PROLOG : Yook Sung Jae

261 21 3
                                    

"Seperti kebohongan, seperti kebetulan."

•••

Nafasku tersedat-sendat. Arlojiku bergerak di angka 3 sore. Sudah berapa lama aku pergi? Aku sampai lupa waktu hanya untuk menemani Nam Joo belanja.

"Kalau kau punya mobil, mungkin aku tidak akan kepanasan begini," ujarnya menghentakkan kaki.

"Aku akan punya mobil saat mendapatkan hadiah undian," jawabku dengan kekehan. Dia menatapku dengan sinis.

"Jangan mengharapkan undian lagi. Lebih baik kau keluar dari restoran butut itu dan mulai bekerja jadi model," ujarnya.

"Shirreo. Pekerjaan model hanya akan membuatku cepat tua. Kau mau kekasihmu terlihat lebih tua dari usianya?"

"Asal kau banyak uang aku tidak masalah!"

Dia pergi lebih dulu dariku. Kenapa semua wanita menginginkan uang? Ah, aniyo. Maksudku mengutamakan uang. Apakah uang segalanya? Aku bahkan tidak pernah tertarik dengan uang selain untuk makan dan membahagiakan kucingku, Sami.

"Kau akan pulang? Biar aku antar."

Nam Joo hanya diam saja. Sepertinya dia marah padaku. Sejak tadi dia tidak mengeluarkan suaranya. Lagi-lagi bertengkar karena uang.

"Aku akan kaya di masa depan," ujarku membujuknya. Dia berhenti berjalan dan menatapku. Tatapannya sangat mengerikan.

"Berapa kali kau mengatakan akan kaya? Kau hanya bekerja di restoran itu seumur hidupmu!" ujarnya berteriak. Aku menatapnya dengan sendu.

"Apa uang segalanya untukmu? Cinta itu berbicara tentang kasih sayang, bukan uang. Kau memang akan bahagia dengan uang tapi itu tidak akan bertahan lama," ujarku.

Nam Joo tertawa sejenak. Dia pikir aku sedang bercanda? Aku sudah muak melihat sikapnya yang sangat terobsesi dengan uang. Nam Joo harus sadar, uang hanya akan merampas dirinya sendiri.

"Apa yang kau tau tentang cinta? Apa yang kau tau tentang uang? Dunia ini kejam, Sung Jae-ah! Kau hanya akan mati jika tidak mempunyai uang! Semua orang akan menjatuhkanmu!"

"Jadi begitu? Lalu kenapa kau mau pacaran denganku? Aku orang miskin, aku sebatang kara, dan aku tidak pernah memanjakanmu dengan uang. Kenapa kau bertahan denganku?" nafasku menggebu. Aku mencoba menahan semuanya, tapi kali ini aku tidak bisa melakukannya lagi. Dia harus tau apa yang selama ini aku pendam.

"Aku mencoba untuk bertahan. Aku mencoba untuk percaya pada semua janji-janjimu, tapi ku rasa selamanya kau akan seperti ini. Kau akan tetap bekerja di tempat menjijikkan itu sampai kau mati."

"Ne. Aku akan tetap di sana seumur hidupku. Aku mendapatkan kasih sayang di sana dan aku tidak akan menemukannya di tempat lain. Walaupun hanya dengan sedikit uang, aku bahagia."

Nam Joo menghembuskan nafas dengan berat. Dia sepertinya sangat terobsesi dengan uang. Aku tidak mengerti lagi dengan sikap kekasihku. Ternyata selama satu tahun ini aku berpacaran dengan orang semacam ini. Aku baru sadar bahwa aku terlalu dibutakan oleh cinta.

"Keurae. Kita putus saja. Kau berhak mendapatkan pria kaya di luaran sana," ujarku.

"Arraseo. Aku harap kau segera sadar akan betapa pentingnya uang di dunia ini."

Nam Joo membawa semua belanjaannya. Dia berjalan sendirian menuju rumahnya. Aku tidak berhak mengantarnya lagi karena aku bukan siapa-siapanya. Biarkan dia terus mencari pria kaya.

"Uang? Omong kosong. Aku hanya akan gila jika terus memikirkan uang."

Aku berbalik arah dan kembali ke restoran. Dengan terpaksa aku pulang jalan kaki karena semua uangku habis untuk Nam Joo. Seharusnya dia mengembalikan semua barang yang telah ku berikan untuknya. Dengan begitu aku tidak merasa dimanfaatkan olehnya.

Aish! Kenapa sekarang justru hujan? Pakaianku sudah basah karena terkena hujan yang turun secara tiba-tiba. Aku sedang patah hati kenapa justru turun hujan.

"Aku benci hujan."

•••

비가 내리면 || When It RainsDonde viven las historias. Descúbrelo ahora