WIR 02

197 22 3
                                    

Lee Chang Sub

Sung Jae memang sudah gila. Bagaimana mungkin dia menampung mantan kekasihnya di rumah pas-pasan seperti ini. Dia pikir di rumah ini terdapat banyak kamar yang bisa digunakan sesuka hati oleh siapa saja?

Untung saja Nam Joo hanya menginap satu hari. Setelah sarapan, dia berpamitan untuk pulang. Aku tau Sung Jae masih menyimpan perasaan pada wanita tidak tau diri itu.

"Cinta memang bisa membutakan siapa saja," ujarku menyindirnya secara halus.

"Aku tidak mencintainya!"  sanggahnya dengan cepat.

"Jinjja? Aigo, kau bisa berbohong pada dirimu sendiri tapi kau tidak bisa melakukannya padaku," kataku.

"Keurae. Ya, uangku sudah habis karena memanjakannya. Aku tidak mau ditipu lagi oleh orang semacamnya," katanya menjelaskan.

Tidak mencintai tapi sampai khawatir seperti itu. Sung Jae bahkan terus menatap kepergian Nam Joo sampai dia benar-benar menghilang dari pandangannya. Dia pikir aku bodoh? Ya, aku tau apa yang ada di dalam hatinya.

"Di mana kau tidur semalam?" tanyaku penasaran. Awalnya, aku pikir dia akan tidur di kamarku, tapi sampai aku terlelap dia tidak kunjung datang.

"Di kamar Eun Kwang hyung. Dia orang yang baik karena mau menampungku," ujarnya.

Apa dia menyindirku? Ya, aku bahkan akan menampungnya jika dia pergi ke kamarku. Haruskah aku yang memohon agar dia tidur di kamarku? Michoso!

"Di mana Eun Kwang hyung dan Hyun Sik?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

Biasanya Hyun Sik sudah menyantap makanannya lebih dulu. Sepertinya hanya ada aku dan Sung Jae di rumah ini. Kemana yang lain?

"Mereka pergi ke restoran duluan," jawabnya.

Baiklah. Aku bisa sedikit bersantai hari ini. Tidak ada waktu libur untuk karyawan sepertiku. Jika salah seorang dari kami ada yang libur maka rasanya restoran akan tumbang.

"Sami-ah!" aku berhenti makan dan menghampiri Sami di sofa. Dia baru saja bangun dari tidurnya.

Aku sudah membelikan tempat tidur yang nyaman tetapi dia lebih memilih tidur di sofa. Tau begitu aku bisa menggunakan uangku untuk membeli daging.

"Kenapa tidak pernah tidur di tempat yang sudah Oppa berikan, huh? Oppa bahkan membelinya dengan hasil keringat sendiri," ujarku mengajaknya bicara.

Sami tampak lucu dengan pakaian tidurnya. Sung Jae selalu menghabiskan uangnya untuk dua hal. Memanjakan Nam Joo dan Sami. Karena kini hanya tersisa Sami, jadi dia bisa menyimpan uangnya sedikit demi sedikit.

"Hyung, ponselmu berbunyi," ujar Sung Jae.

Aku pergi ke kamarku untuk mengangkatnya. Tertera nama Hyun Sik di sana. Tumben sekali Hyun Sik menelfonku. Apa Eun Kwang membuka restoran lebih pagi? Terkadang dia suka bertindak semaunya.

"Ne, Hyun Sik-ah," jawabku.

Tidak sampai satu menit aku mendengarnya bicara tubuhku sudah terasa kaku. Aku hampir menjatuhkan ponselku karena tanganku tiba-tiba terasa lemah.

"Ne. Aku ke sana sekarang!" jawabku menutup telfon.

Dengan segera aku mengambil jaketku dan pergi ke restoran secepat mungkin. Aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Hyun Sik bicara begitu terburu-buru di telfon.

"Hyung, wae?" tanya Sung Jae terheran.

"Cepat pergi. Restoran terbakar!"

"Ne?!"

•••

Yoon Bo Mi

Setelah lulus kuliah dengan baik aku menjadi pengangguran. Tidak ada yang bisa aku lakukan setelah kuliah. Aku hanya bermain dengan teman-teman dan membuat pesta. Hanya itu kegiatanku.

Terkadang, Eomma dan Appa memarahiku karena aku tidak berguna sama sekali. Walaupun Appa mampu membelikan apa yang aku mau tapi tetap saja seharusnya aku bekerja.

Aku juga tidak mau terus bermain seperti anak remaja. Ketika aku mencari pekerjaan selalu saja mereka menolakku. Aku sudah melakukan tes wawancara dengan baik, tetapi mereka malah memilih orang lain. Terkadang hidup tidak selalu adil.

"Cho Rong-ie!"

Aku mengambil kursi dan duduk di depannya. Temanku, Park Cho Rong saat ini menjadi seorang desainer terkenal. Dia sukses dengan butiknya. Walaupun tidak terlalu besar, tetapi dia bisa mencari uang dengan usahanya sendiri.

Aku terkadang iri dengan Cho Rong. Dia bisa menggambar dan menghasilkan uang dari hobinya tersebut. Sementara aku. Apa hobiku? Aku hanya senang menghabiskan uang Appa dan bersenang-senang dengan teman-teman. Itu semua tidak bisa menghasilkan uang, justru akan menghabiskan uang.

"Kenapa kau terus menggambar pria yang sama setiap kali kau tidak punya ide?" tanyaku.

"Molla. Tanganku bergerak sendiri," jawabnya tanpa melihatku.

"Namjachingu?" tanyaku penasaran.

"Ani."

"Mana mungkin. Kau selalu menggambarnya hampir setiap hari. Jika bukan pacarmu lalu siapa?"

"Dia mantanku."

Aku menutup mulutku. Ternyata itu adalah pria yang menjadi mantan terindah Cho Rong. Brengsek sekali pria itu mencampakkan wanita sempurna seperti Cho Rong.

"Nuguya?" tanyaku. Cho Rong berhenti menggambar. Dia menatapku dengan penuh keheranan.

"Ya, aku hanya ingin tau pria brengsek seperti apa yang mencampakkan temanku," ujarku menjelaskan.

"Dia laki-laki pertama yang membuatku bisa tertawa dan menangis secara bersamaan. Aku bertemu dengannya saat hujan turun dengan deras. Aku tidak takut hujan lagi karena dia," jelasnya.

Tubuhku seketika merinding mendengarnya. Aku baru melihat Cho Rong berbicara seserius ini selama aku mengenalnya. Dia benar-benar mengatakannya dari hati.

"Kenapa kalian putus? Apa dia selingkuh?" tanyaku.

"Aku terlalu bersikap seperti anak kecil. Maka dari itu aku memilih keluar dari rumah dan hidup sendiri. Aku ingin bertemu dengannya saat aku sudah berubah menjadi dewasa."

"Ya, jeongmal? Daebak! Tubuhku seketika merinding mendengarnya. Aku jadi semakin penasaran pria seperti apa mantan terindahmu itu," ujarku.

Chorong menutup buku gambarnya. Sepertinya dia akan bersiap untuk pergi. Atau justru dia akan mengusirku ke luar?

"Aku ada urusan. Kau bisa tunggu di sini jika kau mau," ujarnya. Aku mengangguk lemah.

"Apa yang dia lakukan?" pikirku.

•••

Jeng jeng jeng

Buat hari ini dua part dulu ya. Terima kasih yang sudah menyempatkan waktu buat baca cerita abstrak ini 😁 aku tunggu komen dan votenya ^^

비가 내리면 || When It RainsWhere stories live. Discover now