36 - Larrence, Jangan Pergi!

1.2K 225 2
                                    

Gadis bernetra cokelat itu susah payah menghembuskan napasnya. Seolah ada tali yang mencekik lehernya teramat kuat. Dia menatap tak percaya pada Larrence yang tergeletak tanpa bergerak. Mata kelabunya memandang Sharley dengan menyipit.

Entah kenapa, Sharley bisa mengetahui denyut nadi Larrence yang melemah, suara itu bergema di rongga telinganya. Tubuhnya yang kesakitan menjadi pengiring dari kecemasannya, tapi dia tak bisa merintih atau apapun. Dia hanya terdiam, menatap Larrence.

Larrence tersenyum tipis, lantas menutup matanya. Tak ada hembusan napas lagi dari hidungnya, tak ada gerakan naik-turun dada yang menunjukkan ia masih hidup. Wajah sang pimpinan lebih pucat, tak menandakan ada kehidupan di sana.

Zephran berlari ke Larrence. Dia mengguncang-guncangkan tubuh rekannya dengan panik, tapi Larrence tak memberi respon apapun. Anak buah Larrence pun juga syok, sejenak melupakan ada Deante di hadapan mereka yang menjadi pembunuh dari rekan mereka terdahulu.

Sharley mengalihkan pandangannya. Dia tidak kuat melihat sang pimpinan terlalu lama. Dia tak sengaja bertemu pandang dengan Asher, yang memandangnya percampuran cemas dan kaget.

"Larrence, bangun! Kau tak mungkin meninggalkan anak buahmu seperti ini. Kau sudah lama bertahan, kau tak bisa mati begini." Zephran berteriak, dia merangkul tubuh Larrence dengan erat. Penyihir itu adalah teman terdekat Larrence, jadi wajar saja kalau dia bereaksi seperti itu.

Setetes air mata jatuh ke pipi Zephran, tapi hanya itu. Setelahnya tak ada air mata. Bahunya naik-turun, pertanda dia tengah mengendalikan tangisannya.

Anak buah Larrence terlihat sedih bercampur marah. Elora telah menangis, dia bersandar pada seorang lelaki berambut merah gelap di sampingnya. Kebayakan lelaki Werewolf tidak menangis, tapi ada juga beberapa yang tersedu-sedu sambil menutup wajah mereka. Wajah Cliff sekeras baja, tampak sekali dia marah.

Kawanan serigala Gunung Wintergrass telah kehilangan pimpinannya. Dan itu karena Sharley.

Sharley menelan kenyataan tersebut. Dia menyalahkan dirinya sendiri, hatinya terasa disayat sembilu. Belum dua puluh empat jam dia bersama Larrence, tapi sekarang pria itu mengorbankan dirinya untuk melindungi seorang Mezcla lemah seperti dia.

Sharley merasa air mata mengalir di pipinya, tak cukup deras. Dia berusaha menahan tangisannya dengan menggigit bibir. Kepalanya seperti dihantam satu batu besar, membuatnya remuk seketika. Gejolak rasa bersalah memenuhi dirinya, lebih menyakitkan dibanding luka di paha dan perutnya.

"Lihat, Mezcla, dia mengorbankan dirinya untuk melindungimu. Dan apa yang kau lakukan? Kauhanya diam di sini, tak sanggup melakukan apapun," kata Deante yang makin mengobarkan rasa bersalah Sharley.

"Dia telah mati demi melindungimu. Betapa mulianya," lanjutnya. Sharley menutup kedua telinganya, menolak mendengar ucapan Deante. Namun sejauh apapun dia berusaha, indranya yang menajam tak mau menurutinya. Dia tetap bisa mendengarkan suara Deante, suara segukan Zephran, sumpah serapah Cliff, dan berbagai suara lainnya. Bahkan jangkrik yang menonton dari kejauhan.

"Tidak ada yang bisa hidup setelah menerima bola api merah," bisik seorang werewolf dari kejauhan sana. Sharley tak dapat memastikan.

"Hentikan!"

Sang Undead justru menambah parah. "Kaumemang payah. Kau membiarkan orang lain mengorbankan nyawanya demi dirimu dan kau tak bisa melakukan apapun untuk membalasnya. Bukankah ini yang kauinginkan, Mezcla? Kauingin mereka melindungimu dan membuat mereka mati karenanya. Kauingin memanfaatkan mereka."

Darah di dalam tubuh Sharley seketika memanas. Otot-ototnya menonjol dan bukan di bawah perintahnya. Dia dikendalikan oleh amarah dan kesedihannya. Emosi Sharley lebih mengendalikan dirinya, dibanding dia yang mengendalikan emosi.

The Eternal Country (1) : Lost In A Foreign Land (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang