Chapter 22

249K 5.2K 400
                                    

The songs for this chapter:

One Republic - Secrets

Metric - All Yours

Bruno Mars - Locked Out Of Heaven

***

Harry membawaku pergi hingga ke daerah Brooklyn, persis di dekat tempat dimana adu balap di lakukan minggu lalu. Aku masih ingat dengan jembatan layangnya dan hamparan rerumputan hijau yang luas. Tak lama, Harry meminggirkan motornya di pinggir lapangan dan menyuruhku untuk turun. Sementara itu mesin motornya langsung mati dengan suara raungan yang aneh. "Fuck!"

"Ada apa?"

Harry memalingkan wajahnya padaku dengan raut wajah yang kusut, "Motornya terlalu panas, aku harus membawanya ke bengkel."

"Mengapa bisa begitu? Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanyaku panik. Sial, jangan bilang kami harus pulang sambil menggiring motornya!

"Aku terlambat membersihkan radiatornyanya, kita harus mendiamkannya hingga dingin." Ujarnya santai seraya turun dari motornya dan berjalan ke tengah-tengah lapang. Aku mengikutinya di belakang, sesekali menengok ke arah motornya yang ia biarkan di pinggiran lapang. Apakah itu aman?

Aku melepas helmku, berdiri di sebelahnya yang sekarang terduduk di atas hamparan rumput yang agak kering. Harry menaruh helmnya di sampingnya kemudian memandang lurus ke depan. Tidak ada sesuatu yang menarik untuk dilihat, hanya ada pemandangan kota di kejauhan.

"Sampai berapa lama kita harus menunggu?"

"Satu sampai dua jam."

Oh, itu cukup membuang waktu. Pun aku memilih untuk duduk di sebelahnya sekarang. "Kau punya berapa motor?"

"Satu motor biasa dan dua motor balap." Jawabnya, masih tidak melirik ke arahku sedikit pun. Jk, dia benar-benar dingin.

"Dari mana kau mendapatkannya?"

"Christian. Tapi salah satunya aku mendapatkannya dari adu tinju."

Adu tinju? "Kau pernah ikut adu tinju?"

"Dulu aku senang mencari uang dari adu tinju di ring dan balap motor. Aku mendapatkan banyak uang dari sana. Aku tidak perlu menjual diri." Sindirnya seraya menoleh ke arahku, memberikan pandangan menilai yang kupikir bermaksud untuk merendahkanku.

Sialan. "Memang berapa penghasilanmu sekalinya memenangkan adu balap?"

"Seribu hingga seribu lima ratus dollar. Tergantung siapa sponsornya, terkadang bisa lebih dari itu."

Kurasakan rahangku jatuh ke lantai. 1500$? Brengsek! Ia tidak main-main, kan?

"Kau terkesan? Sudah kubilang aku mampu membayarmu."

Seringainya langsung muncul dan membuatku tersipu. Membayangkan diri kami berada di atas ranjang dan saling memuaskan satu sama lain sontak membuat wajahku memanas dan kurasakan rona merah di pipiku mulai muncul. Aku langsung membuang muka darinya, ini memalukan. Lalu tanpa kusadari Harry sudah memalingkan wajahku menghadap ke arahnya lagi dan kurasakan bibirnya di bibirku. Aku terkesiap. Mulut ganasnya mulai melumatku dengan rakus, aku melingkarkan kedua tanganku di belakang lehernya, menempelkan dadaku di dadanya, kemudian kurasakan Harry membawa tangannya turun hingga ke pinggulku, bergerak ke bokongku kemudian meremasnya dengan lembut. Efeknya sampai hingga ke pangkal pahaku!

Sialan, ini tempat umum! Aku terkesiap lagi, mendorong tubuhnya menjauh karena aku sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Keningnya mengerut sesaat setelah aku melepaskan ciumannya dengan sedikit paksaan. "Kumohon hentikan."

CHANGED (sudah DITERBITKAN)Where stories live. Discover now