PROLOG : Seo Eun Kwang

192 19 13
                                    

" Walaupun semuanya sulit, tidak apa-apa kamu baik-baik saja."

•••

Keringat bercucuran di keningku. Di atas kepalaku tepat sekali matahari bersinar. Firasatku berkata akan turun hujan malam ini karena udara siang hari sangat panas.

Selembaran browsur terus aku bagikan pada pejalan kaki  yang melintas. Dengan senyuman terbaikku, aku memberikan pada mereka dengan harapan yang besar. Setidaknya mereka melihat isi browsur tersebut dan berniat untuk datang.

Membuka restoran di kota besar seperti Seoul seperti membangun sebuah istana. Harus banyak yang dilakukan agar restoran tampak lebih menarik perhatian orang-orang. Aku mendirikannya beberapa bulan yang lalu dan kini aku berniat untuk menjalani usahaku bersama teman-teman.

Tampaknya mereka semua begitu acuh denganku. Tak ada satupun yang melihat selembaran tersebut. Mereka hanya mengambilnya lalu membuangnya ke sembarang arah.

Aku memungutnya dengan perasaan yang sedih. Bagaimana bisa restoranku maju jika tidak ada yang tertarik. Aku sudah mengeluarkan uang yang banyak untuk melakukan ini tetapi satupun tidak ada yang peduli.

"Gwenchana?" seseorang membantuku mengambil browsur tersebut. Aku hanya mengabaikannya dan tetap melakukan tugasku.

Karena merasa diabaikan, wanita itu sedikit menjauh dan melakukan apa yang aku lakukan. Dia juga menyebarkan kertas itu dan sedikit berbincang dengan orang lain.

"Hei, tidak usah membantuku," ujarku dengan sedikit berteriak. Dia hanya menoleh lalu kembali mengabaikanku. Apa dia ingin balas dendam?

Aku merampas kertas-kertas itu dari tangannya. Dia hanya akan semakin merusak suasana hatiku. Sudah cukup dia menjadi hantu selama beberapa hari ini.

"Hei, kau ini kenapa?" tanyanya terheran.

"Seharusnya aku yang bertanya. Ada apa denganmu? Kenapa kau membantu pria buruk rupa sepertiku?" tanyaku.

"Aku kan sudah katakan itu semua tidak seperti yang kau lihat. Mereka semua memang sungguh mengejekmu tapi aku hanya bercanda saat itu. Kau tidak tau perbedaan serius dengan bercanda?" dia kembali membual dengan omong kosongnya.

"Geuraeyo? Ah, kau mengatakannya di depan semua orang dengan raut wajah yang sangat bahagia. Aku memang tidak setampan teman-teman yang lain, tetapi tidak bisa mengatakannya saat tidak ada diriku di sana? Orang jelek sepertiku juga punya perasaan."

Wanita itu terdiam dengan kata-kataku. Aku menunduk sebentar lalu pergi begitu saja. Walaupun dia adik kelasku semasa kuliah tetapi dia lebih terhormat dariku.

Lebih baik aku pindah tempat. Dia tipe wanita yang sedikit keras kepala. Dia tidak akan pernah mematuhi perkataan orang lain sekalipun orang itu 'sunbae'.

Hidup di dunia ini memang terlampau keras dan kejam. Kau akan kehilangan semuanya jika wajahmu jelek. Menjadi artis pun harus mempunyai wajah yang sempurna. Mereka bahkan rela mengubah wajah aslinya demi mendapatkan pujian dari orang lain.

Menurutku semua itu keterlaluan. Walaupun aku tidak tau apa alasan pasti mereka mengubah wajahnya, tetapi opiniku berkata semua hanya sebatas pujian. Wajah yang sempurna akan terlihat seperti berlian sementara wajah yang terbilang biasa sampai buruk akan seperti sampah, bahkan lebih buruk.

Hanya sedikit dari manusia di muka bumi ini yang tidak memandang seseorang dari fisik. Kenapa mereka harus melihat fisik sementara Tuhan menciptakan manusia sama rata. Anugerah yang Tuhan berikan merupakan yang terbaik dari yang baik.

Hidupku benar-benar hancur karena fisik. Aku tidak cacat, tetapi wajahku terbilang tidak menarik. Aku akui itu, tetapi terkadang aku kesal pada diriku sendiri. Sempat terpikir olehku untuk mengubah wajahku tetapi itu hanya sebatas pemikiran yang lewat.

Berkali-kali aku mencoba berkencan dengan wanita tetapi mereka semua menolakku. Berbagai macam alasan yang mereka berikan namun aku tau alasan yang sebenarnya. Mana mungkin mereka mau dengan pria biasa sepertiku. Uang tidak ada, wajah pun tidak menarik. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari pria seperiku.

"Sudah kembali? Bagaimana?" tanya Sung Jae.

Aku menatapnya cukup lama. Sung Jae sudah seperti adikku sendiri. Dia mungkin pria paling tampan diantara kami semua. Tubuhnya tinggi, tampan, muda. Hanya saja dia kurang akan ekonominya.

"Hei, Hyung, wae geurae? Kenapa menatapku seperti itu?" dia sedikit ketakutan karena aku menatapnya cukup lama.

"Ah, aniyo. Mereka semua menolak kertasnya karena aku kurang tampan," ujarku dengan lesu.

"Hei, mana mungkin. Kau lebih tampan dari Chang Sub hyung, huh? Sudah sering kali aku katakan tidak usah pedulikan komentar jahat mereka," ucapnya menyemangatiku.

"Apa rahasiamu jadi tampan seperti itu?" tanyaku penasaran.

"Kau pikir aku operasi? Aigo! Sejak lahir wajahku memang seperti ini," ujarnya dengan sedikit bentakan.

"Aniyo. Uang dari mana untuk operasi? Sung Jae, apa kau memiliki sesuatu sehingga kulitmu tampak cerah?" tanyaku.

"Usiaku baru 20 tahun, hyung. Maka dari itu aku masih terlihat anak-anak," katanya dengan senyum membanggakan.

"Aku harus terlihat lebih tampan," pikirku.

"Hei, waeyo? Wajah bukanlah hal penting. Kau hanya perlu mempunyai hati yang bersih agar mereka tertarik padamu," ujar Sung Jae.

"Aniyo. Aku harus tampan!"

Sejak itu aku sangat terobsesi memiliki wajah yang tampan. Walaupun tidak operasi tapi aku berusaha keras melakukan apapun agar aku bisa jadi tampan.

•••

비가 내리면 || When It RainsWhere stories live. Discover now