aku berada di sini. Kau tidak tahu apa saja yang telah aku lewati selama Lucius membawaku pergi. Dia---"

"Sekarang, apa kau sedang menjelaskan padaku bahwa rasa sakit yang kau rasakan lebih parah darinya?" tatapan Gabrielle menajam, mengurung Alicia dalam rasa takut dan bersalah. "Saudaraku membangun sebuah cottage di tengah perkebunan untuk Lucius menghabiskan sebagian besar waktunya. Dan pada malam itu, ketika Lucius kembali, rumah yang ia tinggali telah dilahap api. Kau pikir apa yang dirasakan Lucius saat melihat kedua orangtuanya dan adik tercintanya mati begitu saja di hadapannya tanpa dia bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan mereka?"

Alicia terisak tanpa suara.

Gabrielle menyeringai, namun ekspresinya membeku. "Saat bantuan datang, kau seharusnya melihat wajah bocah laki-laki itu, Alicia. Dia kehilangan keluarganya, tujuan hidupnya, dan segenap hati yang dia miliki. Aku membawanya tinggal bersamaku karena tidak satupun anggota keluarga kami yang mengharapkannya. Mereka hanya menangisi kepergian yang mati, dan mengutuknya karena hidup.

LIVING WITH THE DEVILWhere stories live. Discover now