23 - Menjauh

121K 11.1K 373
                                    

Melva, gadis itu sedang duduk di bangku belajarnya dengan kaki yang juga di tekuk di atasnya. Dia sedang membaca obrolan, tepatnya pesan Vika. Yang belum dibacanya sampai sekarang.

Minggu, 3 September

Vika : Mel, gue mau curhat

Vika : Mel, kok gak di read si?. Gue mau curhat, Mel.

Vika : Mel, besok sidang percerain orang tua gue yang terakhir.

Vika : gue harap ada keajaiban. Kalo tempat sidangnya tiba-tiba terbakar, gak lucu kan Mel? Hehehe

Selasa, 5 September

Vika : Mel, gue lagi ada masalah. Billa udah tau, tadi gue ceritain di sekolah. Tapi lo belum tau, karena buru-buru mau temui Gavin.

Vika : gue ceritain di sini ya Mel. Setelah orang tua gue bercerai, gue gak tau mau tinggal sama siapa lagi Mel. Karena papa gue, pergi ke luar negeri. Mama gue pergi gitu aja tanpa kabar.

Vika : sekarang gue harus gimana, Mel? gue cuma punya Oma di Semarang. Menurut lo, gue tetep di sini. Apa tinggal sama Oma?

Rabu, 6 September

Vika : Mel, lo sibuk banget ya? kasih tau gue Mel, gue harus gimana sekarang.

Kamis,  7 September

Vika : Mel, gue udah ambil keputusan. Mungkin baiknya, gue harus tinggal sama Oma di Semarang

Vika : Mel, ini pesan terakhir dari gue. Besok gue gak masuk sekolah. Gue seneng bisa kenal lo sama Billa. Kalian berdua, sahabat terbaik gue. Gue pasti kangen banget sama kalian.

Vika : Mel, lo suka banget sama Gavin ya? kalo gitu, jangan lepasin dia. Pastiin, dia gak akan nyakitin lo.

Vika : sahabat gue yang cantik ini, udah move on ternyata. Bahagia ya Mel, bye.

Melva terdiam beberapa saat, sambil terus menatap pesan Vika. Air mata kembali lolos dari kelopak matanya. Rasa penyesalan, bersalah itu yang sedang dia rasakan. Dia harus meminta maaf, karena hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang.

Melva mengetik sesuatu di ponselnya.

Melva : Vika, lo udah di Semarang ya? Udah terlambat ya Vik, kalo gue kasih saran, lo tetep di sini sama gue dan Billa. Gue minta maaf ya Vika, gue terlalu sibuk sama Gavin. Sampai gak tau, lo lagi banyak masalah. Billa, marah sama gue. Dia gak mau temenan sama gue lagi, lo jangan gitu ya. Gue janji, gak akan ngulangi kebodohan gue lagi.

Melva : Kapan lo ke Jakarta? Setidaknya, kita nonton film di bioskop dulu. Baru lo pergi ke Semarang. Tapi yaudah lah, nanti kalo lo balik ke Jakarta. Jangan marah sama gue ya Vika. Cukup Billa aja, jangan lo. Karena kalian berdua sahabat gue, orang yang paling ngertiin gue.

Melva : Vika, semangat ya. Masalah lo ini, pasti cepet berlalu. Enggak lama lagi, gue yakin. Semuanya kembali normal. 

Melva : Kalo ada waktu, lo lagi gak sibuk. Hubungi gue ya? Janji pasti di bales. Gue kangen lo Vika, kangen Billa juga. Kangen kebersamaan kita. Sekarang gue gak punya sahabat lagi. 

Melva : Jangan marah sama gue ya. Please, maafin gue.

  Melva meletakkan ponsel di tumpukan buku. Mendongakkan kepalanya ke atas, agar air matanya tidak terjatuh. Tapi gagal, mau bagaimanapun dia hanya bisa menangis sekarang. Meratapi kebodohannya sendiri. Vika pergi, Billa marah, Riko menjauh, dan Gavin! Cowok itu tidak menganggapnya.

DestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang