15. Mari bersamaku

3.8K 281 0
                                    

1052 word.

Bruuukkk!

Aku terjatuh karena terantuk batu, kemudian dengan susah payah aku kembali berlari sekuat yang kubisa, menghindari sesuatu yang tak tau apa, tapi aku tau itu membahayakanku.

Aku tak peduli pada kedua kaki telanjang yang mulai berdarah-darah tergores akar pohon atau batu, atau pada napas yang memburu karena lelah dan takut yang membumbung menguasai hati.

Suara tangis itu melengking di telingaku, menyadarkan aku bahwa waktuku semakin menipis untuknya. Sedangkan, bayangan gelap pemegang katana di belakangku semakin mendekat.

Aku berlari sekuat tenaga untuk mencari dia. Dalam kegelapan pekat aku berlari ke mana pun kaki membawaku dan memasang telinga mendengar tangisannya.

Jantungku berpacu cepat, hatiku terus berdoa akan keselamatan kami atau paling tidak dirinya. Aku menginginkan keselamatannya apapun yang terjadi.

Sampai aku menemukan sosok yang kucari berjongkok meringkuk membelakangiku.

Aku berlari menghampirinya.

Brukk!

Aku kembali jatuh bergulingan di tanah sebelum mencapainya. Pakaian serba putih yang kupakai sudah compang-camping kotor dan sobek karena terjatuh tapi aku tetap tak lagi peduli.

"Aaarrrgh!" Pekikan itu kembali terdengar memekakkan telinga.

Dengan tergesa aku berusaha bangkit untuk menenangkan dia yang telah berdiri dengan kaki lelahnya.

Mata cokelat itu nyalang menatapku takut, tubuhnya gemetar hebat, napasnya memburu dan seiring dengan langkah kakiku mendekatinya, ia juga perlahan melangkah mundur menjauhiku. Ia ketakutan karenaku.

"J-jangan-jangan mendekat," bisiknya.

"Lin, aku takkan menyakitimu. Tenanglah. Aku sudah di sini." aku berusaha menggapainya tapi ia semakin panik menjauhiku.

"JANGAN MENDEKAT!" teriaknya.

Aku tersentak.

Semuanya begitu cepat berlalu saat ia berbalik hendak berlari sebelum sebuah katana menembus dada kirinya. Darah mengucur begitu deras. Pekikan tertahan di bibirnya terasa mencekik leherku.

Napasku tercekat, bibirku kelu, dan jantungku terasa berhenti berdetak. Nyawaku terasa melayang ke udara saat mataku mengikuti gerak perlahan tubuh rapuh itu tergelepar di tanah. Tak sanggup aku mengatakan apapun, bahkan untuk bernapas sekalipun.

Perlahan aku mendongak, menatap pada sang pelaku. Orang yang harus bertanggung jawab karena kekasihku.

Aku duduk tak berdaya di tanah saat bertatapan dengan sosok yang tak berperasaan itu. Sosok yang paling kuyakini dan tak pernah kuragukan ataupun bayangkan akan menyakiti apalagi membunuh perempuan yang teramat kucintai.

Sosok yang berdiri tegap, pemegang katana penuh darah, tatapan dingin di manik gelapnya tampak begitu kosong. Rambut gelap yang nyaris mencapai mata itu sesekali tertiup angin, menghadirkan perasaan dingin dan takut pada hatiku.

Perlahan bibir itu mengukir sunggingan bengis. Sunggingan yang tak pernah kukenal selama aku mengenalnya.

Dia adalah-

Aku.

Mafia

Aku tersentak bangun dari tidur. Napasku memburu dan keringat bercucuran membasahi sekujur tubuhku. Jantungku berpacu cepat seolah akan melompat dari tempatnya.

MAFIA (Completed)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن