34. Kelahiran Kegelapan

3.5K 213 9
                                    

1147 word

Karena aku mencintaimu
Bisakah kau berkorban untukku?
Tinggalkan dunia dan pergilah bersamaku

Mafia

Keringat dingin membentuk titik-titik di kulitnya, matanya terpejam rapat sebelum terbangun dengan tersentak. Napasnya terengah saat ia mengamati sekeliling, kemudian menyadari bahwa ia terbangun dari mimpi. Sebuah kenangan yang menjelma menjadi mimpi buruk yang datang lagi dan lagi.

Pria itu mengusap wajah kasar dan matanya terpejam rapat. Saat terbuka, manik itu memancarkan kekejaman tiada tara, rasa sakit dan juga dendam yang tak terbatas.

Saat mimpi yang sebenarnya adalah luka lama yang membusuk itu menghantui tiap malamnya, tak akan ada yang namanya malam yang damai. Tak pernah ada.

Jean Arvy dan semua mimpi buruk adalah satu kesatuan.

Ia bangun dan mencuci wajahnya di wastafel. Melihat di cermin pantulan wajahnya. Bagian bawah matanya menghitam entah sejak kapan, manik cokelat itu kosong dan sepi. Yang ada hanyalah duka, yang tersisa hanyalah dendam.

Titik-titik air jatuh dari anak rambut yang basah, mengalir dari kening sampai ke dagu sebelum hilang ke bawah. Rambut cokelatnya berantakan, matanya lelah dan ia sedikit pucat. Secara keseluruhan, dia tampak seperti Malaikat yang sedang terluka.

Malaikat?

Lebih tepatnya adalah ia iblis yang diciptakan sempurna. Iblis berwajah tampan tanpa cacat, namun jiwanya gelap seiring waktu. Terkikis oleh deburan derita.

Kematian sang mama, kehilangan pegangan sang papa, bahkan ia kehilangan cahaya adik yang begitu ia cintai. Semua yang dimilikinya telah raib, tak ada yang tersisa. Mungkin memang benar, Jean Arvy adalah manusia yang sial. Semua yang bersamanya, semua yang menjadi miliknya akhirnya akan hancur bersamanya. Mungkin Tuhan memang mengutuk kelahirannya? Menjadikannya manusia yang jahat.

Seperti kata orang- orang itu. Ia adalah ... monster.

"Arrghh!" Ia berteriak dan meninju cermin di depannya. Gelegar suara kaca yang berhamburan terdengar nyaring.

Ada noda darah pada bekas hantamannya. Sangat jelas, bahwa ia terluka. Luka yang tak ada artinya, karena luka yang sedang ia alami di hatinya lebih sakit, lebih dalam, lebih banyak darahnya.

"Jane, kembalilah," bisiknya lirih, berharap pada satu-satunya cahaya yang pernah ia miliki untuk bersamanya lagi.

Mafia

"Tuan, Tuan Damian datang."

Saat sarapan, seorang bawahan datang memberinya kabar. Jean menaruh alat makannya dan memfokuskan diri menatap bawahan itu.

"Dimana dia?"

"Di ruang tamu."

Jean berdiri dan melangkah ke arah ruang depan, tempat dimana pamannya berada.

"Mau apa kau?" Jean tidak duduk saat ia bertanya. Ia menatap tajam pada pria di hadapannya. Orang yang seharusnya bertanggung jawab karena menikahkan adiknya, membuat adiknya terpisah darinya.

Pria paruh baya itu tersenyum menanggapi keponakannya yang tidak sopan. "Duduklah dulu."

"Tidak perlu basa-basi. Cepat katakan yang ingin kau katakan sebelum aku menghabisimu." Jean tidak melunak.

MAFIA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang