Chapter 41 | None of Your Business

Mulai dari awal
                                    

Ibu Jordan merangkul senang lengan Amandine "Aku suka sekali, kau memang sangat luar biasa sayangku..." Puji Ibu Jordan.

Amandine tentu saja senang mendengarnya, bagaimanapun ini hasil kerja keras timnya. Rasanya sangat senang jika banyak yang memberikan apresiasi pada hasil kerja keras mereka.

"Ibu jangan terlalu memujinya, nanti dia besar kepala" Ejek Jordan. Amandine langsung melotot pada Jordan karena kesal.

"Lihat, bahkan kau memelototi ku didepan Ayah dan Ibu..." Ujar Jordan. Sedetik kemudian dia menerima pukulan dari tas ibunya.

"Suami macam apa kau ini, bisa bisanya mengejek istrimu sendiri !" Omel Ibu Jordan. Selalu seperti itu, ibunya akan selalu membela Amandine dalam keadaan apapun. Padahal Jordan lah satu satunya anak mereka.

Yahhh, diakui oleh Jordan kalau Amandine ini adalah tipe menantu idaman para ibu ibu. Wajahnya cantik, otak yang encer, latar belakang keluarganya bagus, tidak banyak tingkah, dan selalu mendengarkan curhatan para ibu ibu.Pantas saja ibunya begitu menyukai Amandine.

Ditengah pembicaraan mereka, muncullah Teressa yang menggandeng ayahnya sang Walikota Malmedy.

"Woahhh, terima kasih sudah datang Tuan" Sambut Jordan begitu dia melihat kehadiran Arthur Janssens, ayahnya Teressa.

Arthur Janssens menyambut jabatan tangan Jordan dengan wajah sumringah "Senang sekali sudah diundang. Saya harap semuanya berjalan lancar"

"Ayah, ini ayah dan ibunya Jordan..." Teressa memperkenalkan Ayah dan Ibu Jordan pada Ayahnya, dan tidak memperkenalkan Amandine sebagai istrinya Jordan.

What ? kau memperkenalkan mereka seperti sedang memperkenalkan orang tua pacarmu. Jengkel Amandine dalam hatinya. Rasanya Amandine ingin sekali mencakar wajahnya sekarang juga.

"Halo tuan de Vos, saya sudah sering mendengar nama anda. Tapi maafkan saya karena kita baru pertama kali ini bertemu" Ucap Arthur mencoba ber ramah tamah.

Ayah Jordan menggeleng dan menepuk pelan tangan Arthur Janssens "No, saya yang minta maaf karena belum pernah bertemu dengan anda. Terima kasih atas bantuan anda selama pembangunan di Malmedy ini"

""Halo Nyonya, senang bertemu dengan anda..." Sapa Arthur pada Ibu Jordan.

"Senang bertemu dengan anda Pak Walikota..." balas Ibunya Jordan. Meski wajahnya ditutupi dengan senyum, namun samar samar raut wajah tak suka yang diperlihatkan ibunya Jordan dapat dirasakan oleh Teressa.

"Bukan aku yang membantu, tapi putriku ini lah yang meyakinkan ku kalau proyek ini merupakan keputusan yang bagus untuk mengembangkan kota ini..." Arthur menepuk pundak Teressa dan membanggakannya.

"Benarkah ? wahh, terima kasih banyak Nona.. maafkan jika anakku sudah merepotkanmu selama ini" Sahut Ayah Jordan.

Teressa tersenyum senang, lalu mengalihkan pandangannya pada Jordan "Tidak, Jordan tidak pernah merepotkan ku dan selalu bersikap manis padaku" Pujinya sambil tersenyum menatap Jordan.

Bersikap manis katanya ? berani sekali dia berkata begitu, apa dia tidak bisa melihat ada istrinya Jordan disini ? Ingin sekali Amandine mencabik bibirnya itu. Namun Amandine menahannya karena tidak ingin mempermalukan orang tua Jordan.

Jordan diam diam meraih satu persatu jemari Amandine dan menggenggam tangan istrinya, berusaha menenangkan Amandine. Seolah tau kalau saat ini Amandine berniat menyerang Teressa.

"Ohhhh, benarkah itu ? senang mendengarnya... Anakku yang kurang ajar ini memang selalu bersikap manis kepada wanita wanita cantik" Puji Ibunya Jordan. Membuat Wajah Teressa memerah karena orang tua Jordan sepertinya menyukainya.

"Tapi, kau tau, dia itu akan selalu bersikap menyebalkan hanya kepada orang yang dicintainya" Ibu Jordan melempar padangannya pada Jordan "Anakku ini memang bodoh sekali..." Sambung ibunya.

Membuat senyum yang sejak tadi terbit di wajah Teressa menjadi tenggelam hanya dalam hitungan detik. Asal Teressa tau saja, Amandine adalah menantu kesayangan ibunya Jordan. Dia pikir dia siapa berani bersikap nakal pada Jordan di hadapan ibunya.

Amandine terkesiap mendengar penuturan ibunya Jordan, benarkah kata ibunya itu ? Amandine melirik kearah Jordan yang secara spontan melepaskan tautan tangan mereka.

Pasti Ibunya Jordan salah, lirih Amandine dalam hantinya.

"Permisi, aku sepertinya harus ketoilet" Sela Jordan. Kemudian pria itu pamit.

Amandine menatap punggung Jordan yang menjauh darinya, hatinya terasa ngilu saat ia menyadari kalau Jordan menghindari topik pembicaraan ini. Mungkin memang Jordan tidak akan pernah bisa membalas perasaannya.

Melihat Jordan yang pergi ketoilet, seketika Teressa menjatuhkan Anggur yang dipegangnya ke tubuhnya sendiri.

"Ahhh... maafkan aku, sepertinya aku harus membersihkannya sebentar..." ucap Teressa berpamitan pada orang tua Jordan dan ayahnya sendiri.

Amandine tau Teressa sengaja menumpahkan minumannya sendiri, namun akan terasa tidak sopan jika dia juga ikut ke toilet.

Teressa berhasil dengan rencananya, saat dia keluar dari ruangan acara, Jordan belum terlalu jauh.

"Jordan..." Panggilnya. Pria yang dipanggilnya itu sontak berhenti, namun tidak langsung membalikkan tubuhnya.

"Aku tau, kau menghindari pembicaraan ini kan ?" Lanjut Teressa sembari menyusul Jordan dan kini berdiri dihadapan pria itu.

"What ?" Tanya Jordan malas. Rasanya aneh, dulu Jordan senang melihat Teressa. Tapi sekarang rasanya dia bahkan malas mendengar suara Teressa.

"Kau tidak bisa menyangkalnya kan ? kau menghindari pembicaraan ini, karena kau tau kau tidak mencintai istrimu kan ?" Tegas Teressa.

Jordan semakin malas mendengarkan ocehan Teressa "Jika tidak ada hal penting yang akan kau bicarakan, sebaiknya kau menyingkir" Ucap Jordan dingin.

Pria itu melangkahkan kakinya dan meninggalkan Teressa disana. Tapi dengan cepat Teressa menahan langkah Jordan lagi.

"Kau pikir Amandine hanya menginginkan kalian hidup bersama seperti ini ? apa kau yakin dia tak akan mengharapkan lebih ?" Cecar Teressa.

Jordan menatap Teressa dengan heran "Apa maksudmu ?"

Teressa menyeringai "Bagaimana kalau dia akhirnya mengharapkan lebih darimu ? dia juga ingin memiliki anak suatu saat nanti. Apa kau sudah siap ? apa kau siap menjadi pria menikah yang terikat dengan satu orang wanita dan harus menghabiskan waktumu hanya untuk seorang anak kecil ?" papar Teressa.

Matanya menatap serius pada Jordan, Pria dihadapannya ini harus tau kalau menikahi Amandine adalah pilihan yang salah.

Jordan berdecih "kau tau, semua ini bukan urusanmu. Dan kau jangan lupa, kau lah yang mengatakan kalau kita ini hanya bersenang senang" Pungkas Jordan sembari menghempaskan dengan kasar tangan Teressa yang memegang lengannya tadi.

Kali ini pria itu benar benar meninggalkan Teressa disana, dengan rasa dongkol yang luar biasa.

.....................................................................................................................................

Selamat membaca, Author nggak tau mau nulis apa lagi ini.

My Love Lucifer (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang