42. Iris

1.9K 159 23
                                    

1043 word

Matamu menbara membenciku
Lidahmu tajam menyulut api
Setelah kuhabiskan waktu untuk mencintaimu
Ini saatnya aku belajar melupakanmu.

Mafia

Saat Faiqa keluar dari ruang rawat Lin, ia bertemu Dokter Jia yang sibuk membawa banyak alat-alat medis ke sebuah ruangan, ruangan operasi.

"Dokter, apa kau mendapatkan jantung untuk Ken?" Tanyanya.

Dokter Jia meliriknya, wajahnya tampak bingung, tidak tau harus mengatakan apa.

"Sebaiknya kau bertemu dengan Tuan Jean, Faiqa."

Jantungnya berdetak kencang, dengan langkah cepat  ia melangkah ke ruang rawat Jean sembari berdoa dalam hati semoga apa yang ia kira tidak akan terjadi.

Mafia

Faiqa setengah berlari ke ruang rawat Jean, wajahnya sudah penuh air mata saat tiba di sana.

Jean duduk bersandar di ranjangnya, seolah menunggu kedatangan wanita itu. Wajahnya tampak tenang.

Suara Faiqa serak saat ia bertanya. "Apa kau akan melakukannya?"

Jean tidak menjawab.

Bagi Faiqa, diamnya Jean adalah sebuah jawaban, sebuah jawaban yang menghancurkan hatinya.

"Apa ... apa kau sudah memikirkannya matang-matang?" Faiqa memastikannya lagi. Sulit baginya untuk menerima kenyataan yang akan terjadi.

"Aku harus melakukannya." Untuk pertama kalinya Jean membuka suara, tatapannya dalam dan sulit dibaca.

Faiqa mengangguk dalam tangis yang tidak dapat dikendalikannya, ia mengerti.

"Baiklah."

Jean mengamati wanita itu.

Faiqa kesulitan mengendalikan perasaannya, rasa sakit, takut dan ketidak relaan membuatnya ingin egois, sekali saja. Pada akhirnya, ia harus menekan semuanya saat ia sadar bahwa dirinya bukan siapa-siapa selain seorang wanita yang jatuh cinta kepada Jean Arvy.

Faiqa sangat menyadari bahwa dirinya tidak pernah menjadi bagian penting dari Jean Arvy, Faiqa hanya bertepuk sebelah tangan selama ini.

"Jane bilang, jatuh cinta sendiri itu seperti masuk ke rumah hantu seorang diri. Apa kau juga seperti itu? Apa kau takut?" Jean bertanya.

Pandangan mereka saling menumbuk, saling membaca.

Suara Faiqa tipis saat ia menjawab,  "Aku sudah lama tinggal di rumah hantu seorang diri. Benar, itu menyeramkan. Anehnya aku justru semakin masuk ke dalamnya, semakin masuk aku semakin takut tapi aku tidak bisa berhenti. Aku hanya terlalu menyukaimu, aku tak tau caranya melepaskan. Aku ... ketakutan setiap waktu." Wanita itu menunduk memutus tatapan mereka. Ia menghapus jejak air mata di pipi,  berusaha sebaik mungkin untuk menghentikan tangisnya.

Jean menarik tangannya, memupus jarak. Tatapan mereka beradu.

"Kau kuat sekali. Melawan ketakutanmu dan gigih untuk terus berjalan, bukankah itu memuakkan?"

MAFIA (Completed)Where stories live. Discover now