WIR 32

49 6 2
                                    

Ahn Hee Yeon

Sudah berapa kali aku menghela nafas hari ini? Rasanya seperti sudah berjalan ribuan kilometer, nyatanya aku baru saja melewati empat rumah. Biasanya 'sesuatu' akan mengirimiku banyak energi di pagi hari, namun energi itu sudah lenyap bersamaan dengan hembusan angin.

"Kemana lagi aku harus mencari?" Hatiku terus bertanya dengan pertanyaan yang sama.

Sepertinya apa yang dikatakan Young In ada benarnya juga. Mungkin memang mereka tidak ingin diketahui oleh siapapun. Tidak mungkin semua rumah sakit di sekitar lokasi kecelakaan tidak tahu persoalan ini. Mereka juga tidak mungkin sudah menghapus jejak medisnya. Pasti ada sesuatu yang terjadi sampai mereka menutupinya seperti ini.

"Pabo! Jinjja Paboya, Ahn Hee Yeon!!!"

Kaki kananku melempar kaleng soda yang tergeletak di pinggir tempat sampah. Itu merupakan bentuk kekesalanku terhadap diriku sendiri. Aku sangat payah dan mudah mengeluh.

"AKHH!!"

Aku terdiam. Sepertinya aku baru saja mendengar seseorang berteriak. Bukankah aku baru saja mencelakai orang lain? Aku terdiam di tempat sembari mencari-cari siapa yang baru saja terkena lemparan kaleng soda.

"Eoh!! Hyun... Sik-ssi?!" Mulutku terbata-bata begitu dia yang terkena lemparan kakiku. Aish! Dari sekian banyak manusia kenapa harus mengenai Hyun Sik?

Aku mendekatinya. Dia hanya tersenyum kecil dan mengusap-usap kepalanya yang pasti terasa sakit. Aku hanya dapat menggigit bibirku karena merasa tidak enak dengannya.

"Gwenchana? Eum... Mianhe."

Bukannya memaki, justru yang Hyun Sik lakukan malah menunjukan wajah imutnya lengkap dengan eye smile yang menjadi ciri khas dari seorang Hyun Sik. Kini rasa takutku berubah menjadi ingin tertawa. Dia seperti anak kecil dengan wajah seperti ini.

'Gwenchana. Seharusnya aku melewati jalan itu. Haha," jawabnya dengan tertawa canggung. Dia bahkan masih bisa tertawa.

Tidak ada pendarahan di kepalanya. Mungkin hanya memar? Atau tidak terlihat karena rambutnya cukup tebal. Apa aku harus memeriksanya?

"Jinjja gwenchana? Lebih baik kita ke rumah sakit," ucapku memberikan tawaran. Hanya ini yang dapat aku lakukan untuk menebus kesalahanku.

Hyun Sik menggeleng cepat. "Aniyo! Aniyo! Jinjjayo. Gwenchana."

Baiklah. Sepertinya dia benar-benar tidak perlu dibawa ke rumah sakit. Jika sesuatu terjadi pada kepalanya mana mungkin senyuman itu masih tercetak jelas di wajahnya.

"Apa terjadi sesuatu?"

"Eoh?" Aku sedikit terkejut dengan pertanyaannya.

"Kau melempar kaleng itu." Dia kembali membahasnya. Aku pikir kejadian memalukan ini sudah berakhir.

"Ani. Aku memiliki kebiasaan buruk yang aneh. Gwenchana," jawabku.

"Tidak aneh. Semua orang berhak melepaskan emosinya. Bukankah emosi diciptakan untuk dirasakan sekaligus dilepaskan?" Wajah menggemaskannya tidak lagi terlihat. Kini Hyun Sik yang memiliki ekspresi misterius telah kembali. Ekspresi ini yang selalu aku temukan setiap kali melihatnya.

"Tapi tidak seharusnya aku melakukan hal seperti itu. Bagaimanapun juga itu membahayakan orang lain," sambarku. Kebiasaan burukku memang aneh.

"Untung saja kaleng itu mengenaiku. Bagaimana jika terkena orang lain? Lalu dia meminta kompensasi?"

Aish! Kenapa dia berkata seperti itu? Aku menjadi semakin takut tiba-tiba dia meminta kompensasi dengan nilai fantastis.

"Mwoa? Berhenti membicarakan itu, sangat memalukan." Suaraku hampir tak terdengar. Aku benar-benar merasa malu saat ini.

비가 내리면 || When It RainsHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin