Chapter 14 - Precious One (b)

27.1K 2.1K 50
                                    

Ketika terbangun dari pingsannya, Alicia menemukan dirinya sendiri bersandar di dada Lucius di atas pangkuannya di ruang makan. Para pelayan hilir mudik menyajikan sarapan mereka ke meja makan. Alicia terkesiap oleh rasa malu dan berjuang untuk lepas dari kungkungan pria itu.

Walau tidak menatap padanya, senyum Lucius dan eratnya pelukan lelaki itu pada tubuhnya menandakan bahwa dia menyadari kesadaran Alicia, tapi memutuskan untuk tidak menghiraukannya.

Apa aku boleh pergi?! Batin Alicia mengerang frustasi. "A-apakah aku boleh turun?" adalah tanya yang berhasil dia keluarkan walau dengan suara mencicit kecil, karena Alicia khawatir para pelayan akan mendengarnya. Namun sepertinya mereka sudah terlatih dengan sangat profesional sehingga mereka serempak tampak tidak terganggu oleh adegan tidak senonoh yang tuan mereka suguhkan, atau mungkin mereka sudah terbiasa? Alicia tidak ingin memikirkannya, terlebih ketika dia ingat bisik-bisik yang para pelayan lakukan di dapur semalam. Alicia sekarang tidak tahu itu hanya mimpi atau kejadian nyata.

"Tidak boleh," jawab Lucius dengan wajah datar.

Alicia kemudian menyerah.

Lucius mengubah posisi Alicia dalam pangkuannya sehingga Alicia duduk seolah Lucius adalah kursinya. Saat ini, Alicia merasa tidak berdaya dan kecil sekali dibanding tubuh Lucius yang tinggi dan kekar. Kedua tangan Lucius di sisi tubuh Alicia, memegang sendok dan garpu untuk sepiring makanan di hadapannya. Apakah mereka akan makan di piring yang sama?

Alicia melirik dua figur yang terbentuk pada mozaik jendela. Seorang gadis dan iblis yang memeluknya. Darah Alicia langsung berdesir deras, jantungnya berdetak semakin kencang, sekujur tubuhnya meremang. Sosok gadis dalam pelukan iblis itu terlihat semakin jelas dan jelas seperti dirinya.

Sentuhan lembut tangan Lucius pada rambutnya menyadarkan Alicia. "Ada yang mengganggu pikiranmu, Little Girl?"

Alicia memeluk lututnya semakin erat ke dada. Pada panggilan Lucius itu, Alicia merasa semakin kecil saja. Perasaannya sungguh kacau sekarang, Alicia tidak tahu harus bagaimana.

Pria di belakangnya tidak lagi mengelus kepalanya. Dan entah kenapa Alicia merasa kehilangan pada kenyamanan yang diakibatkan oleh sentuhan itu. Lucius kemudian mulai menyuapinya dengan makanan yang ada piring. Alicia ingin mengelak, namun cacing-cacing di perutnya berbunyi dengan cara yang sangat memalukan sehingga Alicia menerima saja suapan Lucius dengan wajah memerah seperti tomat. Lucius terkekeh di belakangnya.

"Sekarang aku baru menyadarinya, kau lebih ringan dari terakhir kali saat kau berada di pangkuanku."

Malam saat dia berada di pangkuan lelaki itu adalah ingatan terakhir yang ingin Alicia punya. Sekarang dia memikirkannya lagi dan merasa lebih buruk dari sebelumnya.

"Apakah kau tidak makan dengan baik saat aku tidak ada?" tanya Lucius.

Alicia tidak menjawabnya. Dia mustahil memberitahu Lucius bahwa ketika lelaki itu pergi, Alicia tidak pernah bisa berhenti memikirkannya. Seperti gadis bodoh! Alicia merutuki dirinya sendiri.

"Aku makan lebih banyak saat Tuan tidak ada," jawab Alicia berbohong. Dia terkesiap ketika tiba-tiba saja Lucius mendaratkan ciuman di tengkuknya dan mengendus sekitar belakang telinganya.

"Hm... aku mencium kebohongan dengan sangat jelas," gumam lelaki itu. sebelah tangannya menekan perut Alicia sehingga dia lebih leluasa mencium tengkuk gadis itu, yang kemudian berlanjut ke punggungnya.

Alicia menggigit bibirnya kuat-kuat ketika dia berpegangan pada lengan kekar Lucius. "Bu-bukankah kita... akan sarapan?" tanya Alicia terbata.

Lucius terkekeh kemudian menjauh. Dia menyesap anggur merahnya dan tersenyum lebar melihat punggung rapuh di hadapannya.

LIVING WITH THE DEVILWhere stories live. Discover now