48 - Kenangan Asher Dengan Lucas

1.3K 219 1
                                    

Asher mendengar sayup-sayup suara percakapan Sharley dan Cleon di luar tenda. Dia hanya berhasil tidur tak lebih dari satu jam, lantas terbangun karena mimpi buruk. Dia terengah-engah, keringat membasahi wajahnya.

Dia menutup muka dengan kedua tangan, berusaha meredakan degub kencang jantungnya. Perban yang melilit sepanjang di bagian tulang iga dia abaikan. Rasa sakitnya telah tersamar akibat sihir penyembuhan dan dia beruntung luka tusukannya tidak terlalu dalam.

Asher bergeming, matanya sayu menatap ke bawah. Samar suara percakapan Sharley dan Cleon memudar di telinganya. Dia mendengar suara Cleon yang meminta Sharley beristirahat di tenda, lantas mereka saling mengucapkan selamat malam.

Asher menyeringai tanpa sadar. Dia tak pernah mendapat perlakuan seperti itu sejak lama, tak ada yang mengucapkan selamat malam padanya dan hanya mendapat beberapa ucapan selamat pagi.

Dia berbaring lagi. Hubungannya dengan sang kakak terlalu rumit, tak sesederhana kelihatannya. Dia selalu ingat senyum Albarez, candaannya, dan saat Albarez merangsek masuk tanpa izin ke kamarnya.

Albarez hangat, tak seperti dia yang dingin. Dia selalu menutup diri dari siapapun, termasuk keluarga Adalvino. Asher tak menaruh peduli, tapi dia selalu memperhatikan. Dia bisa saja menaruh peduli pada orang lain, tapi dia takut.

Asher takut kejadian itu terulang lagi.

Dia menutup mata, membiarkan kenangan masa kecil membanjiri pikirannya bak air bah. Rasa sesak kembali merongrong dadanya. Sakit tapi tak berdarah. Sesuatu yang kerap kali dia rasakan.

Flashback

Saat itu, Asher masih berusia enam tahun. Dia merupakan anak kecil yang sangat menggemaskan. Dia gemar menebar senyum dan tawa. Dan dia hiperaktif, lebih parah dibanding Albarez. Asher juga nakal dan jahil. Para pelayan dan prajurit sudah terbiasa menjadi korban kejahilan putra kedua Lunelien itu, tapi tak jarang mereka kebakaran jenggot karena ulah Asher.

Hari Selasa di musim semi, dia menyelinap keluar dari istana. Seharusnya ini waktunya dia belajar filsafat dari guru privatnya, tapi dia tak menyukai guru itu. Guru itu merupakan wanita bangsawan yang sangat cerewet.

Asher kecil selalu menggerutu dalam hati saat guru itu ingin memperkenalkan putrinya pada Asher. Asher jelas tak menyukainya, karena dia cukup pintar untuk mengetahui bahwa maksud terselubung guru itu menginginkan putrinya bisa akrab, lalu saling cinta, dan menjadi istrinya di masa depan nanti.

Asher melewati para penjaga istana dengan mudahnya. Dia memanjat pohon, melompat pagar, lalu berlari menjauh dari istana. Para penjaga tak mengetahuinya karena dia menggunakan batu sihir yang bisa membuatnya transparan. Dia mencurinya dari sang ayah, ngomong-ngomong.

Dia menyusuri kota Haresna dengan riang. Tak ada siapapun yang tahu kalau dia seorang pangeran karena ayahnya belum berniat menunjukkan wajahnya di hadapan warga. Dia membeli beberapa makanan, tak memedulikan tatapan orang-orang yang memandangnya aneh.

Ketika tengah berjalan-jalan, Asher tak sengaja menemukan seorang anak yang menangis di pinggir jalan. Anak itu sendirian.

Asher menghampirinya. Anak itu usianya mungkin setara dengannya, tapi dia lebih pendek satu inci. Anak itu memiliki rambut perak gelap dan iris mata amentys. Dia memberanikan diri bertanya pada anak lelaki itu.

"Hai, kenapa kau menangis?"

Anak itu mendongak. Kelopaknya dipenuhi bulir air mata, hidung memerah, dan sesegukan. Asher tak tahu caranya menenangkan anak yang tengah menangis, jadi dia hanya terpaku diam.

The Eternal Country (1) : Lost In A Foreign Land (√)Where stories live. Discover now