15 - Suara-suara Elang

1.9K 299 0
                                    

Tiba-tiba si serigala menerjang vampir yang menusuk Sharley tersebut. Si serigala mencabik-cabik kulitnya, membuat vampir itu mengerang kesakitan. Terakhir, si serigala menancapkan cakarnya tepat di jantung Vampir. Vampir itu mati.

Setelah beberapa detik kemudian, mata hijau mengkilat si serigala beralih pada Sharley. Gadis itu tertunduk pasrah, kalaupun si serigala menerkamnya, dia tak bisa melakukan apapun.

Seluruh tubuhnya ngilu. Darah membanjir dari perutnya tanpa henti. Setiap inci tubuhnya merasakan denyut kesakitan, meski pada bagian itu tak terdapat luka.

Si serigala mendekati Sharley sambil menggeram. Tatapannya setengah membunuh setengah cemas. Sharley mengernyit melihatnya. Dua tatapan yang berlawanan, seolah ada dua jiwa di tubuh serigala putih itu.

Saat si serigala mendekatkan moncongnya ke wajah Sharley, Sharley menegang. Bau darah menusuk hidungnya. Taring-taringnya diselimuti air liur dan darah. Beberapa tetes darah dan air liur mengenai bajunya yang bersimbah darah.

"Apa ... yang akan kaulakukan?" bisiknya sambil menahan napas. Bohong kalau dia tak mual. Buktinya sekarang dia hampir muntah, tapi tertahan karena si serigala pasti akan marah.

Gggrrr

"Hoi, serigala jelek. Ke mari kau!" Ia melemparkan sebuah belati, yang berhasil dihindari oleh si serigala. Belati itu jatuh berdentang di sampingnya, bilahnya berkilat-kilat seperti baru diasah. Si serigala menoleh, lantas tanpa basa-basi, langsung menerjang Frank. Sharley menghembuskan napas panjang.

Kesadaran Sharley mulai menipis. Dia memegangi perutnya, merasakan sayatan belati yang begitu dalam. Kepalanya berdenyut menyakitkan.

Samar Sharley melihat vampir mendekati dirinya. Vampir itu berjongkok di sampingnya lantas menunjukkan taring. Mata vampir itu tak lepas dari sayatan belati di perutnya.

"Kumohon ... biarkan aku ... hidup," pintanya putus asa.

Vampir itu terkekeh. Ia mendorong kasar kepala Sharley sampai menabrak pohon. Gadis itu mengerang dan tak bisa memberontak saat vampir itu menjambak rambutnya.

"Kalau berani ... jangan sama perempuan dong," ledeknya.

Vampir itu mendengus. "Nah, sudah berani berbuat lancang ya, bocah? Memangnya apa yang bisa kaulakukan? Lihatlah, sekarang kau sangat lemah. Seperti kucing yang ketakutan dimangsa harimau." Dia terkekeh geli.

"Tapi bukankah kau vampir? Kau bukan manusia harimau," sergah Sharley.

Vampir itu menggeram, ia memamerkan taring dan mata yang berkilat marah. Sharley cukup tahu bahwa hidupnya takkan lama lagi. Dia sudah pasrah. Entah siapa yang akan menyelamatkannya atau tidak, dia tak peduli.

"Sepertinya kau ingin mempercepat kematianmu, bukan begitu?" 

Sharley tersenyum miring. Matanya makin mengabur tiap detik, sehingga dia tak bisa melihat vampir itu dengan jelas. Tangannya ingin sekali meremas perutnya tapi tertahan karena itu hanya akan membuat sakitnya tambah parah.

"Kau hanya bocah kecil yang malang. Tersesat di hutan ini dan akhirnya dihabisi oleh vampir. Aku bisa saja merubahmu menjadi Vampir seutuhnya, tapi tampaknya kekuatanmu menghalangi kami. Lagipula itu hak Frank."

"Itu berarti kau lemah. Kaubergantung pada Frank dan tak bisa bergerak semaumu. Kupikir, kautak bisa melawan Frank 'kan?" Sharley makin menghina vampir itu, tapi ya ... masa bodoh.

Vampir itu menggertak. Dia mendesis, memamerkan taringnya, berniat untuk menakut-nakuti Sharley. Namun karena mata Sharley yang memburam, dia tak tau hal itu. Yang dipikirkannya hanyalah sakit di sekujur tubuhnya ini. 

"Sepertinya aku tak bisa menahannya lagi. Kauterlalu menarik untuk para vampir, bocah. Darahmu pasti lezat. Persetan dengan Frank, dia selalu memerintahku sesuka hatinya." Vampir itu mendekatkan wajahnya ke leher Sharley.

Tubuh Sharley menegang. Dalam jarak sedekat ini, dia bisa merasakan seberapa besar sakit di lehernya yang harus dia terima.

Tetapi –

BUK!

Seseorang meninju wajah vampir itu. Dia berdiri tepat di depan Sharley, dan matanya tak pernah lepas memelototi vampir tersebut.

Yang bisa dilihat Sharley adalah tubuh yang atletis, rambut yang hitam sekelam malam, dan tatapan mata yang tajam.

"Pangeran .... "

Sharley sadar kalau pemuda itu adalah Asher. Asher hanya melirik Sharley sekilas.

"Bre**sek!" Vampir itu mengumpat.

Asher menarik sudut bibirnya, menimbulkan seringai khas miliknya.

"Kenapa? Kaget, huh? Jangan coba-coba menyentuh gadis itu," peringatnya. Vampir itu menyeka sudut bibirnya yang berdarah, akibat tinju Asher tadi.

"Memangnya kau siapa? Kekasihnya, heh?! Kalau begitu mati saja bersamanya!"

Asher menggertak, tak suka dengan kata 'kekasih'. Padahal Asher baru mengenal Sharley, dan itu tak berjalan mulus. Sekarang vampir itu seenak jidat menyebutnya kekasih Sharley. 

Tiba-tiba terdengar suara derap langkah kaki dari belakang. Begitu berbalik, Asher mendapati dua vampir di belakangnya. Dua vampir itulah yang mengikatnya tadi. Namun, beruntung Asher berhasil meloloskan diri.

Vampir tak sepintar itu ternyata, batin pemuda itu geli.

Dua vampir itu tak menyadari pergerakan Asher tadi. Mereka terlalu pongah dan percaya diri. Walaupun Asher tahu kalau kekuatannya melemah, tapi dua vampir yang kekuatannya jauh lebih besar pun tak menyadari pergerakannya.

Asher ganti menatap Sharley. Dia meringis melihat gadis itu bersimbah darah. Pakaiannya pun robek-robek. Asher tak bisa memastikan sampai kapan Sharley akan bertahan, tapi sepertinya takkan lama.

Dengan cekatan Asher membuat barier di sekeliling Sharley. Gadis bersurai cokelat itu mungkin menyadarinya, tapi dia memilih tak peduli. Sakit di sekujur tubuh Sharley sangat menyiksanya.

"Hanya ini yang bisa kulakukan."

Asher berlalu pergi. Dia bertarung dengan ketiga Vampir. Sharley tersenyum tipis, nyaris tak terlihat. Bibirnya yang terkantup perlahan terbuka. Dan dia pun menggumankan sesuatu.

Setidaknya, Pangeran masih peduli denganku. Kupikir dia akan meninggalkanku. Mungkin saat aku baikan nanti, aku akan berterima kasih dengannya. Itupun kalau aku masih hidup.

Kesadaran Sharley makin menipis. Tapi gadis itu berusaha untuk tetap tersadar. Sharley menggunakan sihirnya, berniat menyembuhkan sakit di kepalanya terlebih dahulu.

Tapi dia tak bisa berkonsentrasi. Sehingga kekuatannya tak muncul. Di saat tubuhmu sangat sakit, mana bisa kau konsentrasi? Ditambah pertarungan tepat di depan matamu.

Perlahan tubuh Sharley luruh. Yang mukanya bersandar pada pohon kini telentang di tanah. Tidak ada vampir yang berusaha menghancurkan bariernya. Mereka disibukkan oleh Asher dan si serigala.

Baik Asher maupun si serigala bertarung mati-matian. Mereka seolah mengalihkan perhatian para vampir ke mereka saja. Sehingga para vampir tak menganggu Sharley.

Samar Sharley mendengar suara elang dari kejauhan. Suaranya tak hanya satu, tapi bersusul-susulan. Akibat suara elang tersebut, banyak penghuni hutan yang meringkuk ketakutan di sarang mereka.

Pertarungan berhenti sejenak. Asher menengadah ke langit, matanya berusaha mencari elang-elang itu. Suara elang memekakkan telinganya. Asher berharap ini bukan elang Persee. Kalaupun iya, bisa tambah kacau situasinya.

"Sial, itu 'kan suara ...," guman Carilla.

Para vampir berwaspada, seolah mereka pernah mendengar suara elang itu. Seolah itu adalah ancaman mereka.

Sementara Sharley sudah tak sanggup menahan kesadarannya lagi. Matanya perlahan tertutup, meninggalkan kesadarannya. Napasnya memelan seiring waktu, dan dalam hitungan detik mungkin dia tak sanggup bernapas lagi.

Suara terakhir yang didengarnya hanyalah suara-suara elang itu. Dan setelah itu ... dia pingsan.

🍀🍀🍀

Sorry pendek :v

The Eternal Country (1) : Lost In A Foreign Land (√)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ