prlg

3K 122 17
                                    

Hari ini, lagi-lagi Audrey menghilang entah ke mana.

Max dan segala rasa khawatirnya sudah mencoba untuk menghubungi gadisnya itu. Dari satu cara ke cara lain, dari satu aplikasi ke aplikasi lain, dari satu manusia ke manusia lain. Hasilnya tetap sama. Audrey Agatha Jeremia tidak bisa ditemukan.

Pernah suatu kali, gadis itu pergi begitu lama, tapi tidak selama ini. Walaupun tidak memberi kabar, gadis itu masih bisa ditemukan. Tidak seperti sekarang.

Max merasa dia sudah kehilangan segala cara ketika satu nama terlintas di kepalanya.

Dengan terburu-buru, cowok itu menghubungi ibunya.

"Ma!"

"Apa sih, Kak, teriak-teriak?" gerutu Stephanie, adiknya, terdengar kesal dan kaget. "Mama lagi ke dokter sama papa. Hapenya—"

"Ada Audrey gak di sana?"

"Hah, Kak Audrey mau ke rumah?!" suara bocah perempuan itu terdengar sangat bahagia. "Yes, nanti—"

Max segera memutus panggilan.

Setelah memastikan gadisnya tidak ada di dalam gedung sekolah, termasuk di dalam gudang dan toilet, cowok idola para gadis itu segera menaiki motornya dan melajukannya secepat yang dia bisa.

***

"Drey, Max nyariin lo."

Audrey menghela nafasnya lelah. "Iya, gue lupa ngabarin dia."

Fiona, sahabat satu-satunya yang saat itu meneleponnya terdengar sangat jengkel. "Sebenernya lo di mana sih sampe gak bisa ngabarin pacar lo sendiri?"

Audrey terdiam.

Di ujung sana menghela napas pelan. "Gue cuma kasian aja sama Max, dia udah kayak orang gila nyariin lo."

Kali ini, cewek itu menjawab, "Gue matiin sekarang, ya, Fi. Gue mau ngabarin dia."

Pukul sembilan malam, Audrey yang masih berada di luar rumah baru teringat akan pacarnya. Namun, tepat sebelum dia sempat menelepon Max, Fiona sudah lebih dulu meneleponnya. Itulah mengapa tadi dia minta teleponnya diputus.

"Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi..."

Panggilan ke-10 gagal juga.

Audrey menghela nafas lelah untuk yang kesekian kalinya di hari itu.

Dalam hati, dia menganggap wajar Max yang tidak mengangkat teleponnya. Pasti cowok itu marah karena dia hilang tanpa kabar selama sembilan jam, terhitung dari jam 12 ketika jam istirahat kedua berakhir.

Hatinya mengatakan, tak apalah cowok itu tidak menjawab panggilan. Toh, dia baik-baik saja. Max juga pasti baik-baik saja.

Esok hari, Audrey yakin, pasti keduanya akan baik-baik saja karena cewek itu akan meminta maaf dan memberikan Max pengertian.

Hal seperti itu sudah sering terjadi, dan akhirnya selalu sama. Walau Max marah, cowok itu tidak bisa marah lama-lama terhadap beberapa orang tertentu, termasuk pacarnya, Audrey.

Ketika sedang menunggu angkutan umum di halte terdekat, Audrey yang masih mencoba untuk menghubungi Max melihat sebuah motor berhenti di hadapannya.

ephemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang