Araf dan Ceritanya

7.8K 524 19
                                    


Dia kembali menarik tanganku mengajak ke pinggir alun-alun. Kami menikmati senja bersama. Aku lihat ada kilat sendu di wajah Kak Araf. Aku mencoba menjadi teman yang baik.

"Ada apa Kak? Are you okay" tanyaku memastikan.

Dia hanya tersenyum dan kembali menunduk. Aku menepuk pundaknya. "Cerita aja, siapa tahu bisa mengurangi beban kakak" ia mengangguk .

Dia menatapku dalam, mengambil nafas. Ia kembali menerawang melihat senja.

"Kalau aku lihat senja aku jadi ingat adikku" aku mengangguk.

"Wah pasti berat banget ya kak LDR sama keluarga" kataku masih santai dia tersenyum kecil

"Iya, apalagi saya LDR jauh dari adik saya."

"Emang adik Kakak sekolah dimana?" Ia masih tetap tersenyum. Aku bisa-bisa diabetes dekat dengannya.

"Dia pergi lima tahun lalu. Allah lebih sayang sama Kara"

"Maaf Kak" aku sama sekali tidak tahu cerita ini.

"Nggak Papa. Jadi namanya Karamel Widiantama dia adikku satu- satunya. Usianya kalau sekarang dia masih sehat pasti seusia mu. Dia ceria,aktif cantik persis seperti kamu." Ia terlihat mengambil nafas. "Kara suka banget sama yang namanya senja. Aku Mas yang jahat untuk dia, aku nggak bisa mengabulkan permintaan terakhir dia untuk melihat senja. Dia sakit kanker darah. Di usia yang masih sangat muda dia harus kehilangan masa bermainnya untuk ngelawan penyakitnya. Anak SD yang belum tahu apa-apa dia harus menanggung sakit. Dia alasan terbesar ku untuk semangat ngambil jurusan ini. Aku pengen nyembuhin orang, biar nggak ada kehilangan lagi. Alasanku emang klasik Bin untuk nyembuhin orang. Tapi aku nggak mau ada banyak orang yang terpuruk kaya aku atas kehilangan orang yang mereka sayang."

"Dia kelas enam SD,dan saat itu aku udah masuk FK UGM, kampus yang aku impikan dari SD dulu. Aku selalu janji sama dia bakal jadi dokter yang bakal sembuhin dia. Sampai aku rela waktu weekend aku pakai untuk pulang pergi Jogja-Surabaya buat ketemu Kara, buat nyemangatin Kara.

Tapi Allah lebih sayang sama dia. Dia dipanggil saat kelas satu SMP. Saat aku belum bisa wujudkan mimpi dia. Aku belum bisa jadi dokter untuk dia. Aku belum bisa bahagiakan dia.

Bahkan saat terakhirnya aku nggak bisa wujudkan mimpinya untuk lihat senja bareng aku. Aku gagal jadi kakak buat dia Bin aku gagal" akhirnya pertahanannya runtuh. Kak Araf menangis sesenggukan. Aku mengusap punggungnya. Membiarkan tenang sejenak.

"Makanya saat aku lihat kamu di bawa ke UGD waktu itu hati aku kaya kesayat, ingat Kara setiap waktu harus di atas tempat tidur. Dan setelah aku lihat-lihat kamu persis seperti Kara, kamu seperti Kara yang hidup kembali. Kamu selalu ingetin aku sama Kara." Aku tersenyum

"Mulai sekarang aku bisa jadi adik buat kamu Kak. Kakak boleh anggap aku sebagai adik kecil kakak." Dia menatapku tersenyum dan mengangguk.
"Makasih ya Bin. Udah dengerin ceritaku, lega bisa berbagi cerita sama orang lain"

"Makanya kakak itu cari pacar. Jangan jomblo terus. Ganteng-ganteng kok jomblo."

"Jadi aku ganteng nih" ledeknya

"Ehh. Emm Enggak biasa aja."

"Nah itu tadi bilang ganteng. Gimana sih kamu"

"Kepedeean deh kak"

Dia tersenyum menarikku berdiri. Berjalan ke sisi timur alun-alun, mengajak sholat Maghrib di Masjid yang sore tadi kami kunjungi. Dan aku juga masih dalam mode melongo saat melihat muka dan rambutnya basah.

Setelah menunaikan sholat Maghrib berjamaah kami melanjutkan jalan-jalan. Dari masjid aku berjalan di belakang Kak Araf, menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya. Wangi baju baru, padahal kami sudah beraktivitas dari pagi tadi.

Mama baru saja menelfon Kak Araf, katanya ada kondisi darurat di rumah sakit jadi lebih baik aku bersamanya dulu.

Kak Araf mengajak makan malam, ia mengajakku makan di lesehan alun-alun. Di sana banyak orang yang makan malam. Aku memilih ayam bakar sama seperti pesanannya. Dan tak lupa, minumnya  jeruk tawar. Kali ini bukan es, tetapi hangat. Kalian tahu jawaban apa saat aku bertanya kenapa kok nggak pakai es kaya tadi sore. Jawabnya menggelitik perutku. Katanya kalau malam-malam perutnya sensitif jadi bisa saja kalau malam minum es perutnya bisa masuk angin. Ini lucu sih menurutku

Kalian tahu ternyata Kak Araf itu tipe orang yang jenaka. Dari tadi selalu membuat aku ketawa. "Bin. Tau nggak kenapa bumi bulat?" Aku mengerutkan dahi. "Kenapa emangnya?" Aku gantian bertanya. Dia malah menonyor kepala ku. "Aku nggak tahu, makanya aku tanya sama kamu. Soalnya pas pelajaran itu adanya aku mikirin kamu. Jadi nggak paham." Sial sial ini bukan kali pertama aku di kerjain sama Kak Araf.

Setelah makan dia mengajakku untuk naik bebek kayuh. "Kak jangan kenceng-kenceng dong. Aku pakai rok gini." Dia malah tersenyum dan menambah kecepatan kayuhannya. Dia bercerita punya pengalaman buruk waktu SD dengan angsa tetangga. Katanya angsa tetangga lebih kejam dari selimut tetangga. Ada-ada saja Kak Araf ini. Dia juga bercerita harus berhati-hati saat kita berteman. Aku tanya kenapa. Dia malah diam, aku tanya sekali lagi kenapa dia masih diam dan menahan tawa. Terakhir dia jawab "Ya nggak papa, aku cuman pesen hati-hati, karena dalam mengerjakan apapun kita harus hati-hati termasuk dalam temenan" sumpah itu garing banget. Aku nggak ketawa, biarin salah siapa nyebelin. "Seminggu lagi aku udah nggak ada di stase bedah. Bakalan pisah nih sama Bunda, kaya nggak rela gitu." Wajahnya masam.

"Besok jalan lagu yuk Bin. Kita ke pantai, pasti kamu belum pernah." Katanya

"Ih kata siapa? Udah pernah ya waktu itu"

"Sama siapa?"

"Ada deh"

"Ih siapa"

"Awas itu nabrak"

"Iya-iya. Rasanya aku nggak mau pulang deh. Pengennya sama kamu terus."

"Ih gombal nyebelin. Pacarnya yang itu mana?"

"Dah putus lama Bin. Sudah dari dulu, sudah masa lalu. Yang ada kan masa depan sama kamu" aku pura-pura muntah.

Dia masih menaik turunkan alisnya. Setelah capek naik bebek kayuh dia meminta foto berdua. Aku tanya untuk apa, dia jawab. "Di rumah banyak tikus, ada fotomu pasti mereka takut. Hahaha" aku cemberut dan meninggalkan dia yang masih ketawa.

Dia setengah berlari mengejarku. Aku masih mempercepat langkahku hingga tak sadar ada batu, sialnya aku tersandung batu itu dan jatuh. Kaki ku sepertinya terkilir.

Kak Araf berjongkok dan mengurut kakiku. "Lain kali jangan lari-larian ya. Kaya anak kecil aja." Aku masih menatap manik hitam itu, di sana ada kenyamanan. Mata kami saling mengunci.

"Bin."

"Iya?"

"Jadi pacar saya mau?"

✨✨✨

Cie di tembak, mau nggak nih jadi pacarnya Kak Araf?

Jangan lupa vote dan komen ya.

Terimakasih sudah baca cerita saya.

With love
Manman 💕

Silent Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang