WIR 03

154 20 0
                                    

Seo Eun Kwang

Semuanya sudah habis. Tidak ada yang tersisa untuk digunakan kembali. Satu pun tidak ada.

Api sudah padam 30 menit yang lalu. Walaupun menggunakan pemadam untuk membantu, tetap saja tidak ada yang tersisa.

Rasanya sulit sekali untuk membangun restoran ini. Aku, Hyun Sik, Chang Sub dan Sung Jae harus bekerja keras untuk mendapatkan pelanggan. Kami melakukan segala cara agar semua orang mengenal restoran sederhana ini.

Ternyata melenyapkan lebih mudah daripada membangunnya. Tidak sampai hitungan jam semuanya sudah hangus. Kini hanya tersisa puing-puingnya saja.

"Hyung, eottokhae?" Hyun Sik bertanya dengan sangat lemah.

"Apa kita bisa membangunnya lagi?" Chang Sub begitu lemah dengan pertanyaannya.

Aku tersenyum kecil. Mereka tidak perlu sampai sejauh ini. Membangun kembali apa yang sudah lenyap hanya akan membuang tenaga.

"Bukankah kita bisa bekerja paruh waktu?" ujarku memberi tawaran.

"Ya, hyung, itu tidak akan cukup. Satu-satunya hanya ada di restoran ini," ujar Chang Sub.

"Arra. Kita tidak bisa bergantung dengan restoran selamanya. Lebih baik kita kembali ke rumah. Pikirkan semua itu nanti, huh?"

Aku hanya berusaha menyemangati mereka semua. Aku pun merasakan apa yang Chang Sub rasakan. Uang yang kami dapatkan hanya dari restoran. Walaupun penghasilannya tidak banyak, kami bisa tetap tinggal di rumah dan makan dengan baik.

Sung Jae masih tetap diam di sana. Anak itu tidak mengeluarkan suara apapun sejak tadi. Dia hanya memperhatikan restoran tanpa berkedip.

"Ya, Yook Sung Jae, kajja," panggilku.

Aku berjalan seperti tanpa nyawa. Kakiku melangkah, tetapi pikiranku masih tetap tinggal di restoran. Entah siapa yang membuat ulah seperti ini, yang pasti pelakunya tidak suka dengan restoran.

Hyun Sik duduk di lantai, Chang Sub menyandarkan kepalanya ke sofa dan Sung Jae duduk seperti patung. Ketiga temanku seperti manusia yang mengerikan. Aku tau bagaimana perasaan mereka hari ini.

"Ya, jangan bersedih lagi. Masih banyak cara untuk mendapatkan uang," ujarku memberikan semangat.

Tidak ada satu pun yang menanggapi. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Kajja! Kita bekerja keras untung mendapatkan uang!" teriakku. Lagi-lagi mereka tetap diam. Aku harus bagaimana? Semangat mereka ada pada restoran, tetapi aku tidak mungkin membangunnya lagi.

"Kajja!" kali ini Sung Jae bersuara. Dia mendukungku? Daebak! Hanya Sung Jae yang paham dengan pikirannya.

"Ya, kalian pikir mendapatkan pekerjaan paruh waktu itu mudah? Sebelum membuka restoran pun kita sudah pernah melakukannya, tapi apa yang terjadi? Semuanya berakhir sia-sia," ujar Hyun Sik.

"Keurae. Kita akan kembali kelaparan setelah ini," Chang Sub menghela nafas dengan berat.

"Aniyo. Kita harus menjemput uang agar kita bisa tetap hidup," kata Sung Jae.

Aku tersenyum. Terkadang Sung Jae mengejutkanku. Dia paling muda di antara yang lain. Usianya baru 20 tahun, tetapi saat dia berbicara seperti ini, aku merasa dia seperti orang dewasa, bahkan terlihat lebih dewasa dariku.

"Apa kita bisa melakukannya?" tanya Chang Sub.

"Tentu saja bisa! Sebuah hasil bermula dari pikiran kita sendiri," jawab Sung Jae.

"Keurae. Apa hanya aku dan Sung Jae yang akan bekerja?" tanyaku.

Chang Sub dan Hyun Sik terlihat masih tidak yakin. Mereka memutuskan hidup mereka sendiri. Jika mereka tidak mau, maka aku tidak bisa memaksa.

"Arraseo! Kajja!" Chang Sub mengalah.

"Kajja!" Hyun Sik mengikut.

Kami semua tertawa. Bukankah ini pertemanan yang indah? Ketika ada masalah kami menyelesaikannya bersama, ketika bahagia datang kami pun menikmatinya bersama. Pertemuan singkat kami membawa kami pada pertemanan yang abadi.

•••

Park Cho Rong

Kenapa aku masih memikirkannya? Mencoba berkali-kali untuk melupakan justru aku semakin mengingatnya. Rasanya aku ingin membelah kepalaku dan membuang semua memori tentangnya.

Aku kembali ingat saat Appa menamparku di depan banyak orang. Ketika itu aku berkata akan keluar dari rumah dan hidup sendiri. Aku sebelumnya tidak berpikir dengan panjang sebelum memutuskanya dan semua berakhir dengan kehancuran.

Yang aku pikirkan saat itu adalah Chang Sub. Aku akan menjadi Yeoja dewasa dan bertanggung jawab setelah putus dengannya.

Hampir setiap hari aku menyempatkan waktu mengunjungi restoran Chang Sub. Walaupun hanya melihatnya dari jauh itu sudah membuatku merasa senang.

Mobilku terhenti di depan restoran. Ada apa ini? Kenapa restorannya hangus terbakar. Tidak ada yang tersisa sedikit pun.

"Mwoa?" aku tidak bisa mempercayai semua yang ku lihat saat ini. Apa yang terjadi? Bagaimana bisa sampai seperti ini?

"Restoran ini terbakar saat dini hari. Tidak ada yang tau siapa pelakunya."

Aku mendengar pembicaraan orang-orang. Apa Chang Sub sudah tau dengan kondisi restorannya?

Apa aku harus menghampiri ke rumahnya? Haruskah? Aku belum siap menyapanya lagi. Dia mungkin saja tidak mau melihat wajahku.

Aku memutuskan untuk pergi. Kali ini aku meninggalkan mobilku di sini. Tidak peduli ada yang mencurinya atau tidak, aku ingin berjalan untuk sampai kembali ke butik.

Kini aku kasihan dengan Chang Sub. Dia hanya hidup sendiri di dunia ini. Dia tidak punya saudara untuk dapat membantunya. Penghasilannya hanya dari restoran. Jika ladang penghasilannya sudah tidak ada lalu apa yang akan dia lakukan? Dari mana dia mendapatkan uang?

Berkali-kali aku menghela nafas. Bagaimana kalau Chang Sub putus asa? Dia terbilang buruk saat mengambil keputusan. Apalagi keadaannya seperti ini, akan menjadi lebih sulit untuknya.

Kakiku berhenti berjalan. Aku merasa ada tetesan hujan yang jatuh dari langit. Kenapa harus hujan? Setiap kali terjadi sesuatu pasti selalu hujan. Saat aku putus dengan Chang Sub pun dalam keadaan hujan.

Aku semakin merindukan Chang Sub. Setiap kali hujan turun, aku semakin mengingatnya. Memoriku menolak untuk lupa, begitupun dengan hatiku. Setiap kali hujan turun, aku ingin memeluknya, aku ingin merasakan indahnya hujan bersamanya.

"Chang Sub-ah."

•••

비가 내리면 || When It RainsNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ