Epilog

3.8K 177 20
                                    

Musim semi akhirnya aku memilih untuk menemuinya.

Aku menginjakkan kakiku di sebuah desa di suatu pulau yang jauh dari ibu kota. Desa yang masih terasa jauh dari suasana kemewahan peradaban modern.

Ia tinggal di sebuah bangunan sederhana, dengan ukuran sekitar enam dikali sepuluh meter dengan halaman yang agak luas dan bunga-bunga yang berwarna-warni menghiasi sekitar pagar kayu setinggi dua meter.

Yang menyambutku lebih dulu adalah seorang anak perempuan berusia dua atau tiga tahun, bermata cokelat dan rambut hitam cantik.

Ia berlari dari dalam rumah dan berteriak, "Papa."

Aku sedikit terkejut kemudian menggendongnya. "Halo, kau cantik sekali."

Sang ibu ikut keluar, ia jauh terlihat lebih dewasa di usianya. Rambutnya di angkat menjadi satu gulungan di kepalanya yang mungil.

"Lama tidak bertemu, Ken."

Aku tersenyum.  "Senang melihatmu baik-baik saja, Faiqa."

Ia tersenyum miring sambil mempersilahkan aku masuk.

Gadis kecil itu masih di gendonganku saat aku duduk dan mengamati parasnya. "Benar-benar duplikat Jean."

Faiqa mengangguk. "Iya, sangat mirip dia."

Kami diam sejenak, ini sangat canggung.

"Aku .. tidak percaya bahwa Jean mau menukar jantungnya untukku." Bisikku.

Hal itu sungguh di luar kepercayaanku karena selama ini aku merasa Jean hanya ingin membunuhku. 

"Dia masih hidup bersama kita." Kata Faiqa.

Aku mengangguk.  "Benar, dia masih hidup dalam hati kita."

Faiqa justru menggeleng. "Maksudku, kadang aku merasa bahwa dia masih hidup di dunia ini,  dia belum mati."

Aku termangu. "Bagaimana kau yakin?"

Faiqa tampak berpikir kemudian berkata dengan pelan, "Hanya perasaanku, Ken."

Kami diam lagi.

Aku tidak tau apakah keyakinan Faiqa itu benar atau justru salah tapi aku tau di sudut hatiku, aku berharap Jean Arvy masih hidup. Aku tau Jane menyayangi kakaknya. Ah istriku.

"Aku merindukan Lin," kataku pelan.

"Aku melihat itu." Faiqa mengangguk pelan.

"Aku menjalani perawatan selama hampir tiga tahun ini untuk jantungku dan sekarang sudah stabil, aku tak bisa kemana-mana." Lanjutku.

"Ken, apakah kau tau bahwa Lin hamil saat itu?"

Pertanyaan Faiqa membuatku menegang. Rasa kejut luar biasa hadir di hatiku disertai rasa rindu dan kecewa.

"Apa?"

"Saat ia pergi, ia hamil. Kemungkinan sekarang anaknya sudah sebesar Iris." Faiqa menatap gadis kecil di gendonganku.

Aku berusaha mengendalikan diriku.  "Tapi Allen dan yang lain tidak mengatakan apapun tentang itu."

"Aku mengerti keadaan mereka." Faiqa tersenyum tipis sembari mengambil Iris di gendonganku dan menempatkan bocah cantik yang setengah mengantuk itu di pangkuannya.

"Aku yakin saat kau mendengar ini bagaimana pun keadaannya kau akan dengan ceroboh mencari Lin, tak peduli pada dampaknya, tak peduli pada siapapun." Kata-kata Faiqa menamparku.

"Kau selalu begitu, Ken. Cintamu selalu segila itu dan mereka tentu tau akan hal itu. Saat itu keadaannya sulit.  Kasus itu besar dan kau menjadi bagian dari potongan peristiwa itu, dampaknya akan buruk kalau kau menemuinya saat masalah itu masih panas."

Faiqa menghela napas.  "Yang perlu kau lakukan saat itu hanyalah menunggu."

Aku menatapnya dengan emosi yang kompleks. "Aku sudah menunggu terlalu lama, setiap hari adalah luka dan rindu sampai rasanya menyakitkan."

Faiqa mengangguk. "Benar seperti itu, Ken. Cintamu  terlalu besar dan hal itu tampak tidak mungkin bagiku melihat seorang pria mencintai seperti itu. Aku selalu iri dengan Lin." Wanita itu tersenyum.

Aku ikut tersenyum.  "Aku akan menemuinya."

Tamat
Saya mo nanya, kesan dan pesan kalian setelah baca Mafia gimana? Kasih Coment.

Setelah hampir empat tahun nulis mafia, akhirnya hari ini bisa merdeka.

Saya bakal revisi abis ini yah, agar lebih enak dibaca wkwkwk.

Saya benar-benar suka sama semangat kalian sama cerita saya, itu jadi semangat yang luar biasa sehingga akhirnya Mafia bisa tamat. T-T

Tunggu cerita saya selanjutnya yah, saya nantiin kalian di cerita saya yang lain.

SALAM SAYANG DARI PENULIS AMATIR.

AILYN ❤❤

MAFIA (Completed)Where stories live. Discover now