prps

399 47 23
                                    


my whole life is a game, excluding you.

***

Senin, 8 Januari.

Bulan baru saja muncul dan memantulkan cahaya dari bintang terbesar di alam semesta ketika Audrey melangkahkan kakinya keluar dari kediaman Atmadja.

Gadis itu sudah kembali bekerja di sana setelah begitu banyak kejadian yang menahannya. Beberapa hari belakangan, dia tidak bisa bekerja di sana karena masalah yang menimpa Fiona, yang begitu mengguncang psikis wanita itu. Dan lagi, pertimbangan untuk kembali bekerja di Kafe Tuls juga menyita sebagian besar perhatiannya. Max sangat senang kala mengetahui Audrey batal melamar di sana karena ingin mengawasi Fiona yang depresi dan sedang sangat membutuhkan seorang sahabat.

Itulah mengapa, siang tadi, gadis itu sudah bisa kembali bekerja di sana setelah menemukan jalan keluar untuk kedua masalahnya itu.

Dengan langkah lesunya, Audrey berjalan ke luar. Sambil berjalan, dia memijat pundak kirinya dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya digunakan untuk menenteng sebuah plastik yang berisi makanan sisa makan malam di rumah itu, yang bisa dibawanya-

"Tha, baru pulang?"

Audrey berhenti melangkah kala mendengar teguran itu. Gadis itu menoleh ke kiri, ke tempat di mana Max berada di dalam mobil hitamnya, masih mengenakan seragam sekolahnya yang terlihat acak-acakan.

"Nggak lebih baik lo nanya ke diri lo sendiri?" Audrey menyerang balik, lalu kembali berjalan.

Melihat itu, Max tersenyum kecil. "Naik, yuk. Kita late night driving."

"Ga."

"Gue nggak suka ditolak."

"Oh."

Audrey melangkah semakin jauh, membuat Max memundurkan mobilnya demi tetap bisa berkomunikasi bersama gadis itu.

"Lo beneran capek, ya?"

"Ya."

"Nggak mau nemenin gue?"

"Ga."

Max menghentikan laju mobilnya, lalu berkata sarat kekecewaan kala Audrey terlihat serius dengan perkataannya.

"Ya udah, gue pulang, ya." Audrey melangkah semakin jauh ketika cowok itu berkata, "Tiati, Tha."

"Hm."

Suara mobil Max yang melaju semakin jauh meninggalkannya, membuat Audrey menghela nafas panjang.

Jika hari itu bukanlah hari yang benar-benar melelahkan, maka gadis itu bisa mempertimbangkan tawaran cowok tadi. Masalahnya, kepulangan Zachary dan Ayana serta bayi mereka dari luar negeri menambah kesibukan Audrey hampir delapan puluh persen. Pakaian kotor bertambah, bayi Sasa begitu rewel karena tubuh mungilnya tidak setahan itu pada perubahan cuaca yang sangat kontras, dan itu membuat sang ibu cem-

"AAAAAAAAAAAHHH!!!"

-as.

"MAX, TURUNIN GUE!!!" teriak Audrey tepat di sebelah telinga Max yang, dengan entengnya, menggendongnya layaknya karung beras. "MAAAX!!"

"Kan gue bilang, gue nggak suka ditolak," ujar cowok itu, terdengar tak terbantahkan.

Langkah panjang-panjang yang konstan menandakan cowok itu seserius itu dengan tindakannya.

"LEPASIN, NGGAK?!"

"Kalo gue lepasin sekarang, jatoh lo bakalan nggak elit."

"TURUNIN GUE! TURUNIN, JANGAN LEPASIN! GUE PANGGIL WARGA, NIH!!"

ephemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang