16. Menghadapi pahit bersamamu.

3.4K 291 1
                                    

1152 word.

Sebuah suara letusan senjata memekakkan telinga.

Kemudian letusan-letusan itu muncul beruntun bagai sirene kematian. Suara teriakan dan pekikan begitu menakutkan.

Kami tersentak. Faiqa dengan hati-hati mengintip dari jendela. Kemudian, ia memutar tubuhnya menatap kami. Wajahnya memucat.

"Faiqa?" Suara Lin.

"Nona, Jean Arvy ada d isini." Bibir Faiqa bergetar.

Aku tersentak lagi.

Mata Lin membola. Dengan panik, ia membuka pintu jalan bawah tanah itu. "Cepat masuk."

Faiqa mengikuti perintahnya tapi aku malah mematung di tempatku sembari menatap pintu gudang yang tertutup.

Jika Jean Arvy ada di sini dan suara letusan tadi adalah bunyi senjata antara dia dan anggota kepolisian, maka—

JUAN!!

Aku tergesa ke arah pintu namun, kerah belakang bajuku ditarik dengan kasar dan aku dilempar ke arah pintu bawah tanah. Aku terguling di tangganya. Tapi, aku berdiri kembali dengan panik.

"Temanku–temanku ada di sana." Aku terus meracau.

Faiqa menempeleng dengan keras wajahku dan mencengkram kerah pakaianku. Matanya menatapku marah.

"Kau ingin ke sana, hah? Lalu bagaimana dengan kami? Bagaimana dengan Nonaku? Taukah kau, bahwa ia terus lari dari Jean untuk menyelamatkan pria idiot sepertimu?" Ia mendesis bahkan aku mendengar giginya bergemelatuk menahan gelombang amarah.

Aku mematung. Pandanganku teralih pada Lin yang masih berada di tangga teratas dalam ekspresi diamnya. Ekspresi tenang itu tak bisa menutupi ketakutannya. Tak akan bisa menutupi bagaimana tangan itu gemetar di sisi tubuhnya.

"Faiqa, kita harus pergi" Lin mulai melangkah menuruni satu persatu anak tangga.

Faiqa menghempas kerah pakaianku. Ia berdiri dan menatapku rendah. Rambut hitamnya berkibar di punggungnya.

"Terserah kau mau ikut atau tidak. Kalau kau memang memilih temanmu itu maka keluarlah dan jangan pedulikan kami. Aku pastikan kau takkan lagi melihat wajah kami berdua." Faiqa menarik tangan Lin dan membawanya menyusuri jalan rahasia itu saat aku masih dalam kebimbangan.

Aku mendongak menatap pintu yang tertutup itu, kemudian aku tersadar ada orang yang akan terluka lebih dari yang kukira.

Aku tak bisa membiarkannya.
Dengan kepayahan aku berdiri dan melangkah ke arah yang sudah kuyakini—

Dan takkan kusesali.

Mafia

Letusan tembakan terdengar bersahut-sahutan. Suara pekikan dan teriakan kemarahan mengumandang memperdengarkan bagaimana orang-orang itu datang dan membunuh.

Tidak salah lagi, mereka adalah anggota gangster yang itu. Keluarga Arvy.

Juan terengah-engah, lengan kirinya terkena peluru tembakan. Ia bersembunyi di salah satu pohon besar, sedang di belakangnya, partnernya dan orang-orang yang menyerang itu masih tanding peluru.

Ia meringis memegangi lengan kirinya yang terus mengucurkan darah. Keringat juga membanjiri tubuhnya.

Dengan kedua tangan gemetar ia mengisi pistolnya dengan peluru. Dalam hati ia hanya berpikir untuk dua hal.

Yang pertama, seterluka apapun itu, tapi bila tangannya masih bisa bergerak ia takkan berhenti untuk melawan.

Yang kedua: Jikapun ia harus mati, ia akan mati sebagai pahlawan walau ia tak akan pernah bisa mengungkap perasaannya pada seseorang.

MAFIA (Completed)Where stories live. Discover now