29. Trauma yang kembali

3.7K 239 23
                                    

1058 word. Aku udah pake helm, jadi, kalau mau ditimpuk pake sandal karena telat, gak sakit lagi haha

Kau mungkin tak mengerti
Bahwa setelah kepergianmu
Hatiku mati, jiwaku rapuh
Hanyut dalam sungai kesepian dan dibawa ke laut penderitaan

Mafia

"Dasar sinting." Aku mengumpat sebelum keluar dari kamar dan menutup pintu dengan kasar.

Kemarahan menguasai hatiku saat aku kembali ke kamar dan membilas wajah beberapa kali di wastafel kamar mandi.

Aku mengacak rambutku frustasi. "Sial!"

Saat keluar dari kamar mmandi, ku mendapati Lin berdiri di kamar, sebelah tangannya memegang ponselku.

Aku melangkah ke arahnya dengan putus asa dan duduk di tepi ranjang.

Ia menatapku. "Keila mengirimimu pesan."

"Hmm." Aku menariknya duduk di sampingku. "Apa katanya? "

"Dia menyuruh kita ke rumahmu."

Aku ber–"Oh" ria kemudian aku tersadar sesuatu. "Ponselku terkunci bagaimana kau tau sandinya?"

Ia berkedip sekali. "Aku menebaknya. Itu tanggal lahirku."

Kami bertatapan beberapa saat, kemudian aku meluruskan pandangan sebelum menjatuhkan diriku berbaring di kasur, kutatap langit-langit putih kamar.

"Mari kita menemui orang tuaku dulu sebelum memikirkan tentang Faiqa."

"He-em." Ia mengangguk.

Aku menatap matanya yang indah, mata cokelatnya yang dalam dan terang, memancarkan rasa sejuk dalam hatiku.

Aku menarik tangannya lembut dan menyimpannya di dadaku,  kubiarkan ia merasakan detakan jantung yang menenangkan bersamanya. Ia menunduk menatapku. Senyum tipis menghias wajah cantiknya.

"Aku tidak ingin meninggalkanmu. Selamanya aku hanya milikmu," ucapku.

"Aku milik Allah, kau juga milik-Nya. Selama kita masih di bawah langit Allah,  aku percaya Dia akan berikan yang terbaik." Suara lembutnya masuk ke dalam hati, meresap pada jiwa yang resah.

Betapa aku berdoa dalam hati.

Ya Tuhan, tolong jaga istriku, biarkan dia bahagia.

Aku tersenyum dan mengusap pipinya, sebelum mengambil ponsel di tangannya dan menghubungi Keila.

Tuut.

Panggilan berakhir terhubung dengan suara operator.

Aku memulai panggilan kedua, lalu ketiga yang sama-sama terhubung dengan operator.

Aku mengenyit.

Kemudian, ponselku berdenting pesan dari Keila.

"Aku sibuk. Apa kau akan ke rumah?"

Aku merasa aneh, tapi aku masih membalasnya.

"Ya. Apa semua baik-baik saja di sana?"

"Ya, baik-baik saja."

Benarkah?"

"Tentu, datanglah mama dan papa menunggumu. Mereka merindukanmu."

Kenyitanku semakin dalam.

Lin yang di sampingku menyentuh bahuku. Ia menatapku bertanya.

"Aku merasa aneh." Aku mengusap daguku, berpikir.

MAFIA (Completed)Where stories live. Discover now