29 - Pertemuan terakhir *2*

123K 12.3K 1.5K
                                    

Melva menggeleng pelan. "Niat gue kan baik, Cuma mau kasih gelang. Nggak minta imbalan juga. Itu aja nggak mau diterima." Ucap Melva tanpa melihat Gavin.

Gavin jadi terdiam. Dia tidak menjawab, tidak bertanya lagi. Sekarang dia mulai menggerakkan motornya. Memberi isyarat kepada Melva agar cewek itu segera naik. Melva yang mengerti langsung duduk di jok penumpang.

Perjalanan yang tidak jauh dari kompleks Melva itu mendadak hening. Melva tidak mengoceh lagi, padahal saat pergi tadi. Melva terus mengoceh walaupun Gavin tidak pernah merespont perkataannya.

***

Motor Gavin berhenti tepat di depan pintu utama rumah Melva. Tanpa basa-basi Melva turun dari motor Gavin. Ingin cepat-cepat masuk ke dalam rumahnya. Gavin yang melihat itu langsung menghentikan langkah Melva dengan bersuara.

"Gue nggak suka cewek ambekkan." Celetuk Gavin. Melva langsung menoleh mendengarnya.

Lantas berjalan mendekati Gavin lagi yang sudah duduk menyamping di atas jok motor menghadapnya.

"Cewek juga punya hati kali Vin. Gue nggak ngerti sama jalan pikiran Lo. Cuma nerima pemberian gue aja Lo nggak mau. Apa susahnya sih Nerima gelang dari gue?" Ucap Melva mengungkit kejadian di warung sate tadi.

Jika dipertanyakan gimana perasaan dia sekarang. Melva akan menjawab tidak baik-baik saja. Hatinya terluka karena penolakan Gavin. Hanya menerima apa salahnya? Jika pun tidak dipakai. Melva tidak akan mempermasalahkan hal itu.

Gavin terdiam memperhatikan wajah Melva yang tampak muram, lesu. Cewek di depannya itu seperti ingin menangis.

"Mana gelangnya?" Ucap Gavin. Terpaksa mungkin. Tapi kata itulah yang membuat raut wajah Melva berubah. Cewek itu kembali mengukir senyum. Dia mengambil gelang yang tadi dia simpan lagi ke dalam tas kecilnya.

Melva memberikan gelang berwarna hitam tadi kepada Gavin. Cowok itu melihat sekilas gelang itu. Lalu memasukkannya ke dalam saku celananya.

Melva hanya diam melihat itu. Seperti yang dia katakan, dia tidak akan memaksa Gavin menggunakan gelang pemberiannya jika cowok itu tidak suka.

"Udah kan?" Ucap Gavin. Melva mengangguk. Selanjutnya dia kembali mengambil gelang berwarna coklat miliknya di dalam tas. Lalu langsung menggunakannya.

"Cantikkan." Tunjuknya kepada Gavin.

Gavin hanya memperhatikan tanpa menjawab perkataan Melva.

"Gue kasih gelang ini bukan tanpa alasan Gavin. Setidaknya, kalau nanti lo liat gelang yang gue kasih. Lo harus ingat itu pemberian dari gue dan lo harus ingat gue terus." Ucap Melva. Satu tangannya sibuk membenarkan gelang yang melingkar di tangannya.

"Nggak masalah kalau nggak di pakek. Tapi jangan dibuang, ya?" Ucap Melva lagi.

Gavin masih betah diam. Sejujurnya dia masih bingung dengan perubahan sikap Melva. Sebentar cewek itu tersenyum, sesaat lagi wajahnya berubah muram. Seperti ada masalah yang Gavin sendiri tidak ingin tahu. Walaupun dia juga penasaran.

"Gavin, gue mau nanya." Melva berucap lagi.

"Apa?" Balas Gavin.

"Siapa pacar Lo?"

Gavin sampai menaikkan satu alisnya mendengar pertanyaan Melva.

"Melvana Adilla." Jawabnya. Melva tersenyum tipis.

"Gue cantik kan?" Tanya Melva lagi. Gavin harus menaikkan satu alisnya lagi. Tapi tetap dia menjawab.

"Cantik."

Melva tersenyum.

"Gue juga nggak bodoh kok." Jelas Melva seolah memberi pernyataan kepada Gavin.

"Gue pacar Lo, kata Lo gue juga cantik, gue juga nggak bodoh. Gue punya aset itu, biar Lo tetap di samping gue kan?"

Gavin semakin merasa aneh. "Kalau ngomong jangan ngelantur Mel. To the points aja lo mau apa?" ucapnya.

Detik berikutnya Melva memeluk Gavin, dengan tiba-tiba sampai Gavin mematung. Otaknya belum bekerja dengan apa yang dilakukan Melva sekarang.

"Gue cuma mau Lo jangan pergi." Ucapnya. Terdengar lirih karena Melva bersuara dengan sakit pelan.

"Gue pasti kangen banget sama lo." Guman Melva masih dengan memeluk Gavin.

Seperti biasa Gavin hanya diam. Kali ini dia tidak melakukan penolakan, juga tidak membalas pelukan Melva.

Melva melepas pelukannya. Lalu menatap Gavin dalam.

"Sebulan nanti. Gue pasti jarang ngerecokin lo. Jangan pergi dari gue, ya?" ucap Melva lagi. Yang membuat Gavin bertambah bingung.

"Lo kenapa sih?" tanya Gavin.

Melva membalas dengan tersenyum. Gavin jadi bertambah bingung. Benar bukan, hari ini Melva aneh. Sekarang dia tersenyum, sebentar lagi wajahnya pasti berubah muram.

"Gue beneran sayang sama lo Vin. Walaupun lo belum! Gue memang siap nangis kalau lo ninggalin gue nanti. Tapi gue takut nggak bisa moveon lagi." Melva semakin mengaur dimata Gavin. Cowok itu sampai tidak berkedip hanya karena melihat Melva.

"Jangan pergi dari gue, please?" ucap Melva lagi.

"Pergi kemana? Lo doain gue mati ya?" cerocos Gavin sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Melva ikutan menggeleng, dia tidak membenarkan perkataan Gavin.

"Bukan itu maksud gue."

"Terus?" tanya Gavin lagi.

Lagi-lagi Melva menggeleng. Cewek aneh! Mungkin 2 kata itu sedang tergambar di pikiran Gavin sekarang. Melva mengambil tangan Gavin lalu mengenggamnya erat. Awalnya Gavin ingin menarik tangannya dari genggaman Melva. Karena melihat wajah Melva menunduk dan hanya menatap genggaman tangan mereka. Gavin menggurung keinginannya itu.

"Lo jadi salah satu alasan, kenapa gue ambil keputusan ini Vin." Suara pelan Melva terdengar lirih. Bahkan sangat pelan sampai Gavin tidak mengatakan apapun. Karena cowok itu tidak bisa mendengarkannya dengan jelas.

Tidak ada pembicaraan lagi antara keduanya. Setelah berapa lama keduanya hanya terdiam. Gavin memutuskan untuk pulang. Hingga hanya ada Melva yang masih berdiri di tempatnya tadi, tanpa berniat masuk ke dalam rumahnya.

"Gue pernah menjauh dari Dava dan dia pergi dari gue."

Tapi gue percaya lo beda. Karena Tuhan tidak pernah memberikan takdir yang sama ke satu orang.

"Sampai bertemu lagi Gavin."

***

Sorry dikit. Nggak bisa dibanyakin, karena setelah ini masuk bagian baru. Bagian yang lebih menguras air mata. Semua tentang Gavin terbongkar dalam dua part ke depan. 

Siap-siap menangis untuk Melva. Karena membayangkannya saja aku sudah mulai menangis.

Kapan update lagi ya?

Maunya sih cepat-cepat. Aku mau kelarin cerita Destin ini sebelum nulis Darka 2. Semoga aja ke kejar dalam dua minggu ini, walaupun jelas sangat tidak mungkin. Kesibukan kuliah aku masih numpuk. Harusnya aku ngggak update Destin minggu ini kan? sesuai info yang aku kasih di IG hari itu.

Tapi karena banyak yang minta next, aku luangkan sabtu dan minggu aku untuk nulis cerita Destin ini.

Kalau Darka, nyesek diawal-indah di tengah. Kalau Destin beda, bahagia diawal, nyesek di tengah dan ........... akhir (isi sendiri)

Mumpung masih minggu, Aku mau lanjut ngetik dulu. Lanjut ngetik bukan berarti aku janji akan update lagi. Kalaupun siap, aku simpan buat minggu depan. Biar bisa up dua part lagi.

Khairanihasan

29 Oktober 2017

DestinWhere stories live. Discover now