WIR 08

187 21 4
                                    

Lee Chang Sub

Aku, Hyun Sik, dan Eun Kwang terdiam di meja. Di hadapan kami ada beberapa foto pelakunya. Berkali-kali aku mencoba mengingat wajah mereka tetapi nyatanya aku memang tidak mengenal mereka.

"Tidak ada yang mengenal brengsek ini?" tanyaku.

"Ani. Aku punya ingatan yang kuat saat melihat orang yang ku kenal. Orang-orang ini bahkan tidak pernah datang ke restoran," jawab Hyun Sik.

"Keurae. Pakaian mereka tampak seperti bukan penjahat. Memakai jas, dasi, sepatu formal dan topi. Apa sebenarnya mereka ini?" pikir Eun Kwang.

"Lalu apa yang harus kita lakukan? Mungkin saja polisi akan membawa masalah ini lebih jauh lagi. Kita tidak punya uang untuk menyewa pengacara," kataku.

Aku merasa frustasi saat ini. Orang yang melaporkan masalah ini tidak membantuku sama sekali. Justru membuat masalahku semakin bertumpuk.

"Katakan saja pada polisi kita melupakan masalah ini," ujar Hyun Sik memberi solusi.

"Arraseo. Jika mereka datang lagi aku akan mengatakan pada mereka," jawab Eun Kwang.

Pikiranku benar-benar bertumpuk seperti pakaian kotor. Tidak tau yang mana harus aku selesaikan terlebih dahulu. Masalah datang terus menerus tetapi aku sama sekali tidak melakukan apapun.

"Kau sudah mendapat pekerjaan?" tanya Eun Kwang. Aku menggeleng lemah.

"Sepertinya hidup kita akan lebih sulit dari sebelumnya," gumam Hyun Sik.

Aku menghela nafas dengan berat. Dadaku terasa sesak sekali. Lama-lama aku akan mati karena masalahku sendiri. Orang gila pun menjadi gila karena masalah mereka yang begitu banyak.

"Di mana Sung Jae?" tanyaku.

"Molla. Saat aku bangun dia sudah tidak ada di kamarnya. Mungkin saja dia mencari pekerjaan."

Anak itu tidak pernah menyerah. Ketika semua orang terpuruk, justru dia akan berdiri paling awal dan menyemangati yang lain. Dia hanya seorang Namja yang hidup sebatang kara, tetapi dia masih semangat dengan hidupnya. Kenapa aku bisa kalah dengan Sung Jae? Aku masih mempunyai Eomma untuk menjadi tempatku bercerita, juga ada adikku yang selalu mengirim ungkapan semangat.

"Aku berencana membangun kembali restoran. Apa menurut kalian tidak masalah?" tanya Eun Kwang.

Aku dan Hyun Sik saling pandang. Rencana gila apalagi ini? Dari mana kita mendapatkan uang untuk membangun sesuatu yang sudah hancur.

"Aku punya sedikit tabungan. Kita bisa mengumpulkan tabungan yang kita punya lalu meminjam di bank jika masih kurang," jelas Eun Kwang.

"Jinjja? Hyung, meminjam ke bank hanya akan membunuh kita sendiri. Aku tidak mau berurusan dengan mereka," tolakku.

"Belum lagi bunganya sangat besar. Apa kau yakin restoran akan berjalan lancar setelah insiden itu?" sambung Hyun Sik.

Eun Kwang terdiam. Sepertinya dia sependapat dengan aku dan Hyun Sik. Lagi dan lagi kendalanya ada pada uang.

"Apa kali ini kita akan mati kelaparan? Jinjja!"

•••

Im Hyun Sik

Aku berdiri di tengah-tengah keramaian. Mengamati banyak orang yang pergi bekerja. Hidup mereka tampak menyenangkan. Memakai jas, datang ke kantor yang bagus, mempunyai teman, dan hidup enak. Apa hanya aku dan teman-teman yang mengalami kesulitan?

Aku sempat berpikir ingin bermain piano lagi. Hanya pikiran sesaat yang terkadang mendesak masuk ke dalam otakku. Setelah kematian Hani, aku tidak berencana bermain piano atau menonton lagi. Semua hal yang berhubungan piano aku singkirkan.

Masalah pesan terakhir Hani waktu itu, masih terpikirkan sampai saat ini. Aku belum bisa mewujudkan keinginannya karena aku percaya Hani belum meninggalkanku. Dia hanya ingin menghilang sesaat dari kehidupanku. Ya. Sederhananya seperti itu.

"Ah, Noona?" aku terkejut melihat Cho Rong berada di sebuah toko pakaian. Aku pikir Cho Rong sudah tidak di Seoul.

"Annyeong, Hyun Sik-ah!" Cho Rong juga terkejut melihatku.

"Apa yang Noona lakukan di sini?" tanyaku. Cho Rong melihat toko itu. Dia tersenyum sebentar.

"Ini butikku."

Aku membolakan mataku. Daebak! Cho Rong sudah punya butik sekarang? Ini sungguh luar biasa. Kalau Chang Sub tau apa yang terjadi pada mantan kekasihnya saat ini, dia pasti akan menyesal.

"Kau mau masuk ke dalam?" tawarnya. Aku mengangguk.

Butik milik Cho Rong begitu luas. Pakaian mewah terpajang di sekitaran ruangan ini. Tubuhku merinding melihat barang-barang mewah seperti ini.

"Aku tidak menyangka dengan perubahan Noona saat ini," ujarku terlihat kagum.

"Banyak hal terjadi setelah kejadian itu. Aku seperti mengubah hidupku agar lebih baik lagi," ujarnya.

Aku pastikan Chang Sub benar-benar menyesal. Wanita seperti Cho Rong sangat langka di muka bumi. Temanku itu memang terlalu emosi meninggalkan Cho Rong.

"Aku sudah mendengar soal restoranmu. Apa polisi sudah bertanya?"

Polisi? Jadi Cho Rong yang melaporkan masalah restoran ke polisi. Aku tidak menyangka Cho Rong sebaik itu pada teman-temannya Chang Sub. Ini yang disebut wanita seperti malaikat.

"Eoh. Kami semua berencana tidak memperpanjang masalahnya lagi," kataku.

"Waeyo?"

"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya berpikir tidak ada gunanya menangkap mereka. Pelakunya tertangkap atau pun tidak restoran akan tetap seperti itu."

Cho Rong menatapku dengan iba. Aku berusaha sebisa mungkin untuk tersenyum. Terlihat menyedihkan dihadapan orang lain adalah sesuatu yang aku benci. Biarkan kesedihanku bersembunyi dibalik senyum indahku.

"Hyun Sik-ah, aku bisa membantumu."

"Eoh? Aniyo! Noona, kau sudah cukup membantuku dan yang lain," kataku menolak.

"Jangan sungkan. Aku bisa membantu membangunkan restoranmu kembali," ujarnya.

"Ani. Saat ini aku tidak berpikir untuk membangun sesuatu yang sudah rusak. Aku sedang memikirkan untuk bekerja yang lain."

"Arraseo. Kalau kau butuh sesuatu katakan saja. Aku akan berusaha sebisaku untuk membantu kalian."

Kini aku percaya satu hal. Chang Sub memang jahat. Dia benar-benar jahat meninggalkan Cho Rong sebaik ini. Aku akan membunuh temanku itu kalau sampai masih membenci Cho Rong.

"Gomawoyo, Noona."

•••

See you next time ^^

비가 내리면 || When It RainsWhere stories live. Discover now