WIR 19 Spesial (1)

95 15 1
                                    

Taeyeon - Time Lapse 🎶

"It's still the same"

***

Im Hyun Sik

Ini hari minggu. Minggu ini terasa seperti  minggu-minggu sebelumnya. Langit tetap biru, udara tetap panas, dan waktu tetap akan berjalan. Semua hal terasa sama, tidak ada yang berbeda.

Terkadang manusia pasti merasa jenuh akan hidup yang terlihat tidak ada perubahan, tetapi manusia juga pasti akan mengeluh jika hidup terus berubah. Bukankah manusia tidak pernah merasa cukup? Ah, aku pun terkadang seperti itu.

Banyak hal yang membuatku sedikit demi sedikit untuk berubah menjadi manusia yang lebih berguna. Tuhan akan marah jika kita menjadi manusia yang tidak baik. Hal itu selalu dikatakan Appa.

Salah satu orang yang berhasil menuntunku kepada hal-hal yang lebih baik adalah Hani. Aku tidak bisa hanya menyebutnya orang yang baik, karena dia lebih dari sekedar orang yang baik. Tidak akan pernah ada habisnya jika aku memuji Hani, karena terlalu banyak hal baik yang ada pada dirinya.

Aku selalu bersyukur dapat bertemu dan menjadi orang yang dicintainya. Terkadang aku berpikir tidak pantas menjadi kekasihnya, tetapi aku selalu berusaha menjadi kekasih yang baik dan selalu melindunginya.

Melindungi? Ah, aku gagal dalam hal itu. Penyesalanku ini tidak akan pernah hilang. Seberapa keras pun aku mencoba, tetap tidak akan pernah bisa. Mengikhlaskan seseorang yang sangat berarti bagi kita tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Benar-benar merelakan hal itu akan terasa sangat sulit.

Hani masih selalu ada di dalam mimpiku. Aku tahu dia tidak akan pernah pergi jauh. Dia pasti selalu memperhatikanku, walaupun kita berada di dunia yang lain.

Ukiran foto berukuran sedang terpasang indah di deretan foto-foto yang lain. Aku memutuskan untuk mengunjunginya di hari libur ini. Tidak ada tempat tujuan lain jika aku sedang berlibur.

"Annyeong."

Ah, kenapa aku jadi kaku seperti ini? Kalimat pertama yang aku ucapkan seperti tidak natural. Hani pasti akan menertawakanku karena aku terlihat kaku.

"Oraeman, Hani-ah." Kalimat kedua yang tidak terlalu buruk.

Kepalaku tertunduk ke bawah. Tiba-tiba dadaku terasa sesak. Sebelum datang ke sini aku sudah berjanji tidak akan menunjukkan wajah sedihku, apalagi menangis. Hani tidak suka melihatku menangis.

"Mianhe. Aku tidak bisa menemuimu lebih sering. Restoran benar-benar sedang berkembang," ujarku.

Kenapa rasanya otakku berhenti. Aku tidak bisa memikirkan kalimat apa yang akan aku utarakan. Seolah-olah semua organku membeku dengan sendirinya.

Mataku sejak tadi tidak bisa beralih pada fotonya yang sedang tersenyum. Hanya dengan melihatnya saja aku bisa merasakan betapa bahagianya Hani saat itu. Setiap kebahagiaan yang terpancar pada Hani akan membuatku ikut bahagia.

"Jaljinaeseo? Aku baik-baik saja di sini. Selagi masih ada teman-teman, aku akan baik-baik saja."

"Hani-ah, mianhe. Jinjja mianhe."

"Aku tidak tahu kenapa kau mendaftarkanku di acara itu. Aku tahu itu impianmu yang belum terwujud. Keundae....."

Aku berusaha menahan air mataku yang akan jatuh. Aku tidak boleh menangis. Tidak akan ada air mata lagi yang aku keluarkan untuk Hani.

"Keundae, aku tidak bisa melakukannya. Ini terlalu sulit untukku. Aku bukan seorang pianis lagi."

"Kau jangan merasa sedih atau merasa bersalah. Aku memutuskan untuk berhenti bukan karena kejadian itu. Aku memang tidak ingin bermain alat musik lagi, seperti keinginan Eomma."

비가 내리면 || When It RainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang