Prologue

32K 941 148
                                    

Di tengah ring tinju berbentuk persegi empat itu, Axel melakukan pukulan strike kepada lawannya tanpa ampun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di tengah ring tinju berbentuk persegi empat itu, Axel melakukan pukulan strike kepada lawannya tanpa ampun. Dia mengulas sedikit senyum ketika lawanya terjatuh, terkapar di atas ring dan tampak tidak berdaya. Knock Down. Axel melakukanya dengan sempurna. Suara riuh penonton kembali terdengar, didominasi oleh suara pendukungnya yang tak henti-henti meneriaki nama Axel Addison ketika kemenangan nyaris berada di depan mata.

"Satu."

"Dua."

"Tiga."

Wasit mulai menghitung, satu sampai sepuluh. Axel pun berdiri di sudut putih yang baru saja wasit tunjuk untuknya. Dia menunggu lawannya bereaksi dan kembali melanjutkan pertandingan tapi sepertinya itu mustahil. Sepuluh detik tidak akan mampu membuat lawannya bangkit dan menyerang Axel kembali.

Tangan kanan Axel diangkat naik ketika hitungan sudah mencapai angka sepuluh namun lawannya tidak bereaksi. Dia menang, lagi dan lagi. Axel Addison memang tidak pernah terkalahkan. Para penonton bersorak gembira dan bertepuk tangan merayakan kemenangan idola mereka.

"Selamat, Axel. Kau memang hebat!" Sambut Brady.

Axel melepaskan kedua sarung tinjunya setelah turun dari ring. Dia menyalami tangan Sang Pelatih yang berperan banyak pada kemenanganya di setiap pertandingan. "Terimakasih! Semua ini juga berkat pelatihan yang kau berikan padaku, Brady."

"Kau memang Sang Juara!" Brady menepuk punggung terbuka Axel dan menggiringnya menuju tempat yang lebih sepi. "Malam ini adalah keberuntunganmu. Jackpot! Perdana Menteri ingin bertemu denganmu, Axel."

Guratan keras terlihat di dahi Axel ketika dia tidak paham maksud dari ucapan Brady. Di dalam ruangan administrasi gedung ini—ruangan yang tidak terlalu besar dan cukup panas karena hanya difasilitasi sebuah kipas baling yang menggantung pada plafon ruangan—Axel melihat seorang pria tegap mengenakan jas hitam formal sedang menatap ke arahnya yang baru saja memasuki ruangan. Wajah pria paruh baya itu tampak tidak asing bagi Axel. Dia kerap melihatnya di koran harian atau pada berita yang disiarkan di televisi.

"Abraham Falkner. Menteri Pertahanan Amerika Serikat. Tentu kau mengenalkan 'kan?"

Ya, itu dia! Axel tentu mengetahuinya. Orang nomer dua setelah Pemimpin Negara yang menyita perhatian publik karena gaya kepemimpinanya yang otoriter.

"Good Luck, bung! Kau berhak mendapatkan kesempatan emas ini." Brady menepuk pundak Axel sebanyak tiga kali sebelum meninggalkan ruangan tersebut.

Axel mengambil jubah tinju yang terdapat di ruangan tersebut. Kemudian dengan cepat menggunakanya. Dia hanya ingin terlihat sopan di depan orang penting negeri ini.

"Axel Addison. Kau kah itu?" Tanya Abraham setelah meneliti penampilan Axel dalam beberapa saat. Dia mengulurkan tangan dan dijabat Axel dengan sopan. "Sebelumnya selamat atas kemenanganmu. Kau keren! Aku menonton pertandinganmu tadi."

Don't Call Me AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang