stdyn

949 82 6
                                    

"Cos 60 berapa, Max?"

"Setengah," Max menjawab dengan cepat, seakan cowok itu sudah hafal di luar kepala segalanya mengenai trigonometri.

Fiona mengangguk, lalu lanjut mengerjakan soal latihan yang diberikan guru yang tidak dia mengerti. Tadi, Max sudah memberikannya penjelasan, dan dia sudah mulai paham sekarang.

Hari Senin ini, mereka bertiga-Audrey, Max, dan Fiona- melaksanakan rencana mereka untuk belajar bersama.

Tapi, sepertinya yang belajar hanya Fio dan Audrey, karena Max asyik minum Chatime yang dibelinya di kantin sekolah sambil menggunakan gawainya untuk nge-game online bersama Tyler dan teman-temannya.

Audrey melirik Max dengan kesal. "Max, lo nggak belajar?"

Max mendengus. "Belajar itu apa?"

Audrey menatap Max dengan mata menyipit. "Kesel nih gue."

"Emang lo kalo di kelas nilainya bagus, Max?" tanya Fio, meninggalkan tugasnya sejenak.

Seakan belum cukup sombong, Max menjawab, "Bagus, sih, enggak. Bagus banget, iya."

Audrey menggeram, lalu menatap sahabatnya dengan tatapan heran. "Lo lagian, nanya anak unggulan IPA."

Fio mengedikkan bahunya. "Ya bisa jadi kan, dia anak terbego di kelas unggulan."

"Lo tau nggak, anak terbego di kelas unggulan itu setara sama anak terpinter di kelas biasa."

"Kalo anak unggulan di kelas unggulan?"

"Gak usah ditanya," jawab Audrey, lalu mengernyit. "Ngapain sih kita ngurusin anak unggulan?"

Fiona tertawa, lalu kembali mengerjakan tugasnya.

Jadi begini, Max itu kelas 11 IPA A, Fiona kelas 11 IPA 1, sedangkan Audrey kelas 11 IPS 1.

Max itu, malas-malas juga dia bisa memboyong banyak piala yang cukup bergengsi di kalangan SMA dan murid-muridnya yang jenius dalam bidang MIPA, baik dalam kompetisi nasional maupun internasional.

Fio juga sudah banyak menyumbang piala dari tulisannya yang sangat mengandung keindahan sastra.

Kalau Audrey, yah, mungkin, mungkin saja, suatu saat dia bisa menyumbang barang satu piala. Apapun lah, mungkin siswa berseragam paling rapi. Entahlah.

"ANJING!" rutuk Max tiba-tiba, duduknya menegak dan matanya melebar. "Yah.... Pou gue..."

Audrey yang sudah panik, berusaha untuk tidak menjitak kepala pacar sialannya itu karena sudah membuatnya terkejut namun, ternyata,....

....ah sudahlah.

"Ya ampun, Max, gue kira apaan," kata Fio yang tadi terlihat panik juga, lalu mendengus geli. "Lo main Pou?"

Max menjawab ya menggunakan alisnya.

"Level berapa?"

"Baru level lima." Max menggaruk keningnya dengan gemas. "Sebenernya gue pengen bunuh dia. Gemes gue liatnya, kayak tai segitiga."

Audrey menutup wajahnya, menahan malu.

Max melanjutkan, "Tapi, setelah gue pikir-pikir, kasian juga, ya."

Fiona tertawa kecil, "Gimana lo aja, Max."

"Lo main juga, Fi?" tanya cowok unggulan itu dengan satu lirikan.

"Nggak, gue gak punya mainan di HP."

"Instal, lah," suruh Max. "Kalo gue sih kadang main Pou, kadang COC. Tadi gue lagi main COC, cuma...." Max mendekati Audrey, berbisik di telinga kanan gadisnya. "....kuotanya abis."

ephemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang