ngl

452 53 7
                                    

you're like 107% angel.

***

Gadis itu tertidur bersama segala kekhawatirannya akan semuanya.

Dalam keterdiaman, Max memerhatikan ketenangan gadis itu. Entah mengapa, ketenangan itu menjalari hatinya pula, seakan memberi penekanan pada perasaannya bahwa, selama gadis itu berada di dekatnya, semuanya akan baik-baik saja.

Audrey Agatha Jeremia—hampir semua manusia baik-baik akui—memang patut diperjuangkan.

Dan Max, cowok itu baru menyadari hal itu belakangan. Dia berharap, dia bisa menarik kembali semua kesalahan yang dia katakan tentang gadis itu.

Satu yang paling dia ingat dengan jelas adalah ketika dia berkata, "Dia nggak seindah yang lo bayangin." pada Noah yang memuji keindahan Audrey.

Sekarang, Max menyadari bahwa kalimat itu benar-benar benar. Audrey memang tidak seindah yang para pria bayangkan. Gadis itu jauh, jauh lebih indah dari ruang imajiner yang bisa dijangkau daya khayal mereka.

Pukul 16.00 itu, Max masih belum bisa menghilangkan kehangatan di hatinya ketika mendapati gadis terindah itu terlelap di sebelahnya.

Melihat ketenangan itu, mau tidak mau ingatannya kembali ke beberapa jam lalu, di saat Audrey kembali menemukan alasan untuk tersenyum.

Pagi hari pukul 06.00 tadi, Max dan Audrey pergi berkunjung ke rumah sakit demi menjenguk Maria yang akan pulang besok.

Di sana, Max melihat perjuangan ibu satu anak itu menjadi begitu nyata.

Bukan hanya lahiriah, batiniah juga.

Sejak beberapa bulan lalu, diam-diam dia sering pergi ke rumah Audrey demi memastikan segalanya berjalan dengan baik. Dan minggu-minggu belakangan, ketika berkunjung ke sana, dia merasa begitu takjub akan kekuatan wanita yang ternyata jauh, jauh lebih besar dari yang pernah dia pikirkan.

Di rumah itu, lampu teras yang menyala selalu dimatikan pukul 03.00, yang menandakan manusia di dalamnya sudah terbangun dan berkativitas. Lalu, pukul 05.00, Audrey akan keluar dan mengantarkan beberapa dus katering ke rumah-rumah, dengan atau tanpa perutnya yang sudah terisi lebih dulu. Pukul 07.00, gadis itu kembali dengan wajah pucat dan keringat dingin yang mengaliri seluruh tubuhnya akibat magnya yang kambuh atau kelemahan tubuh lainnya yang merepotkannya.

Tidak jarang Max lihat, gadis itu berjongkok di jalan dekat rumah, setelah sebelumnya terhuyung dengan pandangan tidak fokus seakan ingin pingsan.

Dengan tangisannya yang tak kasat mata, Audrey akan keluar rumah lagi pukul 09.00 untuk mengantarkan jahitan yang dipesan pelanggan ibunya, biasanya di luar kampung, terletak di suatu komplek perumahan yang jauh di sana.

Lalu, pukul 13.00, setelah memastikan kerapian rumah sudah semaksimal kerja kerasnya, Audrey keluar rumah untuk pergi ke rumah Max untuk mengajar adik dan membereskan rumah cowok itu, lalu pulang pukul 18.00 atau bahkan lebih. Terkadang, hujan juga ikut mendramatisir harinya yang melelahkan.

Pukul 20.00, Audrey akan mengurus ibunya yang mengidap kanker dan pergi tidur entah pukul berapa pagi.

Semua itu terjadi setiap hari, dan gadis itu masih bisa mematahkan sistem patriarki dan segala praktiknya dengan senyuman kuatnya.

Hal itu memukul jatuh harga diri setiap pria yang merendahkan wanita.

Maria dan putrinya adalah bukti keperkasaan wanita tanpa fisik yang harus menjadi sekuat milik para pria.

ephemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang