WIR 24

94 9 0
                                    

Im Hyun Sik

Hari berganti siang, siang berganti malam. Eun Kwang dan Sung Jae tidak juga terlihat. Mereka belum pulang ke rumah ataupun ke restoran sejak pagi. Sebenarnya apa yang mereka lakukan?

"Bagaimana? Mereka bisa dihubungi?" tanyaku pada Chang Sub.

"Aniyo. Ponselnya dimatikan," jawabnya.

Aku mendesah pelan. Apa mungkin mereka sedang merencanakan sesuatu? Keundae, tidak ada yang ulang tahun hari ini, tidak ada juga hari penting.

"Hyun Sik-ah, yeoja-"

Aku menoleh ke belakang sebelum Chang Sub selesai bicara. Wanita itu lagi. Kenapa dia datang lagi. Bukankah terakhir kali kita bertemu sudah aku katakan jangan datang lagi? Aish!

"Hyung, aku titip restoran sebentar," bisikku.

Aku mendekati wanita itu dan mengajaknya untuk berbicara di luar. Chang Sub bisa saja mendengar pembicaraan kami dan aku tidak mau teman-temanku tahu.

"Kenapa kau datang lagi?" tanyaku dengan suara pelan.

Dia menundukkan kepalanya sejenak. Terlihat sekali wanita itu sedang gelisah. Aku tidak berbicara dengan nada marah, kenapa harus gelisah?

"Mianheyo. Aku kembali datang karena ingin meminta bantuan," ujarnya.

Bantuan?

Dia terdiam sejenak. "Dowajuseo."

"Ne?" aku sampai terkejut. Apa baru saja aku salah dengar? Kenapa tiba-tiba dia meminta bantuan padaku?

"Tolong bantu aku bermain piano," ujarnya. Kedua tangan mungilnya membentuk sebuah permohonan yang biasa dilakukan orang-orang.

"Mianheyo. Aku bukan seorang pelatih," jawabku.

"Maldo andwe. Cho Rong eonni memberitahu padaku bahwa dulu kau seorang pelatih," sanggahnya.

Nuna? Aigo! Bagaimana bisa dia menceritakan hal semacam ini pada karyawannya? Apa mereka sering membicarakanku diam-diam?

"Ne. Dulu memang aku seorang pelatih, tapi itu sudah sangat lama. Aku tidak lagi bisa bermain piano, bagaimana mungkin aku menjadi pelatih," jelasku.

"Jinjjayo?" Nada suaranya melemah. Apa dia sedang putus asa?

"Pelatih piano tersebar luas di Seoul. Kau bisa mencari mereka," kataku.

Dia menundukkan kepala. Kenapa sifatnya sama persis dengan Ha Ni? Ketika dia bersedih atau putus asa selalu menundukkan kepala. Wanita ini membuatku teringat padanya.

"Baiklah. Terima kasih. Ah, maaf sudah mengganggu pekerjaanmu," katanya.

Dia menundukkan kepala lalu hendak pergi. Entah kenapa tanganku menahannya untuk pergi. Seperti ada pergerakan sendiri dari dalam diri.

Dia tampak kebingungan. Aku pun juga sama bingungnya. Kenapa aku menahannya pergi? Bukankah beberapa menit yang lalu aku menolak bantuannya?

"Hm..."

"Aku bukan seorang pelatih profesional, gwenchana?" tanyaku.

Matanya berbinar. Ada setitik senyuman di sudut bibirnya.

"Gwenchana. Kau benar-benar mau membantuku? Jeongmal?"

Aku mengangguk. "Ne."

"Kamsahamnida. Jinjjayo. Aku akan belajar dengan keras!"

Aku mengangguk pelan. Dia benar-benar sangat ingin belajar piano. Kenapa perlu repot-repot untuk mengikuti acara itu jika dia tidak bisa bermain piano?

비가 내리면 || When It RainsOnde as histórias ganham vida. Descobre agora