Part 56

130 12 0
                                    

Happy reading guys❤️

AUTHOR POV

"LO SERIUS?!" Alana hanya mengangguk.

"Gimana bisa lo terima semua itu? Lo tunangannya Pak Vano! Jangan-jangan lo nggak cinta ya sama dia?!"

Alana tentu saja menggeleng, "Gue cinta sama Pak Vano, tapi kalau dia nya cinta sama orang lain, gue bisa apa?"

Mereka berempat menatap Alana dengan pandangan iba. Tau begini ceritanya, mereka tak akan menceritakan hal ini pada Alana.

"Sorry, tau gini gue nggak akan cerita apapun ke lo, maaf udah buat lo sedih pagi-pagi gini"

"Nggak papa, lagian gue udah tau kalau Pak Vano suka sama Rania, bahkan sejak dulu. Yang belum gue tau, ternyata Rania juga punya perasaan yang sama"

"Jadi gimana? Bener kan kalau Rania putusin gue karena dia suka sama Pak Vano?" tanya Kelvin yang membuat keempat orang disana terdiam, bingung akan menjawab apa.

"Kak Kelvin, kita ada di posisi yang sama. Gue cuma bisa bilang sabar sama lo, gue tau pasti sakit banget, kan? Mungkin aja saat ini melepaskan itu perlu, demi kebahagiaan orang yang kita cinta"

"Nangis aja, jangan di tahan. Gue tau hati lo pasti hancur" Kelvin menyentuh bahu Alana, mereka sama-sama terluka, namun mereka tentu harus saling menguatkan.

Alana tetap tak menangis, ia masih bisa menahan air matanya, "Harusnya gue sadar diri! Dari awal Pak Vano emang nggak pernah suka sama gue? Lo tau gimana rasanya jadi gue saat liat secara langsung Pak Vano ungkapin perasaannya sama Rania? Sakit? Pasti! Nggak terima? Pasti! Tapi gue nggak bisa apa-apa. Siapa yang berhak ngelarang orang buat jatuh cinta?"

"Bangsat!" umpat Dino yang merasa kesal dengan kelakuan guru matematika nya tersebut, benar-benar tak tau di untung!

"Lo bisa dapetin yang lebih baik dari dia, Lan" ujar Rafa yang ikut terbawa emosi, dirinya melihat Vira berinteraksi dengan cowok lain saja sudah emosi dan kalang kabut, apalagi berada di posisi Alana, pasti sangat sakit!

Alana berusaha tersenyum, "Pak Vano nggak salah, jadi jangan benci dia ya Kak. Rania pun nggak salah, kita cuma perlu ikhlas kalau suatu saat nanti ngeliat mereka bersama" ujarnya, "Gue balik ke kelas ya, udah mau bel masuk" pamit Alana pada keempatnya, lalu pergi meninggalkan kelas dengan tergesa-gesa dan punggung yang bergetar.

Melihat hal itu, tentu mereka sangat tau bahwa Alana sudah tak bisa lagi menahan tangisnya, bel masuk masih tersisa 20 menit lagi, membuat kebohongan Alana semakin terlihat.

"Kalian kenapa?" Risa yang baru saja memasuki kelas bersama Vira langsung menatap mereka dengan heran.

"Din! Mending lo sama Risa nyusul Alana, kasian dia" saran Rama.

Dino mengangguk, lalu menarik tangan Risa, saat berjalan di koridor, Dino menyempatkan diri untuk menceritakan semuanya yang terjadi.

"Kamu masuk, ya? Tenangin Alana, kasian dia" ujar Dino melirik ke arah toilet yang baru saja di masuki oleh Alana.

"Iya, aku masuk ya" Dino hanya mengangguk.

"Hiks..hiks!!" baru saja memasuki toilet, Risa sudah bisa mendengar suara seseorang menangis, tentu saja itu suara Alana.

"Lan," panggil Risa sambil mengetuk pintu toilet yang ia yakini di dalamnya ada Alana.

"Alana, ini gue Risa. Lo bisa berbagi semuanya ke gue, jangan nyimpen kesedihan lo sendiri"

"Hiks! Hiks!" Alana masih saja menangis, membuat Risa semakin tak tega. Kini rasa cemburu yang ia miliki untuk Alana dulu sudah hilang entah kemana.

"Lan, keluar ya? Jangan gini, kalau perlu biar gue yang ngomong langsung sama Pak Vano, gue sama yang lainnya bakal marahin dia kalau lo nggak keluar"

Ceklekk!!

Pintu terbuka, menampilkan sosok Alana dengan mata sembabnya.

"Jangan, Pak Vano nggak salah" lirihnya.

Risa lalu memeluk Alana dengan erat, memberikan kekuatan pada tegar di hadapannya ini, "Hati lo terbuat dari apa sih? Harusnya lo benci sama dia! Tapi ini..."

"Kak Risa makasih, tapi tolong jangan bilang apa-apa ke Pak Vano"

"Tapi..."

"Please Kak, gue mau dia bahagia dengan pilihannya, dan yang pasti itu bukan gue"

"Oke" putus Risa pada akhirnya setelah pelukan mereka terlepas, "Kita keluar ya? Jangan nangis lagi"

Alana mengangguk lalu memaksakan senyumnya, "Ini udah nggak nangis, kok!"

Risa langsung tersenyum, "Pak Vano harusnya bersyukur bisa di cintai sama cewek kayak lo, tapi lo tenang aja, dia pasti nyesel nantinya, tunggu aja tanggal mainnya!"

Alana hanya mengangguk, lalu berjalan keluar dari toilet bersama dengan Risa.

Baru saja mereka keluar dari Toilet, mereka sudah di tampilkan dengan pemandangan yang tak enak.

Bagaimana tidak? Di hadapannya kali ini sudah ada Dino yang mencak-mencak sedangkan Vano yang raut wajahnya terlihat membingungkan.

"Alana?" mereka sama-sama menoleh ke arah Alana.

"Bapak bisa liat? Seberapa dalam bapak nyakitin dia? Kalau bapak emang nggak suka, kenapa harus nyakitin sih?!"

"Kamu nangis?" Vano berjalan menuju Alana, berusaha meraih tangan Alana.

Dengan gerak cepat Alana menghindar, "Nggak kok"

"Jangan bohong!"

"Kalau dia nangis emang kenapa? Bapak mau tanggung jawab? Sekedar informasi aja, dia nangis karena bapak!"

"Karena saya?"

"Iya jelas! Karena tunangannya ini lebih milih cewek lain!"

"Maksud kamu? Saya nggak ngerti"

"Hdeh! Guru tapi nggak pekaan" celetuk Risa.

"Gimana saya tau kalau kalian nggak jelasin apapun!" Vano melirik ke arah Dino, "Kamu juga! Saya datang langsung marah-marah! Bahkan saya nggak tau salah saya apa!"

"Bapak udah buat dia nangis!" Risa menunjuk Alana, "Tega banget ya, cewek sebaik Alana di sia-sia in!"

"Tunggu aja, karma pasti ada buat bapak!" celetuk Dino.

"Lana," lagi-lagi Vano berusaha menggapai Alana, tapi lagi-lagi juga Alana menjauh.

"Selamat Pak"

Vano yang tak mengerti justru mengerutkan alisnya, "Buat?"

"Buat cinta bapak ke Rania yang akhirnya terbalas, selamat! Kalian akan bersama."

Selesaiii....

Thank you for reading guys❤️

Publish on
15 Juli 2020

Back in Love✔ [COMPLETE]Where stories live. Discover now