34 - Kepercayaan

1.4K 237 3
                                    

Gadis berambut cokelat itu merapatkan tubuhnya di bawah selimut. Bukan gigil dingin yang menggangunya, tapi ada hal lain. Dia menengadah ke langit ruangan, menatap atapnya yang terbuat dari kayu. Suara desir angin terdengar di telinganya, disusul jatuhnya butiran-butiran salju.

Kamar ini tidaklah sebesar kamarnya, tapi sama-sama nyaman. Dia merasa seperti di rumah sendiri. Kamarnya di salah satu paviliun memanglah berbeda dan bersih, tapi ada sensasi aneh dan janggal karena kamar itu dua kali lebih besar dibanding kamarnya. Dia tak terlalu menyukai hal-hal yang berbau mewah.

Sharley menyibakkan selimut. Dia beranjak duduk, lantas memeluk kakinya dan membenamkan kepalanya di sana. Dia tak bisa tenang, tidak di saat pikirannya campur aduk. Sharley tak tahu caranya menghadapi Undead. Makhluk itu walaupun hanya berjumlah dua, tapi kekuatannya teramat besar.

Undead baru salah satunya. Masih ada dua lagi, batin Sharley. Jiwa penakut Sharley seketika berkobar-kobar, disertai dengan pesimis yang tak kalah kobarannya. Dia menggelengkan kepala, berusaha mengeluarkan pemikiran tersebut dari kepalanya.

Benar kalau Sharley takut, tapi dia juga tak bisa mundur. Semua sudah telanjur berjalan, dan dia bukanlah pengecut.

Selain tentang Undead, ada hal lain yang merangsang di pikirannya. Sejak tadi, dia memikirkannya. Sharley mengedarkan pandangan ke seisi kamar, lalu berhenti di jendela yang ada di pojok kamar. Dengan bertelanjang kaki, Sharley berjalan ke sana.

Di balik jendela, dia bisa melihat tiga manusia serigala yang tengah berjaga di depan rumah. Salju mengotori mantel mereka, tapi tak dipedulikan sama sekali. Lentera tergantung di salah satu cabang dahan pohon, membuat terang sekitar.

Dia menengadah, memandang langit yang tertutupi awan tebal. Dia tak bisa melihat ada bulan ataupun bintang di sana. Langit seolah mendukung suasana hatinya yang sama-sama muram.

Sharley menopang dagu dengan tangan kirinya. Kejadian tadi berputar dalam pikirannya seperti air yang mengalir tenang.

Flashback

Zephran, Asher, Cleon, dan Larrance telah mencapai daun pintu. Cleon yang keluar pertama kali, disusul dengan Zephran lantas Asher. Sharley masih duduk di sofanya, tangannya mencengkeram celana dengan gugup.

Saat Larrance menyentuh kenop pintu, dia menoleh ke belakang. Alisnya naik karena melihat Sharley yang masih bergeming di sofanya. "Sharley, apa kautidak mau keluar?" tanyanya.

Sharley menengadah dengan kaget, seolah tak menyadari ada orang lain di sana. Dari balik pintu, muncullah kepala Cleon. Hanya kepalanya. Sepupunya itu mengernyit padanya. "Kenapa kaumasih berdiam di situ?"

Sharley tak langsung menjawab, tapi dia menatap Cleon dan memberi isyarat mata 'tinggalkan kami. Ada yang harus kuurus.'. Cleon yang mengerti isyarat itupun menganggukan kepala paham. Berbeda dengan Larrance yang tak mengerti isyarat Sharley.

"Baiklah, kalau begitu maumu. Jangan lama-lama, ya?" Sharley mengernyit karena kalimat terakhir Cleon, tapi bahkan sebelum dia menjawab, Cleon sudah menghilang dari balik pintu.

Larrance dan Sharley saling pandang beberapa detik kemudian, tanpa ada bahan pembicaraan. Mulut Sharley seolah terkunci, tak bisa mengeluarkan suara sama sekali. "Ada apa, Sharley?" tanya Larrance.

Butuh beberapa detik bagi gadis itu untuk bisa membuka mulutnya. "Yah, aku ingin bertanya sesuatu.". Larrance tersenyum sambil menjawab, "Silakan."

"Kalau kau membenci Mezcla, kenapa kau tidak membunuhku saat ini?" Suara lirih Sharley memenuhi gendang telinganya. Mereka tetap dalam posisi berdiri untuk waktu yang lama, tapi Sharley tak merasakan kakinya kebas atau apapun.

The Eternal Country (1) : Lost In A Foreign Land (√)Where stories live. Discover now