41. Es yang Mencair

2K 162 26
                                    

1047 word

Benci dan dendam menyapu bayangmu
Luka dan penghianatan menepis suaramu
Aku selalu berusaha menyakitimu
Namun, justru akulah yang hancur bagai debu

Mafia

"Setelah kupikir kita tak pernah duduk sambil bicara seperti ini yah?" ujar Jean. Ia tersenyum tipis saat ia baru mengingat tak pernah ia menghabiskan banyak waktu bersama adiknya. Yang ia lakukan selama ini hanya berdasarkan ambisinya.

"Hmm benar." Lin mengangguk.

Mereka diam beberapa saat sebelum suara Lin kembali terdengar.

"Bisakah kau memberiku sesuatu?" Lin berbisik pelan.

Jean meliriknya.

"Aku tau kau memilikinya, jangan mengelak."

"Apa yang kau inginkan?" Jean bertanya.

"Berkas. Berikan aku data para peninggi negara yang culas itu, kau menyimpannya bukan?" Lin tampak tenang, Jean justru terdiam beberapa saat.

"Itu adalah satu-satunya peganganku untuk menyelamatkanmu, kau tau kan resikonya?" bisik Jean.

"Aku akan menyelamatkan diriku sendiri, tapi orang-orang yang kotor dan penuh kebohongan di pemerintahan juga harus diruntuhkan. Bukankah mereka juga jahat? Aku tak ingin hanya kita yang runtuh, orang-orang itu merampas lebih dari kita, mereka hanya bersembunyi di balik nama wakil rakyat, membodohi dan terus berbohong." Lin meyakinkan.

"Aku akan memberikannya padamu tapi berkas itu juga menyangkut orang tua suamimu. Apa kau yakin hm?"

Lin mengangguk pasti tapi pandangannya mulai sendu. "Aku yakin, dia akan mengerti."

".. atau mungkin tidak." ia mencicit pelan.

Jean menatapnya dalam.

"Apa kau mencintainya?" Pertanyaan Jean membuat Lin menatapnya dalam tanda tanya yang besar.

"Bukankah itu sudah jelas?"

"Oh." Jean mengangguk. "Bagaimana rasanya jatuh cinta?"

Lin tampak berpikir. "Seperti masuk ke rumah hantu."

"Menyeramkan?"

Lin mengangguk. "Aku ketakutan tiap saat, tapi itu bagus karena aku tidak masuk ke dalamnya seorang diri. Jatuh cinta dan rumah hantu itu sama. Jika masuk ke dalamnya sendiri akan sangat menakutkan ini adalah cinta satu pihak. Tapi jika seseorang berada di sampingmu dan memegang tanganmu, bukankah itu sangat manis? Kita sama-sama menghadapi gelap dan ketakutan yang sama sebelum keluar dan menemukan kelegaan bahwa kami bisa melewatinya." Gadis itu tersenyum tipis seraya berdoa dalam hati semoga ada masa ketika dia bisa keluar dari rumah hantu dan gelapnya cinta dengan bergenggaman tangan.

Jean mengelus kepalanya. "Begitukah?Tapi aku tak takut gelap dan aku tak percaya hantu."

Lin menatapnya sebal, Jean terkekeh.

"Lin!" panggil Allen. Suaranya terdengar panik. "Gawat."

Lin berlari masuk dengan panik dan rasa takut luar biasa, meninggalkan Jean yang termangu melihat ekspresinya.

Ekspresi yang takut akan perpisahan, takut untuk sendirian, takut ditinggalkan semua tergambar jelas di wajah adiknya.

Ekspresi yang sama yang ia lihat di wajah Faiqa sebelumnya.

Ia menghela napas berat.

Jean tak tau bahwa sedari tadi ada seseorang yang mengamatinya.

Wanita itu tersenyum dalam tangis melihat wajah dan mendengar suaranya dalam diam di pojok bangunan, mengintip sepasang kakak beradik yang saling melepaskan.

MAFIA (Completed)Where stories live. Discover now