Debat Pensi

8.6K 563 7
                                    

Bina POV

Sekarang aku sudah mulai berani untuk naik mobil sendiri. Mama hari ini ada jadwal operasi yang mengharuskan ia berangkat lebih awal. Setelah kemarin pertemuan dengan Papa aku begitu lega menjalani kehidupan selanjutnya. Oma dan Tante Vine sudah kembali ke Jakarta kemarin sore. Papa? Ia kembali melanjutkan kehidupan bersama perempuan itu. Yang jelas untuk saat ini aku akan lebih-lebih bersabar untuk menunggu waktu yang tepat menikmati kebahagiaan.

Untuk Kak Alan, kemarin ia masih sempat menghubungi ku. Dia menanyakan alamat rumahku. Tentunya saat dapat persiar ia akan mengunjungiku. Kita tunggu saja kapan waktunya.

Dan untuk kak Aksa kemarin pagi-pagi sekali ia sudah mengirim pesan terimakasih untuk bolunya. Senangnya kalau dia suka. Lain kali aku harus belajar dengan Mama tentang resep kue lainnya.

Hari ini aku sampai di sekolah lima belas menit sebelum bel masuk berbunyi. Parkiran nampak lengang karena kelas dua belas sebagaian tidak masuk.

Aku berjalan perlahan melewati koridor, tak terasa sebentar lagi sudah kelas dua belas. Harus fokus untuk cita-cita, tetapi tetap saja aku belum menentukan.

Dari kejauhan Mita sudah bertengger manis di bangku depan kelas. Dengan earphone dan buku tebal khasnya. Mita memang gadis cerdas. Ia merupakan paskibraka Nasional tahun kemarin, dan beberapa bulan yang lalu bersama ke-tiga timnya, ia menjuarai perlombaan di tingkat Asia. Juara tiga tapi itu sudah membawa nama baik untuk Indonesia.

Rencananya ia mau mengambil jurusan bisnis di Jerman. Makin LDR lagi tu anak sama pacarnya.

"Mita baca apa sih serius banget" aku menunduk melihat bukunya.

"Hmmmm" aku membaca judul bukunya.

"Pagi-pagi udah belajar bahasa orang aja sis." Ledekku

"Iya dong pinter kan aku. Lagian tumben banget kamu udah berangkat jam segini. Biasanya juga mau bel baru berangkat." Cerocosnya

"Berangkat sendiri aku sis. Eh aku bingung nih." Keluhku

"Why, kenape sih" dia menengok ke arahku.

"Mau kuliah apa aku bingung" aku memonyongkan bibirku maju.

"Yaudah sih. Kedokteran kaya Mama kamu aja. Terus nikah sama tentara, biar kalau perang kamu yang ngobatin" cerocosnya

"Ngawur aja. Mana kuat otak ku di kedokteran sista. Kalau ambil menejemen keren nggak tuh." Usulku

"Kuliah itu bukan tentang keren Bin. Tapi menurutku kamu cocok juga, atau ambil akutansi deh." Jawabnya

"Kenapa gitu?" Tanyaku penasaran

"Biasanya kalau tentara tuh kalau nggak tenaga medis ya pegawai bank atau apa ya. Ya nggak sih" dia menjelaskan sambil menerawang.

"Ya ampun kamu tuh Mit, yang mau sama tentara siapa?" Aku menonyor kepalanya

"Kak Aksa dong, kamu udah cocok jadi Persit lho." Kekehnya

"Masuk yuk Mit, lama-lama kamu makin halu. Dah yuk yuk yuk" aku menarik Mita ke dalam kelas.

Sesampainya di kelas aku langsung duduk di bangku paling depan. Di sampingku Mita tengah mengobrol dengan Lana di biang gosip kaleng rombeng.

"Bina, kamu di cari tuh" teriak Amel dari luar

"Siapa?" Tanyaku

"Kak Aksa" katanya.

Aku langsung keluar kelas merapikan rambut yang agak berantakan.

"Ada apa?" Tanyaku

"Nih" ia menyodorkan plastik putih seperti punyaku tempo hari.

"Ini apa? Buat aku?" Ia mengangguk.

Silent Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang