58 - Papa Telah Dilucuti

1.3K 235 16
                                    

Sharley merindukan pelukan seorang ayah. Dia berpikir kalau takkan bisa mendapatkannya lagi setelah sekian lama. Jeremis tak pernah memeluknya dengan kehangatan seorang ayah, hanya pelukan kaku seolah Sharley memeluk patung.

Hogu? Oh, tidak. Pamannya itu jarang sekali memeluk Sharley dan Sharley pun terlalu malu untuk memintanya. Hogu sebenarnya pria yang hangat, tapi dia selalu disibukkan oleh pekerjaan. Dalam sehari, Hogu hanya berada di rumah sekali. Itu paling banter ketika dia tidak cuti. Sharley kecil waktu itu malu untuk minta dipeluk meskipun dia ingin.

Dan sekarang, dia berada di pelukan ayahnya. Rezvon Clarrie Alerian, ayah kandungnya. Rasanya mirip seperti di bawah cahaya matahari pagi nan sejuk dan hangat. Sharley terlena, dia menghirup aroma ayahnya yang berupa cendana dan hutan. Aroma yang aneh, tapi Sharley suka. Kesannya seperti Rezvon menyukai alam.

Mereka tetap dalam posisi pelukan itu sampai tiga menit kemudian. Tangisan Sharley mereda menjadi segukan dan dia suka saat Rezvon mengelus rambutnya. Sharley takkan melupakan sensasi itu sampai kapanpun.

Dialah yang pertama kali menarik diri dari pelukan. Pipinya lengket karena air mata, lantas Rezvon membersihkan bekas tangisannya dengan elusan. Sharley terus memandangi ayahnya, diam-diam kagum dengan mata langka berwarna ungu tersebut.

"Ini betulan bukan sihir ilusi 'kan?" katanya. Rezvon merengut, mencubit kedua sisi pipi Sharley. Tidak sakit, tapi Sharley berpura-pura mengaduh. Dia bahkan tak tahu kenapa harus berpura-pura.

"Apa aku kelihatan seperti ilusi semata?" balas Rezvon. Dia membawa Sharley berdiri. Asher dan Cleon berada di belakang mereka, memperhatikan dengan bengong. Asher tampak tak yakin kalau orang yang dilihatnya adalah Raja Rezvon, sementara Cleon tampak tak sabar dan matanya senantiasa melirik kristal.

Sharley menyadari gerak-gerik aneh Cleon, tapi tak sempat menanyakannya. "Tidak, aku tahu kalau ini adalah Ayah betulan."

"Bagus kalau begitu, karena aku akan merasa sangat sakit hati. Ngomong-ngomong, aku lebih suka kau memanggilku Papa. Dulu saat masih bayi, sebelum penyerangan, aku selalu berharap kau memanggilku Papa."

Sharley menurunkan senyum. Penyerangan, dia pernah mendengar itu dua kali. Dia sangat penasaran dengan penyerangan yang dimaksud dan sekarang waktunya untuk memberondong Rezvon dengan berbagai pertanyaan. Ada banyak misteri yang belum tersingkap.

"Baiklah, ehm, Papa?" katanya. Mata ungu Rezvon berbinar-binar. "Ya, ucapkan itu sekali lagi!" balasnya girang. Sharley tertawa. "Papa!"

Rezvon memeluknya sekali lagi sembari mengacak-acak rambutnya. Dugaan Sharley tentang Papanya yang galak nan tegas segera terpupus. Rezvon sosok yang hangat dan penuh kasih sayang. Dia bukan tipe ayah garang yang sanggup merotan Sharley kapan saja jika melakukan kesalahan.

Rezvon mencium pipinya dengan penuh kasih sayang, Sharley tertawa dalam hati. Dia meremas tangan Rezvon karena bahagia.

Rezvon memandang Asher dan Cleon. Dia tersenyum lebar, ramah. Satu tangannya mendekap Sharley, satunya di sisi tubuh. Asher yang awalnya cuma bengong saja akhirnya tersadar.

"Yang Mulia Raja Rezvon," katanya sembari membungkukkan badan sembilan puluh derajat. Dia meyikut Cleon dan lelaki itupun mengikuti gerakan Asher dengan sempurna. Mau bagaimanapun, Cleon berasal dari keluarga bangsawan. Dia tahu betul tata krama –– yang sudah diajarkan sejak usia enam tahun.

"Kawan-kawan Sharley. Senang bertemu kalian," kata Rezvon.

Asher mengangguk takzim, tubuhnya berdiri tegap. Posisi Rezvon berada di atasnya, dia harus betul-betul menghormatinya. Tak peduli kalau Rezvon mantan raja dan ayah kandung temannya. Tata krama, nomor satu. "Saya juga senang bertemu dengan Anda, Baginda."

The Eternal Country (1) : Lost In A Foreign Land (√)Where stories live. Discover now