30. Demi kekasihku

3K 231 9
                                    

1062 word.

Penghianatan ada dalam darah
Kesalahan terserat dalam napas
Hati yang telah kuserah
Mungkinkah kau pantas?

Mafia

Belakangan ini aku bertanya-tanya, mengapa aku selalu berada pada situasi di mana hatiku ditantang untuk memilih?  Mengapa aku selalu dihadapkan pada pilihan yang sulit?

Apa ini adalah karma dari suatu hal yang pernah kulakukan di masa lalu?

Aku mengeratkan pegangan tanganku pada jemari Lin. Tatapanku mengarah pada Keila. Ia pucat pasi, ada jejak darah di ujung bibirnya. Ah, sial, bahkan orang ini benar-benar serius menyakiti anaknya sendiri. Apa dia sungguh manusia?

Tatapanku bergulir satu-persatu pada pengawal-pengawal ini. Tubuh mereka tidaklah sebugar dan sekuat pengawal Jean Arvy, mereka juga terlihat tidak segesit Faiqa. Aku yakin bisa mengalahkan mereka andai jumlah mereka tidaklah sebanyak ini. Intinya aku akan tetap kalah dan juga aku tidak bisa menjamin Keila dan Lin bisa kulindungi saat aku melawan. Aku tidak bisa menjamin keselamatan mereka berdua.

"Lepaskan aku!" Keila berteriak meronta.

Wajahnya yang pucat dan matanya yang berkaca-kaca menyakiti hatiku.

Ia menatapku memohon. "Kakak,  selamatkan aku. Aku takut."

"Dengar adikmu, Ken?" Pria paruh baya yang pernah kupanggil papa itu tertawa kesenangan.

Aku tidak berkutik, berusaha untuk tetap tenang. Walau mataku mulai memerah menahan amarah. Pria-pria rendahan itu menyentuh adikku dan menyakitinya.

Tapi, semarah apapun aku, aku tidak bisa mengungkiri bahwa keliman jari di tanganku mulai bergetar. Lin ketakutan, tapi sepertiku ia berusaha tenang atau mungkin lebih baik soal kketenangan daripada aku. 

Aku dilema, hatiku mulai kacau balau. Apa ini bisa jadi lebih buruk lagi?

Aku menunduk sejenak, berpikir. Sesaat kemudian, aku menatap papa. Saling menumbuk pandangan dengan pria itu.

Hatiku menjerit menolak, tapi ini adalah keputusan terbaik yang telah kupikirkan. Demi menyelamatkan semua orang yang tidak bersalah, harus ada pengorbanan.

"Lepaskan Keila," ucapku pada akhirnya.

Mata Keila membola, ia tampak tidak percaya. Ia mungkin mengira aku akan memilih Lin, mengingat aku berani meninggalkan apapun demi istriku ini.

Genggaman di tanganku mulai merenggang, tangannya yang lembut mulai terlepas, tapi aku tak pernah berniat melepasnya. Aku mengeratkan genggaman tangannya yang halus dan menjaganya tetap aman berada di genggamanku.

Aku menatap Lin dan mengangguk pelan, mengisyaratkan lewat tatapan mata bahwa semua akan baik-baik saja.

"Bagus sekali, akhirnya kau memilih pilihan yang tepat. Kau memang harus  menyelamatkan adikmu dibanding wanita itu. Kau juga telah menyelamatkan ayahmu ini." Pria itu tampak bahagia.

Aku menatapnya jijik. Demi keegoisannya, ia rela menawarkan keselamatan anak dan orang yang tidak bersalah.

"Lepaskan Keila," ucapku lagi.

Kepala keluarga Fathaniel itu menatap bawahannya yang menahan Keila dan mengisyaratkan mereka melepaskan genggaman pada adikku.

Saat Keila lepas, ia berlari dan memelukku erat. Ia menangis terisak-isak saat ia menenggelamkan wajanya di dadaku.

"Aku takut," bisiknya parau.

Hatiku begitu hanyut dalam kemarahan melihat memar di kulit putihnya.

MAFIA (Completed)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon