tll

449 51 8
                                    


no one cares, though.

***

"Di mana sih amplop itu," ujar Audrey gemas sambil mengeluarkan isi tasnya, berusaha menemukan amplop berisi tunggakan sekolahnya. "Ck. Perasaan gak dikeluarin deh."

"Cari apa, Kak?" tanya Stephanie sambil menghampiri Audrey di ruang musik.

Mereka bersiap menuju rumah sakit untuk menjenguk Ayana yang baru saja melahirkan seorang bayi perempuan menggemaskan bernama Louisa Europe Atmadja subuh 11 Oktober tadi.

"Amplop putih panjang gitu udah kerobek pinggirnya," ujar Audrey sambil mengingat-ingat segala tentang surat itu. "Lo liat, gak?"

Stephanie menggeleng. "Pernah dibawa ke sini, emangnya?"

"Gue bawa di tas ini ke mana-mana. Kali aja jatoh di sini."

"Nggak tuh, gue tiap kali nyapu gak liat," ujar Stephanie. "Udah, lah, ntaran aja. Gue udah gak sabar gendong dedek bayi!"

Audrey menganggukkan kepalanya dengan ragu. "Ya udah, ayo."

Ketika gadis itu bangkit, Fiona dan Max menyambutnya di ambang pintu ruang musik dengan senyum di wajah keduanya.

"Ayo, Steph," ajak Fio sambil mengulurkan tangannya.

Stephanie mendengus remeh, memandang tangan itu jijik secara terang-terangan.

Gadis itu menolak telak uluran tangan Fiona dengan berkata, "Ayo, Kak Audrey," anaknya sambil menarik Audrey keluar ruangan.

Max mengernyit tidak suka kala melihat Stephanie memeperlakukan gadisnya dengan buruk, senyumnya menghilang.

"Apa-apaan, sih, lo?!"

"It's my life, i can do what i want to," ujar Stephanie sambil tersenyum miring, "lagian ini taun 2017, jangan gampang tersinggung, lah."

Lalu, Audrey dan Stephanie keluar dari dalam ruangan itu dengan senyuman mereka.

"Ke rumah Mickey dulu, kan?" tanya Audrey.

"AYOOO!!"

***

"Kak, gue mau ngomong jujur, tapi jangan marah, ya," ujar Stephanie kepada Audrey di dalam mobil menuju rumah Mickey.

"Ngomong aja," Audrey mempersilakan.

"Jadi, kemaren gue denger lo nangis-nangis pas cerita sama Fio," aku Stephanie, "t-tapi cuma denger nangisnya doang, kok!"

Audrey tersenyum kecil. "It's okay."

"Enak, gak, curhat sama Fio?"

"Nggak."

"Kenapa?"

"Karena dia ngejauh besokannya," ujar Audrey jujur. "But it's okay, itu salah gue udah percaya sama dia. Gue kira, Fio belum berubah."

Stephanie tercengang.

"Gue sama dia sahabatan sejak lahir, orang tua gue sama orang tua dia temen SMA. Sebenernya, kalo salah satu dari kita cowok, kita bakal dijodohin. Untungnya, nggak. Kita deket banget, semuanya berdua. Saling protect, saling ngejek, saling berkorban. Tapi, suatu saat, dia berubah."

Pak supir pun ikutan tercengang.

"Sejak MOS kelas 10, gue, Fio, Max, Tyler, sama Rere sahabatan. Seringnya Max sama Tyler berdua, gue-Fio-Rere bertiga."

"Terus, lo ditinggal Fio sama Rere. Gitu, kan?"

Audrey mengangguk. "Sejak ditinggalin itu, gue sering curhat sama Max, kadang juga sama Tyler. Gue sama Max tambah deket, kita jadian. Terus, suatu hari, Fio minta maaf sama gue karena udah ninggalin gue dulu karena dia bosen sama gue. Sebagai sahabat dia sejak janin, gue bilang sama dia, "Nggak pa-pa, Fi. Nggak pa-pa. Gue ngerti lo.""

Stephanie dan supir taksi terus menyimak.

"Mulai jarang konflik antara gue sama dia, karena gue ngorbanin segalanya buat dia. Dia juga gitu," ujar Audrey, "lalu suatu saat, ketika waktu itu buku fisika Fio kebawa sama gue, gue gak sengaja liat halaman belakangnya. Dari sana, gue tau Fio suka sama Max."

"What the fuck." Stephanie masih tercengang. Sebenarnya, lebih kepada tidak habis pikir, bagaimana bisa kakaknya diperebutkan banyak cewek.

Audrey melanjutkan ceritanya, "Sejak itu, gue berubah posesif," gadis itu meng-air quote kata posesif sambil tersenyum kecil. "Gue bilang sama Max, gue gak suka liat dia sama Fio. Max nganggep keposesifan gue angin lalu."

"..."

"Waktu itu, hari terakhir gue yang gue habisin sama Max, gue bilang sama dia, dia pasti bakal ninggalin gue. He thought i was joking but here we are. Gue tau, itu salah gue karna gak ngasih kabar, gak percaya sama dia, dan gak ninggalin apapun sebagai petunjuk di mana gue waktu itu. Kalo gue sekuat itu, gue bakal ngasih kabar Steph...."

"....Tapi, kalo dia beneran sayang, dia nggak akan menyerah semudah itu," ujar Stephanie melanjutkan kalimat Audrey.

Audrey tersenyum. "Dari situ gue tau, Max punya perasaan yang sama buat Fio."

"So it's okay for you to see others happy and leaving you behind?"

"Nothing would happen if i said no," ujar Audrey. "Dan gue yang cerita semua ke Fio kemaren itu, gue kira, gue cerita ke sahabat gue, ternyata gue cerita ke pacarnya Max. Lo ngerti maksud gue, kan?"

***

ngapa gua jadi gemes sendiri ama fio si

To God be the glory,
nvst.
5.11.17

ephemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang