12. Rumit

4.5K 316 1
                                    

1165 word.

"Turun."

Tepat di depan gerbang rumahku, mobil berhenti.

Aku menatap Lin yang duduk di jok depan sedangkan aku di belakang, masih khawatir pada keadaannya. Lengannya mungkin memerah atau membiru.

Aku merasa payah pada diriku, merasa lemah akan keadaanku. Aku bahkan tak bisa melindunginya padahal aku sadar, aku haruslah sangat kuat untuk dapat memilikinya.

"Turunlah, aku tak apa-apa," kata Lin. Ia berbalik menatapku, tatapan itu seolah berkata aku tak perlu mengkhawatirkannya.

"Maafkan aku," ucapku.

Lin mengangguk pelan.

"Ah, pria lemah ini. Katanya polisi, kok cupu?" sindir Faiqa tanpa menolehkan kepalanya.

Aku mendelik kesal saat Faiqa menatap meremehkan. "Jadi muridku saja bagaimana?"

Aku mengernyit, "Kau? Guru? Kurasa itu ide yang bu--"

"Itu bagus." Lin menyela perkataanku.

"Hah? Aku tak mau diajari oleh gadis semenyebalkan dia." Aku memekik tak terima. Enak saja!

Faiqa mengangkat satu alisnya, tersenyum menyebalkan, "Katanya kau mencintai nonaku, hm? Kalau memang cinta harusnya kau melindunginya 'kan?"

Aku terdiam.

"Kalau tidak mau yasudah. Biar aku sendiri saja yang menjaganya." Faiqa mengangkat bahunya.

"Baiklah baiklah .. aku mau," jawabku dengan sedikit tak ikhlas.

"Good." Faiqa tertawa senang, "kita akan bertemu lagi besok jadi persiapkan dirimu. Dan mulai sekarang panggil aku Guru imut, Faiqa."

Aku mengernyit jijik, "Guru apa? Guru amit-amit?"

"HEII!!" Faiqa berteriak tak terima.

"Sudah, turunlah. Hubungi aku jika kau sudah siap," Lin menatapku lagi.

Aku mengangguk dan mengambil secarik kertas yang berisi beberapa deret nomor telepon. Tapi, sebelum aku membuka pintu aku teringat sesuatu.

"Lin," panggilku.

Mata cokelat elangnya menatapku.

"Bukankah orang yang tadi itu anak buah kakakmu? Tapi kenapa ia menyakitimu juga? Harusnya dia hormat padamu kan?"

"Mereka anak buah kakakku. Hanya royal pada kakakku juga. Mereka hanya mengikuti kata-kata pemimpin dan melindunginya.  Sedangkan, aku bukan pemimpin dan kemungkinan .." Jeda,  "aku berpotensi membahayakannya," kata Lin. Aku tak menyangka wajahnya masih sedatar itu setelah mengatakan fakta kalau ia mungkin juga akan terbunuh oleh anak buah Jean Arvy, kakaknya.

Aku tak mengatakan apapun hanya menatapnya untuk beberapa saat, sebelum tersenyum tipis kemudian membuka pintu mobil.

"Hati-hati," pesanku.

Kemudian kendaraan itu melesat ke arah jalan dan hilang di ujung jalan.

Aku menghela napas menatap ke jalan tadi.

"Dari mana saja kau?" Suara familier itu mengalihkan perhatianku.

Aku menoleh mendapati seorang wanita paruh baya yang masih tampak cantik di usianya yang telah menginjak kepala lima. Dengan gulungan rambut yang rapi di kepalanya, make up dan pakaian mahal yang melekat pada tubuhnya memperlihatkan dari kelas mana ia berasal.

Dia-- mama. Mamaku.

Aku tak menghiraukannya. Aku hanya berjalan masuk ke dalam rumah tanpa berbalik.

MAFIA (Completed)Where stories live. Discover now