Audrey menjauhkan kepala Max darinya, mencibir kesal​. "Jual HP, beli kuota."

"Bagi dikit doang, Tha." Max memelas, "Dikiiiiit aja, mau war nih."

"Bodo." Audrey mencibir. "Lo kalo ada kuota buat nge-game doang, chat semua orang numpuk. Ntar pas orangnya marah, lo bilang 'sori, ya, chat lo tenggelem.' ya kali."

Max mendecak kesal. Lalu, dia menatap Fiona dengan cengirannya. "Fi, lo tau, gak? Biasanya cewek yang huruf depannya 'F' itu suka bagi-bagi, loh."

Fiona menggaruk keningnya. Melihat Max yang semakin memelas, cewek itu akhirnya berkata, "Iya deh iya."

"Thanks, Fi!" katanya, lalu Max kembali memainkan ponselnya.

"Gue pengen beli Bread Talk deh," ujar Audrey iseng, memainkan alisnya. Gadis itu sebenarnya hanya berpura-pura menginginkan roti yang dijual salah satu gerai di kantin sekolahnya, hanya untuk menggoda Max, "biasanya cowok yang namanya Maximus Ryan Atmadja suka nraktir pacarnya."

"Nggak," jawab Max langsung.

"Max, ayolah."

"Nggak."

"Ah, ya udah."

"Ck. Nih, cepetan," Max memberikan kartu debitnya, masih sambil fokus dengan ponselnya.

"Serius?"

"Mau nggak?"

"Nggak ah. Nggak ikhlas."

"Ikhlas, Sayang."

"Bener, ya? Sebenernya gue becanda aja sih, Max." Melihat Max mengangguk memperbolehkan, Audrey tersenyum bahagia. "Pinnya yang waktu itu, kan?"

"Iya." Masih sambil memainkan ponselnya, cowok itu bertanya, "Lo mau gak, Fi?" tanya Max kepada Fiona yang memperhatikan mereka sedari tadi. "Biar sekalian."

Fio menggeleng. "Nggak ah. Kalo Calais gue mau."

"Ya udah."

"Serius?"

"Iya."

"Thanks, Max!" Fio mengulaskan cengiran. "Calais biasa, ya, Drey!" serunya kepada Audrey yang sudah berada di gerai roti itu.

Audrey mengacungkan jempolnya sebagai jawaban.

Ketika Audrey ada di gerai roti itu, seorang guru datang, memasuki kantin yang sepi, yang hanya berisi sekitar sepuluh orang termasuk mereka bertiga.

Guru itu namanya Pak Yoyok, guru matematika yang sangat menyayangi Max karena merupakan anak paling berprestasi selama kehidupan mengajarnya, dan karena merupakan anak dari dua mantan muridnya dulu.

Max, melalui ekor matanya, melirik siapa yang masuk melalui pintu kantin. Ketika mendapati sosok itu adalah Pak Yoyok, cowok itu menggeram kesal, lalu duduk membelakangi pintu, berusaha menutupi jati dirinya.

"Kenapa sih-hmmpt!"

Max membekap mulut Fiona dengan panik. "Shhh, diem. Gue males ketemu Pak Yo-"

"Hey, kalian!" sapa Pak Yoyok, berjalan ke arah mereka.

Sial.

Bukannya benci atau apa-bagaimana dia bisa benci jika dia menyukai semua pelajaran esksak, terutama matematika. Ditambah lagi, metode pengajaran Pak Yoyok membuat segalanya sangat mudah dicerna.

Tapi ini loh.

Nama Max itu kan seharusnya dilafalkan meks.

Nah, Pak Yoyok itu melafalkannya hanya sampai huruf k, tanpa s sebagai huruf esensialnya.

ephemeralOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz