34 - Hujan

153K 13.6K 4.2K
                                    

Bukannya hujan untuk menutupi kesedihan? Tapi mengapa air mata ku tetap mengalir dengan hati yang bertambah sakit.

***

Setelah kejadian beberapa jam yang lalu. Melva menjadi cewek pendiam, duduk di bangkunya dengan pikiran yang entah kemana.

Bahkan Billa juga ikut diam. Dia tidak berani mengeluarkan sepatah katapun. Memandangi Melva dengan tatapan nanar, itulah yang dia lakukan.

Waktu di sekolah seakan berjalan lebih lama. Melva hanya menanti bel pulang sekolah sekarang. Mengunci dirinya di kamar, itu yang ingin dia lakukan. Esok harinya dia tidak tahu apa bisa lagi menginjakkan kakinya di sekolah. Sedangkan hatinya hancur dengan orang yang selalu ingin dia lihat di sekolah.

Derasnya hujan menjadi penghalang bagi setiap anak Galaksi pulang. Bel yang sudah berbunyi beberapa menit yang lalu tidak membuat mereka meninggalkan sekolah. Memenuhi koridor sekolah, memperhatikan air hujan yang turun dari atas langit, itulah yang mereka lakukan.

Penampakan seorang siswi yang berjalan menyusuri derasnya hujan dari halaman menuju gerbang sekolah, membuat semua anak Galaksi menjadi heboh.

Saat mengetahui siswi itu adalah Melva, mereka semua tidak henti-hentinya berteriak memanggil nama cewek itu. Bahkan terdengar celotehan-celotehan siswa yang menganggap aneh dengan apa yang dilakukan Melva.

"Mel! Lo udah nggak waras?!"

"Kulit Lo mati rasa, Mel?! Itu hujannya deras banget!"

Tidak ada satupun celotehan temannya yang Melva dengar. Cewek itu terus saja berjalan, menerjang dingin dan derasnya air hujan. Bukan kulitnya yang mati rasa, tapi hatinya! Hatinya terluka, hingga apapun yang membuat kulitnya sakit, tidak akan berasa. Luka hatinya lebih dalam, dibandingkan dingin air hujan yang membuat tubuhnya menggigil.

Hingga akhirnya cewek itu sampai di gerbang sekolah. Bukannya mencari tempat untuk berteduh, Melva malah membiarkan tubuhnya menjadi wadah jatuhnya air hujan.

Sepi, tidak ada kendaraan yang melintasi jalanan. Abangnya juga belum menjemput. Sekarang Melva hanya bisa bersabar menunggu, hingga ada yang membawanya pergi dari sana.

Sampai cewek itu tersadar, tidak ada air jatuh membasahi wajahnya. Bukan karena hujan yang sudah berhenti, tapi tangan seorang yang berada di atas kepalanya. Itu yang menjadi penghalang air hujan jatuh ke wajahnya. Melva mengadahkan kepalanya ke atas, memperhatikan sebentar tangan di atas kepalanya lalu memalingkan wajahnya ke samping, melihat pemilik tangan yang sudah menghalangi air hujan berjatuhan ke wajahnya.

Jantung Melva bertambah sakit saat melihat Gavin pemilik tangan itu. Cewek itu memalingkan wajahnya saat tatapan mereka tidak sengaja bertemu. Apalagi Gavin terus menatapnya.

"Jangan buat malu dengan kayak orang gila berdiri di sini sendiri." Ucap Gavin.

"Lo yang udah bikin gue malu."

Gavin terdiam sesaat memperhatikan Melva yang hanya menatap lurus ke depan.

"Cari tempat neduh, nanti Lo bisa sakit."

Melva menggeleng pelan. "Hati gue udah sakit, Vin."

Tidak ada lagi pembicaraan antara keduanya. Saat Gavin memilih diam dan Melva tidak mengeluarkan sepatah katapun. Melva terus mengeluarkan air matanya, walaupun tidak terlihat karena air hujan yang terus berjatuhan.

Gavin sendiri tidak pergi, dia membiarkan tubuhnya ikut basah karena menemani Melva menunggu jemputan Arya.

Karena hujan Melva mengubah rasa dalam hatinya untuk Gavin menjadi cinta. Hari ini hujan mengubah rasa yang berbeda di hatinya. Bukan rasa cinta yang menjadi benci, tapi rasa cinta yang menjadi luka.

DestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang